Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia alias Apindo mendorong agar pemerintah memperluas cakupan insentif sektor-sektor padat karya di tengah semakin rendahnya rasio penyerapan kerja dengan realisasi investasi.
Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani mengatakan bahwa investasi beberapa tahun terakhir cenderung lebih banyak masuk ke sektor padat modal daripada padat karya sehingga. Akibatnya, efek penggandanya terhadap penciptaan lapangan kerja tidak terlalu terasa.
“Pemerintah bisa lebih mendorong dengan memberikan insentif terhadap sektor-sektor yang padat karya, termasuk manufaktur, pertanian, konstruksi, perikanan dan jasa,” ujar Ajib kepada Bisnis, Senin (6/10/2025).
Adapun pemerintah sudah mengumumkan insentif ke sejumlah sektor padat karya pada akhir 2025. Misalnya, Pajak Penghasilan (PPh) 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk pekerja di sektor terkait pariwisata sebanyak 552.000 pekerja hingga insentif padat karya tunai (cash for work) Kemenhub dan Kementerian PU untuk 609.465 orang.
Hanya saja, Ajib mendorong perluasan insentif ke lebih banyak sektor padat karya. Bahkan, menurutnya, insentif tak boleh hanya dari sisi fiskal namun juga moneter.
“Bauran insentif fiskal dan moneter masih sangat dibutuhkan, misalnya pajak Ditanggung Pemerintah [DTP] dan juga tarif bunga khusus yang kompetitif,” jelasnya.
Dia mengingatkan investasi menjadi komponen yang semakin penting dalam pembentuk produk domestik bruto (PDB) beberapa waktu terakhir. Ajib mencontohkan, pada kuartal II/2025 investasi (6,99%) tumbuh lebih tinggi daripada PDB (5,12%).
Kendati demikian, sambungnya, lapangan kerja malah mengalami pelambatan dalam serapannya.
Penyerapan Tenaga Kerja Rendah
Klaim pemerintah tentang kenaikan kinerja investasi rupanya tidak sebanding dengan kecepatan penyerapan tenaga kerja. Hal itu ditunjukkan oleh semakin lemahnya rasio penyerapan tenaga kerja terhadap realisasi investasi.
Berdasarkan data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi mencapai Rp942,9 triliun pada semester I/2025. Dari realisasi investasi itu, penyerapan tenaga kerjanya mencapai 1.259.868 orang.
Dengan demikian, setiap 1 tenaga kerja terserap memerlukan investasi sekitar Rp748 juta.
Apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu atau pada semester I/2024, realisasi investasi ‘hanya’ mencapai Rp829,9 triliun (lebih rendah Rp113 triliun atau setara 13,6% dibandingkan realisasi tahun ini). Kendati demikian, penyerapan tenaga kerjanya mencapai 1.225.042 orang.
Dengan demikian, setiap 1 orang tenaga kerja terserap ‘hanya’ memerlukan investasi sekitar Rp677 juta.
Artinya, terjadi penurunan rasio penyerapan tenaga kerja terhadap realisasi investasi: serapan tenaga kerja malah memburuk ketika nilai investasi langsung tumbuh positif.
Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM Nurul Ichwan menilai kecenderungan tersebut memang menjadi persoalan tersendiri yang menjadi sorotan pemerintah.
Menurutnya, investasi tidak hanya bisa dilihat dari dua sisi yaitu realisasinya sekaligus lapangan pekerjaan yang terbuka karenanya.
“Fakta yang harus kita coba gali lebih lanjut adalah kenapa nilai investasinya semakin besar, tetapi jumlah tenaga kerja yang diserapnya itu lebih kecil, kalau pun tidak stagnan,” ujar Ichwan dalam Forum Investasi Nasional 2025, seperti yang diunggah Instagram @bkpm_id, Minggu (5/10/2025).
