Sentilan Purbaya dan Pembelaan Pramono soal Dana Mengendap di Bank
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti lambatnya realisasi belanja pemerintah daerah yang menyebabkan dana sebesar Rp 234 triliun masih mengendap di bank hingga akhir September 2025.
Dari total tersebut, DKI Jakarta tercatat sebagai daerah dengan simpanan terbesar, yakni mencapai Rp14,6 triliun.
Lambatnya penyerapan anggaran bukan disebabkan oleh kurangnya dana, melainkan karena keterlambatan eksekusi di daerah.
“Pemerintah pusat sudah menyalurkan dana ke daerah dengan cepat. Sekali lagi, (untuk) memastikan uang itu benar-benar bekerja untuk rakyat,” ujar Purbaya dalam acara Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025).
Rendahnya serapan anggaran membuat simpanan uang daerah di bank terus menumpuk.
“Realisasi belanja APBD sampai dengan triwulan ketiga tahun ini masih melambat. Rendahnya serapan tersebut berakibat menambah simpanan uang pemda yang menganggur di bank sampai Rp 234 triliun. Jadi jelas ini bukan soal uangnya tidak ada, tapi soal kecepatan eksekusi,” kata dia.
Maka dari itu, Purbaya mengingatkan agar pemerintah daerah segera mempercepat belanja agar uang tersebut benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat.
“Pesan saya sederhana, dananya sudah ada, segera gunakan, jangan tunggu akhir tahun. Gunakan untuk pembangunan yang produktif dan bermanfaat langsung bagi masyarakat,” ucap dia.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung membenarkan informasi yang disampaikan oleh Purbaya.
Namun, ia menegaskan dana itu bukan “uang tidur”, melainkan memang disiapkan untuk kebutuhan belanja daerah menjelang akhir tahun.
“Seperti yang disampaikan oleh Bapak Menteri Keuangan, Pak Purbaya, beliau menyampaikan ada dana 14,6 triliun yang dimiliki oleh Pemda DKI yang ada di Bank Jakarta, itu betul 1.000 persen, bukan 100 persen lagi, 1.000 persen,” ucap Pramono saat ditemui di Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).
Pola pengeluaran atau pembayaran belanja dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta memang selalu meningkat di penghujung tahun.
Kondisi ini bukanlah hal baru karena sudah menjadi pola tahunan yang berulang.
“Tetapi memang Jakarta ini, pola pembayaran untuk APBD-nya biasanya terjadi pelonjakan di akhir tahun. Dan sebagai contoh, di akhir tahun 2023 itu sekitar 16 triliun, di tahun 2024, 18 triliun,” kata Pramono.
Untuk itu, dana Rp 14,6 triliun yang kini tersimpan di bank akan digunakan pada November dan Desember 2025 untuk membayar berbagai kegiatan proyek fisik serta pengadaan barang dan jasa yang sudah berjalan.
“Memang selalu di Jakarta itu pembayaran bagi semua proses pengadaan jasa dan barang dan juga fisik itu pembayarannya selalu di bulan November dan di bulan Desember,” ucap Pramono.
Pramono menegaskan, dana tersebut bukan untuk deposito atau disimpan tanpa tujuan.
Dana itu sudah dialokasikan secara jelas untuk kebutuhan pembangunan dan pembayaran kontrak yang jatuh tempo di kuartal keempat. Sehingga pembayaran dilakukan menjelang tutup tahun anggaran.
“Benar ada (dananya), tetapi di Jakarta bukan untuk menjadi deposito atau disimpan begitu saja. Ini semata-mata untuk persiapan menyelesaikan (pembayaran proyek fisik serta pengadaan barang dan jasa),” kata Pramono.
Di sisi lain, Pramono memastikan kondisi keuangan Pemprov DKI Jakarta berada dalam posisi yang sehat.
Ia mengatakan, realisasi penerimaan pajak daerah hingga saat ini telah melampaui target yang ditetapkan.
“Alhamdulillah pajaknya juga tercapai, terpenuhi sesuai dengan target, bahkan melebihi sedikit daripada target,” ungkap Pramono.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sentilan Purbaya dan Pembelaan Pramono soal Dana Mengendap di Bank Megapolitan 23 Oktober 2025
/data/photo/2025/10/07/68e49df280ed4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)