Tidak sampai dua tahun, Dewi, bukan nama sebenarnya, berkali-kali naik pangkat di tempat kerjanya, sebuah restoran di pusat kota Melbourne.
Ia mulai bekerja di sana sebagai pekerja lepasan atau istilahnya ‘casual’, hingga akhirnya menjadi manajer di salah satu cabang restoran tersebut.
Dewi mengatakan pernah mendapat kesan kalau restoran tempatnya bekerja akan mensponsorinya agar ia bisa tetap bekerja di Australia.
Tapi ia mengaku kecewa ketika perusahaan tersebut tidak jadi mensponsori visa kerjanya.
“Awal-awal itu bilang, ‘oke, kita bisa sponsor’, tapi karena saya lulusan accounting … jadi niatnya adalah skill sponsor buat accounting, terus mereka bilang ‘kita akan berdiskusi sama visa agent’,” jelasnya.
“Yang saya bingungkan adalah waktu itu mereka sudah sempat ngomong saya eligible, dan dari sisi mereka bakal bisa support, seperti dokumen-dokumen dan urusan legal.”
Dewi mengirimkan sebuah ‘screenshot’ dokumen kepada ABC Indonesia, yang menunjukkan perusahaan tersebut mengatakan bisa dan ingin mensponsori visa kerja Dewi.
“Makanya saya sudah enggak terlalu mikirin visa atau cari visa-visa yang lain karena saya pikir sudah bakal dapat.”
Dewi mengatakan dirinya mulai merasakan “ada yang aneh”, ketika ia kembali bertanya jika ada pilihan visa lainnya.
“Tapi mereka langsung jawab .. unfortunately enggak bisa.”
Harus dibutuhkan perusahaan
Ada beberapa cara agar perusahaan di Australia bisa mensponsori visa karyawannya.
Salah satunya adalah dengan mensponsori visa kerja terlebih dahulu, yang nantinya bisa membuka jalan bagi karyawannya untuk mengajukan visa permanen agar bisa menetap di Australia, jika memenuhi persyaratan.
Ada juga perusahaan yang secara langsung memberikan sponsor untuk menjadi penduduk tetap, tapi tergantung pada sejumlah faktor seperti kualifikasi, jenis pekerjaan, usia, serta lokasi.
Konfir Kabo, pengacara asal Indonesia di Melbourne yang sudah berkecimpung di bidang imigrasi selama 20 tahun, mengatakan ketika sebuah perusahaan berjanji untuk memberikan sponsor, sebaiknya dilakukan tertulis.
Perjanjian yang tertulis setidaknya memberikan kejelasan, meski tidak memberikan jaminan, ujarnya.
Konfir mengatakan semua tergantung pada kelayakan perusahaan untuk mensponsori, karena bisa saja kondisi bisnis mereka memburuk.
“Perusahaan tidak akan mensponsori kamu, kecuali benar-benar membutuhkan kamu,” ujarnya.
“Terlalu banyak yang harus dikerjakan, banyak komitmen … kamu harus menempatkan diri sebagai orang yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan.
“Pada akhirnya, hal terpenting adalah menjadikan diri kamu tidak bisa tergantikan. Begitu kamu tidak tergantikan, perusahaan tidak punya pilihan selain mensponsori kamu.”
Dianggap kesempatan, tapi bukan hak
Ali, juga bukan nama sebenarnya, yang sudah bekerja sebagai ‘chef’ selama 3 tahun di Melbourne, mengalami hal serupa dengan Dewi.
Ia bekerja di sebuah restoran di kawasan South Yarra, Melbourne, yang baru dibuka awal tahun 2024.
Ali sudah beberapa kali diberitahu kalau restorannya berniat untuk mensponsorinya setelah masa berlaku visanya habis bulan Desember ini.
Kepada ABC Indonesia, ia mengatakan sudah memenuhi persyaratan untuk disponsori, walaupun masih di bawah ambang minimal gaji per tahun yang dibutuhkan.
Setelah beberapa bulan tanpa pembicaraan lebih lanjut, Ali mulai ragu jika restorannya benar-benar akan mensponsorinya.
“Saya tanya lagi ke atasanku tentang sponsor yang dijanjikan dan dia bilang, ‘oh saya lupa, ya sudah entar saya akan tanya yang punya restoran tentang sponsorship-mu,” jelas Ali.
“Besoknya, dia bilang, ‘maaf, kami sudah tidak bisa lagi mensponsori karena pemilik usaha sudah menghabiskan terlalu banyak dana untuk mensponsori yang lebih senior.'”
“Bete, [padahal] saya udah kerja dari awal buka restoran.”
Ali merasa tidak diprioritaskan, karena restoran tersebut sudah mensponsori visa permanen untuk tiga pegawai di tahun ini, termasuk satu rekan kerjanya yang dianggap lebih punya pengalaman dan dibutuhkan perusahaan.
Konfir mengatakan saat ini mensponsori karyawan untuk mendapatkan visa agar mereka bisa bekerja dan tinggal lebih lama, bahkan sampai menetap di Australia, memang sedang sulit.
“Tidak ada solusi yang terjamin untuk mendapatkan PR [Permanent Resident], belakangan ini memang sulit, apalagi meminta untuk disponsori perusahaan,” ujar Konfir.
“Bukan terhadap orang Indonesia saja, ini juga sering terjadi di komunitas lain-lainnya juga.
“Orang-orang harusnya melihat itu [peluang disponsori] sebagai sebuah kesempatan, dibanding sebagai hak mereka.”
Tapi Konfir mengingatkan agar karyawan selalu mengecek latar belakang perusahaan sebelum meminta sponsor.
“Karena banyak perusahaan kecil yang tidak memberikan sponsor, mereka tidak punya kemampuan,” katanya.
“Banyak perusahaan kecil yang pembukuannya enggak bersih, sementara jika mereka mau mensponsori seseorang, mereka harus memberikan pembukuan tersebut ke pihak imigrasi.”
Ada juga yang berhasil
Baskara Natsky sudah bekerja sebagai ‘chef’ sejak tahun 2016 di sebuah grup ‘hospitality’.
Selama setahun terakhir, Baskara mengatakan kariernya melaju pesat, sehingga merasa menjadi aset bagi restoran ‘fine dining’ tempatnya bekerja.
Hanya dalam beberapa bulan pertama, Baskara berhasil mendapatkan sponsor visa kerja.
“Mereka bisa membuka sponsorship itu, dengan catatan waktu saya kerja harus bagus … enggak bisa main-main,” katanya.
“Soalnya itu komitmen yang cukup panjang yang bisa dua, tiga tahun, jadi company harus sure … yakin bahwa ‘okay, you bring in something’,” jelasnya.
Baskara mengatakan semua biaya pengajuan visa dibayar oleh perusahaan.
Di antara ketentuan sponsor visa kerja adalah bekerja di perusahaan tersebut selama dua tahun dan untuk tidak memiliki pekerjaan sampingan, kata Baskara.
Dengan sisa satu tahun lagi untuk bisa mengajukan visa permanen, Baskara menimbang masa depannya.
“Saya fokusnya dapat PR [permanent resident] dulu, gimana pun caranya. Saya juga kerja dengan baik, habis itu kita lihat lah ke depannya kayak gimana,” katanya.
Catatan redaksi: Artikel ini memuat cerita dari mereka yang bekerja di bidang ‘hospitality’, tapi bukan berarti hanya karyawan di industri ini yang mengalami perusahaan mereka tidak jadi memberikan sponsor visa kerja atau visa untuk menetap di Australia.