Sidoarjo (beritajatim.com) – Dinas Perumahan, Permukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang (Perkim CKTR) Sidoarjo menyatakan aturan tata ruang terkait larangan pembangunan makam di lahan komersial Perumahan Istana Mentari bersifat final dan tidak dapat diproses secara administratif.
Penegasan ini muncul dalam hearing di Komisi D DPRD Sidoarjo, Selasa (30/12/2025), guna merespons konflik antara pengembang dan warga terkait munculnya “makam dadakan” di kawasan tersebut.
Ruang rapat DPRD Sidoarjo berubah menjadi arena debat terbuka saat kelompok warga pro-makam bersitegang dengan Paguyuban Peduli Istana Mentari yang menolak keberadaan makam tersebut. Pihak pengembang menuding adanya pengerahan massa dan klaim aturan sepihak yang memicu polemik di lapangan.
“Pak RW menjadi salah seorang yang mendorong timbulnya makam dadakan itu,” ujar salah satu peserta hearing dari pihak developer saat memaparkan kronologi kejadian di hadapan anggota dewan.
Perwakilan developer, Citra, mengakui bahwa sengketa ini telah menyentuh aspek kemanusiaan yang sensitif, namun tetap harus berpijak pada legalitas formal. Ia menyoroti adanya komunikasi dari pihak RW yang mengklaim regulasi baru bisa digunakan untuk melegalkan makam tersebut demi kepentingan warga.
“Kami melihat dari sisi kemanusiaan, aturan, dan kebutuhan warga. Tapi developer menyebut RW setempat menegaskan makam bisa berdiri dengan aturan-aturan baru yang tidak disebutkan detail demi kepentingan warga,” kata Citra.
Kepala Dinas Perkim CKTR Sidoarjo, Bahruni Aryawan, langsung mematahkan klaim perubahan aturan tersebut. Menurutnya, secara teknis dan administratif, lahan komersial tidak bisa dialihfungsikan menjadi makam jika tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
“Jika Pak RW bilang aturan bisa dirubah, memang ada ruangnya. Tapi melihat kondisi lapangan, secara aturan dipastikan tidak bisa diproses. Aturan ini final,” tegas Bahruni dalam rapat tersebut.
Bahruni menambahkan bahwa kunci dari Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) perumahan adalah kesepakatan kolektif warga. Pemerintah tidak memiliki dasar hukum untuk memproses perubahan fungsi lahan jika mayoritas penghuni perumahan keberatan.
“Tumpuan PSU itu ada di warga. Kalau warga tidak menyetujui, dinas juga tidak berani melakukan perubahan,” lanjut Bahruni. Ia bahkan memberikan saran langsung kepada pihak keluarga yang memakamkan jenazah di lokasi tersebut agar bersiap melakukan relokasi secara mandiri. “Kalau tidak dapat persetujuan warga, ahli waris harus legowo membongkar makam itu.”
Di tengah tensi tinggi, Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo, Dhamroni, berupaya mencari jalan tengah melalui pendekatan asas kemanfaatan. Ia menyinggung adanya janji dari pihak ahli waris untuk mewakafkan lahan dan membangun fasilitas sosial tambahan jika makam diperbolehkan tetap berdiri.
“Warga perlu menimbang ulang asas kemanfaatan makam ini, apalagi ada janji ahli waris untuk mewaqafkan lahan dan membangun Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ),” ujar H. Dhamroni. Ia mendesak agar kedua belah pihak segera mencapai kesepakatan agar konflik sosial tidak terus berlarut di tingkat akar rumput.
Merespons tekanan dari berbagai pihak, keluarga ahli waris memilih untuk bersikap pasrah. Mereka menyatakan tidak akan melakukan perlawanan hukum atau fisik jika keputusan akhir mengharuskan makam tersebut dipindahkan.
“Apapun keputusannya, keluarga siap menerima dengan lapang dada,” tutur perwakilan keluarga ahli waris di akhir sesi persidangan.
Pakar tata ruang Agung Priambodo menilai kasus Istana Mentari menjadi preseden penting bagi pengelolaan lahan perumahan di Indonesia. Menurutnya, pengubahan fungsi lahan secara sepihak sebelum PSU diserahkan kepada pemerintah daerah adalah bentuk pelanggaran administratif serius.
“Polemik Istana mentari, kini menjadi preseden penting bagi banyak daerah di Indonesia, khususnya dalam isu perubahan fungsi lahan sepihak di kawasan perumahan yang masih berada di bawah kontrol developer,” jelas Agung. Ia memperingatkan bahwa pembiaran terhadap perubahan fungsi lahan tanpa revisi siteplan resmi dapat berimplikasi hukum di masa depan. [isa/ian]
