Sejarah Gedung Grahadi Surabaya: Dari Rumah Kebun Belanda ke Rumah Dinas Gubernur Jatim Surabaya 30 Agustus 2025

Sejarah Gedung Grahadi Surabaya: Dari Rumah Kebun Belanda ke Rumah Dinas Gubernur Jatim
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        30 Agustus 2025

Sejarah Gedung Grahadi Surabaya: Dari Rumah Kebun Belanda ke Rumah Dinas Gubernur Jatim
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Di jantung Kota Surabaya, berdiri sebuah bangunan megah yang sarat dengan sejarah, Gedung Negara Grahadi.
Bangunan ini ada pada tahun 1795 pada masa Residen Dirk Van Hogendorps (1794–1798).
Gedung ini awalnya menghadap ke arah utara, tepat ke Kalimas.
Sebab, dari terasnya, para penghuni bisa menikmati sore sambil menyesap teh, sembari menyaksikan perahu-perahu melintas di sungai yang kala itu menjadi jalur transportasi utama.
Namun, pada tahun 1802, gedung ini diubah menghadap ke selatan seperti bentuk yang kita lihat sekarang.
Meski usianya sudah ratusan tahun, fungsinya masih terjaga sebagai rumah dinas Gubernur Jawa Timur sekaligus tempat menerima tamu negara, pelantikan pejabat, hingga upacara peringatan hari nasional.
Setiap tanggal 17 Agustus, Gedung Grahadi juga menjadi saksi upacara penaikan bendera merah putih.
Tradisi ini menghadirkan kelompok masyarakat, pelajar, hingga mahasiswa dari berbagai daerah di Jawa Timur.
Apalagi sejak 1991, Pemprov Jawa Timur pun membuka gedung ini untuk wisata publik, sehingga masyarakat bisa lebih dekat dengan jejak sejarah kotanya.
Dari rumah kebun, pesta, hingga simbol kenegaraan
Pada awal keberadaannya, Gedung Grahadi berada di pinggiran kota dan difungsikan sebagai rumah kebun pejabat Belanda.
Tidak jarang, gedung ini menjadi tempat pertemuan atau pesta.
Seiring berkembangnya Kota Surabaya, kini justru berada di tengah kota, berhadapan langsung dengan dinamika modern, tanpa kehilangan wibawanya sebagai simbol pemerintahan Jawa Timur.
Bahkan, di areanya terdapat rumah dinas gubernur yang berada di sisi timur bangunan.
Hingga kini, kompleks ini tetap menjadi pusat aktivitas penting, baik dalam lingkup pemerintahan maupun kenegaraan.
Jejak Panjang dari Kolonial hingga Kemerdekaan
Menurut catatan
cagarbudaya.kemdikbud.go.id
, Gedung Grahadi sempat dihuni sejumlah pejabat kolonial.
Setelah Dirk Van Hogendorps, bangunan ini ditempati Fredrik Jacob Rothenbuhler (1799–1809).
Pada masa Herman William Deandels tahun 1810, gedung direnovasi bergaya empire style atau Dutch Colonial Villa.
Desainnya merupakan hasil perpaduan arsitektur neo klasik Prancis dengan sentuhan khas Hindia Belanda.
Pada tahun 1870, gedung ini menjadi rumah Residen Surabaya, lalu saat pendudukan Jepang, difungsikan sebagai kediaman Gubernur Jepang (Syuuchockan Kakka).
Pasca Proklamasi Kemerdekaan, gedung ini resmi digunakan sebagai rumah dinas Gubernur Jawa Timur, fungsi yang bertahan hingga kini.
Tetap tegak sebagai saksi perjuangan
Bukan hanya Grahadi, di seberangnya juga berdiri Kantor Gubernur Jawa Timur yang kaya makna sejarah.
Dibangun tahun 1929 dan selesai 1931 oleh arsitek Belanda Ir. W Lemci, gedung ini menjadi lokasi perundingan antara Presiden Soekarno dan Jenderal Hawtorn pada Oktober 1945.
Dari sinilah pula Gubernur Soerjo menolak ultimatum menyerah kepada Sekutu pada 9 November 1945, sehari sebelum pertempuran besar 10 November meletus.
Kini, Gedung Negara Grahadi bukan hanya sekadar bangunan kolonial, tetapi juga simbol perjalanan panjang Jawa Timur, dari masa penjajahan, perjuangan, hingga kemerdekaan.
 
Sumber: wikipedia dan cagarbudaya.kemdikbud.go.id
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.