Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Sektor Perhotelan Was-was Terdampak dari Pemotongan Anggaran Perjalanan Dinas Pemerintah – Halaman all

Sektor Perhotelan Was-was Terdampak dari Pemotongan Anggaran Perjalanan Dinas Pemerintah – Halaman all

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) was-was akan terdampak dari kebijakan pemangkasan anggaran belanja perjalanan dinas sebesar minimal 50 persen.

Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran, menyampaikan kebijakan tersebut berpotensi melumpuhkan aktivitas perhotelan dan restoran di luar pulau Jawa dan daerah kecil.

Bahkan, menurutnya beberapa hotel di daerah mendapatkan kontribusi pendapatan dari kunjungan dan aktivitas Pemerintah Daerah dan Pusat sebesar 50 persen hingga 70 persen. Pangsa pasar di Indonesia bagian timur, seperti Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, dapat mencapai 70 persen.

“Porsinya bisa 40-50 persen. Ada daerah-daerah tertentu yang mungkin kontribusinya malah lebih besar, bisa sampai 60 bahkan ada 70 persen,” ujar Yusran saat dihubungi Tribunnews, Selasa (28/1/2025).

Menurutnya, dengan pemerintah melakukan penghematan atau pemotongan anggaran untuk memotong biaya perjalanan dinas, akan berdampak tidak hanya ke sektor perhotelan saja, tapi juga ke sektor transportasi.

“Hotel bukan satu-satunya yang terdampak, karena banyak ekosistem usaha di dalamnya. Contoh kebutuhan kamar, kebutuhan kamar mandinya, belum makan minumannya. Itu kan mereka menyerap dari berbagai lini usaha. Sektor transportasinya juga akan berdampak,” tutur Yusran.

Yusran mencontohkan, tahun 2015, Presiden Joko Widodo juga sempat menekan anggaran perjalanan dinas. Selama tiga bulan, sektor hotel dan restoran mengalami penurunan pemasukan karena sepi tamu. Akhirnya, pemerintah mengevaluasi kebijakan tersebut karena dianggap tidak tepat.

 “2015 pernah, dan itu hanya bertahan 3 bulan karena ternyata dampak ekonomi juga cukup besar akhirnya. Nah sekarang tahun ini dilakukan oleh Presiden. Mungkin pemerintah nanti akan melihat bagaimana dampak ekonomi kedepan dari keputusan yang sudah dikeluarkan tersebut,” terang Yusran.

Yusran berujar, dampak dari pemangkasan anggaran dinas sudah terlihat dari kuartal empat 2024. Sebab, seharusnya akhir tahun tingkat okupansi hotel meningkat lantaran libur akhir tahun. Tapi, malah menurun di kisaran 1 persen.

“Oktober ke November itu okupansi rata-ratanya meningkat, malah turun 1 persen kan. Padahal biasanya di kuartal keempat itu sampai bulan Desember itu kan terus berjadi peningkatan,” tambah Yusran.

PHRI mengkhawatirkan, jika berdampak terlalu dalam akan terjadi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri pariwisata. Gambaran bagaimana dampak kebijakan pemotongan anggaran dinas, akan terasa di Maret-April 2025.

“Sudah pasti, karena setiap usaha itu tentu akan melihat kemampuannya untuk membayar karyawannya dan keberlangsungan bisnisnya itu sendiri. Tapi itu kan baru hotel, belum yang lain-lain. Nah ini yang kita beri gambaran ke pemerintah itu kan sebenarnya multiplier effect,” sambungnya.

Sebelumnya, dalam upaya menjaga stabilitas fiskal dan meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, pemerintah menerapkan langkah efisiensi anggaran belanja K/L sebesar Rp 256,1 triliun untuk tahun anggaran 2025.

Hal ini sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang ditegaskan melalui Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025. Dalam hal ini, Sri Mulyani menginstruksikan Menteri/Pimpinan Lembaga untuk melakukan identifikasi rencana efisiensi belanja K/L.

Efisiensi ini mencakup belanja operasional dan non operasional di seluruh K/L. Kendati begitu, Sri Mulyani menjelaskan bahwa rencana penghematan tersebut tidak akan menyentuh belanja pegawai maupun bantuan sosial (bansos).

Merujuk pada lampiran surat Menkeu tersebut, ada beberapa item identidikasi rencana efisiendi, di antaranya sebagao berikut:

1. Alat Tulis Kantor (ATK), dengan efisiensi 90,0 persen.

2. Kegiatan Seremonial, dengan efisiensi 56,9 persen.

3. Rapat, Seminar dan sejenisnya, dengan efisiensi 45,0 persen.

4. Kajian dan Analisis, dengan efisiensi 51,5 persen.

5. Diklat dan Bimtek, dengan efisiensi 29,0 persen

6. Honor Output Kegiatan dan Jasa Profesi, dengan efisiensi 40,0 persen.

7. Percetakan dan Souvenir, dengan efisiensi 75,9 persen.

8. Sewa Gedung, Kendaraan dan Peralatan, dengan efisiensi 73,3 persen.

9. Lisensi Aplikasi, dengan efisiensi 21,6 persen.

10. Jasa Konsultan, dengan efisiensi 45,7 persen.

11. Bantuan Pemerintah, dengan efisiensi 16,7 persen.

12. Pemeliharaan dan Perawatan, dengan efisiensi 10,2 persen.

13. Perjalanan Dinas, dengan efisiensi 53,9 persen.

14. Peralatan dan Mesin, dengan efisiensi 28,0 persen.

15. Infrastruktur, dengan efisiensi 34,3 persen.

16. Belanja lainnya, dengan efisiensi 59,1 persen.

Merangkum Semua Peristiwa