Bisnis.com, JAKARTA — Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia baru saja meluncurkan Economics Outlook 2025 dan memperkirakan tren pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di kisaran 5%.
Angka pertumbuhan tersebut masih jauh dari target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto mencapai 8% untuk mengejar Indonesia Emas 2045.
CORE Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar antara 4,8% sampai 5% pada 2025, padahal tinggal 10 tahun Indonesia bisa memanfaatkan bonus demografi. Lalu apa yang harus dilakukan?
Ekonom Senior dan Founder CORE Indonesia Hendri Saparini mengatakan jika kondisi kebijakan dan pertumbuhan ekonomi saat ini tidak segera diperbaiki, maka sandwich generation akan semakin banyak jumlahnya.
“Kalau tidak diperbaiki, ke depan adik-adik yang masih sekolah, kuliah akan masuk menjadi kelompok sandwich generation. Harus menanggung orang tua, menanggung anak. Jadi, ini menjadi tugas kita bersama,” ujarnya dalam CORE Indonesia Economics Outlook 2025 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (23/11/2024).
Indonesia sudah terjebak dengan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5% selama belasan tahun, yang membuat Indonesia terjebak dalam middle income trap atau jebakan kelas menengah.
Menurutnya, hal pertama dan paling penting untuk membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia melesat adalah dengan memastikan bahwa kabinet Presiden Prabowo meyakini bahwa ekonomi Indonesia bisa tumbuh di atas 5%.
“Karena sekarang ini masih banyak timnya yang mengatakan yang memang kita kebagiannya hanya 5%. Nah, kalau ini sudah terjadi, tidak akan ada peluang untuk memikirkan strategi agar lebih tinggi,” paparnya.
Kemudian, merevitalisasi industri eksisting dan juga mendorong investasi industri-industri baru. Hal ini bisa dilakukan dengan mendukung hilirisasi, yang juga didukung kebijakan untuk memperkuat industri domestik.
“Sayangnya, kebijakan fiskal dan perdagangan yang ada sekarang belum mendukung sepenuhnya perkembangan industri. Jadi, tidak ada kita akan melompat kalau itu tidak kita lakukan,” terangnya.
Saran lainnya adalah dengan harmonisasi kebijakan fiskal, perdagangan, industri, dan investasi. Kemudian, membangun sarana infrastruktur yang terintegrasi baik secara fisik untuk mendukung produksi dan distribusi produksi nasional di berbagai wilayah dan non-fisik seperti reformasi birokrasi, dan pembangunan SDM yang terintegrasi antara pusat dengan daerah.
Kemudian, adanya sinergi BUMN, swasta, dan UMKM untuk memeratakan pembangunan dan kesejahteraan seluruh rakyat.
“Kalau kita melihat negara lain, Korea Selatan, Jepang, Taiwan mereka melakukan lompatan dan berhasil, dengan memajukan industri manufaktur. Sementara Indonesia malah turun terus dari sisi manufaktur. Makanya kita harus bekerja sama agar bisa mendorong itu agar ekonomi bisa tumbuh di atas 5%,” paparnya.