TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sektor usaha kecil Indonesia mencatatkan tingkat pertumbuhan 83 persen di 2024, naik dari 80 persen di 2023, menjadikannya yang tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Survei tahunan CPA Australia 2024 memperkirakan, 87 persen usaha kecil Indonesia akan terus tumbuh di 2025.
Capaian ini menempatkan Indonesia di antara tiga pasar paling progresif dari 11 negara Asia-Pasifik yang disurvei, termasuk Australia, Tiongkok, dan Singapura.
Di tengah ketidakpastian global, pelaku usaha kecil Indonesia menunjukkan kepercayaan diri yang kuat terhadap perekonomian nasional.
Sebanyak 76 persen dari mereka memperkirakan ekonomi Indonesia akan terus berkembang pada 2025, jauh melampaui rata-rata Asia-Pasifik yang hanya mencapai 67 persen.
“Usaha kecil Indonesia adalah yang tercepat pertumbuhannya di kawasan ini,” ungkap Dr. Hendro Lukman, Ketua Komite Penasihat CPA Australia di Indonesia dalam keterangannya, Senin (14/4/2025).
Ia menambahkan, kombinasi antara fokus pada teknologi dan stabilitas ekonomi domestik menjadi pendorong utama optimisme ini.
Adopsi teknologi menjadi kunci sukses usaha kecil Indonesia.
Pada 2024, 68 persen usaha kecil yang berinvestasi pada teknologi melaporkan peningkatan profitabilitas, menempatkan Indonesia di peringkat ketiga di antara 11 pasar yang disurvei.
Transformasi digital juga terlihat dari maraknya penggunaan pembayaran digital seperti OVO, GoPay, ShopeePay, dan Dana.
Sebanyak 74 persen usaha kecil mencatat bahwa lebih dari 10 persen penjualan mereka berasal dari kanal digital, melonjak signifikan dari 54 persen sebelum pandemi Covid-19.
Inovasi menjadi ciri khas sektor ini. Pada 2025, 37 persen usaha kecil berencana meluncurkan produk, layanan, atau model bisnis baru yang unik, baik untuk pasar lokal maupun global.
“Pengusaha muda Indonesia, yang 85 persen berusia di bawah 50 tahun, menunjukkan dinamisme luar biasa. Mereka tidak hanya mengadopsi teknologi, tetapi juga berpikir visioner dan berfokus pada kebutuhan pelanggan,” kata Dr. Hendro.
Ancaman Siber
Namun, di balik pesatnya digitalisasi, ancaman serangan siber menjadi bayang-bayang yang kian nyata.
Survei CPA Australia mengungkapkan bahwa 50 persen usaha kecil Indonesia mengalami kerugian akibat serangan siber pada 2024, lebih tinggi dari rata-rata Asia-Pasifik sebesar 40 persen.
Lebih mengkhawatirkan lagi, 54 persen usaha kecil memperkirakan ancaman ini akan meningkat pada 2025. Sayangnya, hanya 48 persen yang telah mengevaluasi keamanan siber mereka dalam enam bulan terakhir.
“Minimnya kesiapan terhadap ancaman siber bisa menggerus kepercayaan pelanggan dan mengancam keberlanjutan bisnis,” tegas Dr. Hendro. Ia menyarankan usaha kecil untuk lebih proaktif, seperti dengan melakukan audit keamanan rutin dan mengedukasi karyawan tentang praktik digital yang aman.
Tantangan Pembiayaan Eksternal
Selain ancaman siber, akses pembiayaan tetap menjadi batu sandungan bagi banyak usaha kecil.
Pada 2024, 75 persen usaha kecil mencari pembiayaan eksternal, dengan 59 persen di antaranya bertujuan untuk mendukung ekspansi bisnis.
Meski begitu, lebih dari sepertiga di antaranya menghadapi kendala dalam mendapatkan dana, meskipun bank masih menjadi sumber utama pembiayaan.
Hendro menekankan pentingnya literasi keuangan untuk mengatasi tantangan ini.
“Peningkatan literasi keuangan akan membantu usaha kecil memahami opsi pembiayaan yang tersedia dan mengelola keuangan mereka dengan lebih baik,” ujarnya.
CPA Australia meluncurkan Panduan Pengelolaan UMKM pada akhir 2024, yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan finansial pelaku usaha kecil.
Langkah pemerintah juga patut diapresiasi. Rancangan regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mempermudah akses pembiayaan bagi UMKM diharapkan menjadi angin segar bagi sektor ini.
“Regulasi ini, ditambah dengan inisiatif peningkatan kapasitas, akan membantu usaha kecil bertahan di tengah ketidakpastian global,” tambah Hendro.
Tantangan Geopolitik
Di sisi lain, tarif impor sebesar 32 persen yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap produk Indonesia menjadi tantangan baru bagi usaha kecil yang berorientasi ekspor.
Hendro menyarankan pelaku usaha untuk mendiversifikasi pasar ke negara-negara ASEAN, Tiongkok, atau Eropa.
“Usaha kecil yang sudah mengekspor ke AS perlu berkonsultasi dengan profesional untuk mengevaluasi dampaknya atau menjajaki pasar baru,” katanya.
“Pengusaha kecil Indonesia dikenal memiliki visi jangka panjang dan keberanian mengambil risiko. Tarif ini mungkin hanya gangguan sementara bagi mereka,” tuturnya.
Dengan momentum pertumbuhan yang kuat, usaha kecil Indonesia berada di jalur yang tepat untuk menjadi tulang punggung ekonomi nasional.
Namun, keberhasilan mereka di 2025 akan bergantung pada kemampuan mengatasi ancaman siber, meningkatkan akses pembiayaan, dan menavigasi tantangan geopolitik.
Dukungan dari pemerintah, asosiasi seperti CPA Australia, dan semangat inovatif para pengusaha muda menjadi kunci untuk mempertahankan optimisme ini.
“Usaha kecil Indonesia bukan hanya bertahan, tetapi juga berkembang dengan cara yang menginspirasi. Mereka adalah cerminan ketangguhan dan semangat wirausaha bangsa ini. Dengan langkah yang tepat, sektor ini siap mencetak prestasi lebih besar di tahun mendatang,” katanya. (Eko Sutriyanto)
FOTO : USAHA KECIL MENENGAH – Booth CPA Australia dalam sebuah acara. Survei tahunan CPA Australia 2024, sektor usaha kecil Indonesia mencatatkan tingkat pertumbuhan 83 persen pada tahun lalu, naik dari 80 persen di 2023, menjadikannya yang tertinggi dalam lima tahun terakhir (IST)