Jakarta: Di perayaan ke-50 Jakarta Biennale 2024, Brian Suebu menjadi seniman asal Sentani, Papua pertama yang berpartisipasi dalam ajang bergengsi ini. Dalam kolaborasinya dengan GudSkul Ekosistem dari Jagakarsa, Jakarta Selatan, Brian, mempersembahkan sebuah karya berjudul “Menghindar Tanpa Pamit”, yang sarat akan pesan ekologis.
Melalui program residensi Baku Konek, ia berkesempatan menyelami dan mengekspresikan perasaannya tentang dampak pembangunan terhadap lingkungan dan populasi hewan. Karya “Menghindar Tanpa Pamit” menggambarkan keresahan Brian atas hilangnya berbagai spesies hewan di sekitar kita akibat semakin pesatnya pembangunan dan pertumbuhan penduduk.
“Karya ini menggambarkan rasa seolah-olah menghilang tanpa jejak kepentingan manusia,” jelas Brian.
Sebagai seniman, ia merasakan pentingnya mengajak audiens merenungkan kembali dampak yang ditimbulkan aktivitas manusia terhadap ekosistem, terutama keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian alam.
Melalui karya ini, Brian mengharapkan publik bisa ikut merasakan kekhawatirannya atas masa depan ekosistem yang terus menipis. Brian mengajak orang-orang yang melihat karyanya untuk berpikir tentang tanggung jawab terhadap kelestarian sertamerawat alam.
“Betapa pentingnya menjaga habitat alami agar generasi mendatang dapat menikmati keanekaragaman hayati yang ada saat ini,” kata Brian.
Karyanya di Jakarta Biennale menjadi seruan agar masyarakat turut andil dalammenjaga keseimbangan ekosistem dan mengurangi eksploitasi terhadap alam demikeberlanjutan hidup bagi semua mahluk.
Pengalaman Brian Suebu dalam program residensi Baku Konek memberinya banyak ruang untuk berekspresi dan mempelajari berbagai perspektif seni dari lingkungan yang baru. Baginya, kesempatan berkarya dalam residensi Baku Konek dan menampilkanhasilnya di Jakarta Biennale merupakan pengalaman yang berharga.
“Saya sangat senang dan bersyukur bisa menjadi bagian dari Baku Konek dan karyanya dipamerkan di perayaan 50 tahun Jakarta Biennale. Ini kesempatan luar biasauntuk memperkenalkan perspektif saya tentang alam dan keberlanjutan di panggungyang besar, serta melihat bagaimana seni bisa mempengaruhi cara pandang orangtentang lingkungan,” ungkapnya.
Brian adalah satu dari 18 seniman yang dipilih dalam program Baku Konek, programresidensi yang difasilitasi oleh Manajemen Talenta Nasional (MTN) dan ruangrupa. Residensi ini dirancang untuk memberi kesempatan kepada seniman lokal dari seluruhIndonesia untuk berkolaborasi dan memperluas jangkauan karya mereka.
Di Jakarta Biennale yang berlangsung hingga 15 November 2024 di Taman Ismail Marzuki, karya Brian bersama karya seniman lain akan memberikan warna, pesan, dan dampak bagipara pengunjung, baik lokal maupun internasional.
Program residensi ini diinisiasi oleh ruangrupa dan Direktorat Pembinaan Tenaga danLembaga Kebudayaan (PTLK), Kementerian Kebudayaan melalui Manajemen TalentaNasional (MTN) Bidang Seni Budaya, dan berkolaborasi dengan komunitas sertakolektif seni di berbagai daerah di Indonesia.
Program Baku Konek memungkinkan para seniman untuk melakukan residensi diberbagai wilayah di Indonesia, membuka ruang bagi dialog antar budaya dan lingkungan.
Dalam perayaan 50 tahun Jakarta Biennale, karya-karya ini menjadi cerminan dari kompleksitas Indonesia yang kaya akan keberagaman budaya, sekaligus tantangan ekologis yang dihadapi masyarakat di seluruh nusantara.
Jakarta: Di perayaan ke-50 Jakarta Biennale 2024, Brian Suebu menjadi seniman asal Sentani, Papua pertama yang berpartisipasi dalam ajang bergengsi ini. Dalam kolaborasinya dengan GudSkul Ekosistem dari Jagakarsa, Jakarta Selatan, Brian, mempersembahkan sebuah karya berjudul “Menghindar Tanpa Pamit”, yang sarat akan pesan ekologis.
Melalui program residensi Baku Konek, ia berkesempatan menyelami dan mengekspresikan perasaannya tentang dampak pembangunan terhadap lingkungan dan populasi hewan. Karya “Menghindar Tanpa Pamit” menggambarkan keresahan Brian atas hilangnya berbagai spesies hewan di sekitar kita akibat semakin pesatnya pembangunan dan pertumbuhan penduduk.
“Karya ini menggambarkan rasa seolah-olah menghilang tanpa jejak kepentingan manusia,” jelas Brian.
Sebagai seniman, ia merasakan pentingnya mengajak audiens merenungkan kembali dampak yang ditimbulkan aktivitas manusia terhadap ekosistem, terutama keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian alam.
Melalui karya ini, Brian mengharapkan publik bisa ikut merasakan kekhawatirannya atas masa depan ekosistem yang terus menipis. Brian mengajak orang-orang yang melihat karyanya untuk berpikir tentang tanggung jawab terhadap kelestarian sertamerawat alam.
“Betapa pentingnya menjaga habitat alami agar generasi mendatang dapat menikmati keanekaragaman hayati yang ada saat ini,” kata Brian.
Karyanya di Jakarta Biennale menjadi seruan agar masyarakat turut andil dalammenjaga keseimbangan ekosistem dan mengurangi eksploitasi terhadap alam demikeberlanjutan hidup bagi semua mahluk.
Pengalaman Brian Suebu dalam program residensi Baku Konek memberinya banyak ruang untuk berekspresi dan mempelajari berbagai perspektif seni dari lingkungan yang baru. Baginya, kesempatan berkarya dalam residensi Baku Konek dan menampilkanhasilnya di Jakarta Biennale merupakan pengalaman yang berharga.
“Saya sangat senang dan bersyukur bisa menjadi bagian dari Baku Konek dan karyanya dipamerkan di perayaan 50 tahun Jakarta Biennale. Ini kesempatan luar biasauntuk memperkenalkan perspektif saya tentang alam dan keberlanjutan di panggungyang besar, serta melihat bagaimana seni bisa mempengaruhi cara pandang orangtentang lingkungan,” ungkapnya.
Brian adalah satu dari 18 seniman yang dipilih dalam program Baku Konek, programresidensi yang difasilitasi oleh Manajemen Talenta Nasional (MTN) dan ruangrupa. Residensi ini dirancang untuk memberi kesempatan kepada seniman lokal dari seluruhIndonesia untuk berkolaborasi dan memperluas jangkauan karya mereka.
Di Jakarta Biennale yang berlangsung hingga 15 November 2024 di Taman Ismail Marzuki, karya Brian bersama karya seniman lain akan memberikan warna, pesan, dan dampak bagipara pengunjung, baik lokal maupun internasional.
Program residensi ini diinisiasi oleh ruangrupa dan Direktorat Pembinaan Tenaga danLembaga Kebudayaan (PTLK), Kementerian Kebudayaan melalui Manajemen TalentaNasional (MTN) Bidang Seni Budaya, dan berkolaborasi dengan komunitas sertakolektif seni di berbagai daerah di Indonesia.
Program Baku Konek memungkinkan para seniman untuk melakukan residensi diberbagai wilayah di Indonesia, membuka ruang bagi dialog antar budaya dan lingkungan.
Dalam perayaan 50 tahun Jakarta Biennale, karya-karya ini menjadi cerminan dari kompleksitas Indonesia yang kaya akan keberagaman budaya, sekaligus tantangan ekologis yang dihadapi masyarakat di seluruh nusantara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(WHS)