PIKIRAN RAKYAT – Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengajak masyarakat melawan perusak konstitusi. Hal itu disampaikannya dalam acara bedah buku “Standing Firm for Indonesia’s Democracy: An Oral History of President Susilo Bambang Yudhoyono” di KBRI Tokyo, Jepang, hari ini, Minggu 9 Maret 2025.
Eks Presiden ke-6 RI tersebut menghadiri bedah buku itu di depan mahasiswa dan akademisi Jepang seraya menyoroti pentingnya menjaga nilai-nilai demokrasi. Menurutnya, itu adalah hal yang penting karena kini ada fenomena kemunduran demokrasi secara global.
Buku yang dibedah berisi tentang sejarah lisan pertama dari SBY semasa menjadi presiden pada 2004 sampai 2014. Sebagai presiden pertama yang dipilih rakyat Indonesia secara langsung, ia dianggap berperan dalam demokratisasi pada saat itu.
“Diwawancarai oleh tim spesialis Indonesia selama lebih dari 30 jam, rekaman lisan membantu pembaca memahami pemikiran Presiden Yudhoyono dengan suaranya sendiri, dan juga, kebijakan dan tindakannya,” demikian deskripsi buku yang ditulis ilmuwan politik Jepang, Takashi Shiraishi, Nobuhiro Aizawa, Jun Honna, dan Wahyu Prasetyawan.
SBY ajak rakyat melawan konstitusi
Dalam acara bedah buku di KBRI Tokyo, SBY menyebut perlunya rakyat menjaga demokrasi yang sudah ada. Jika ada perusak konstitusi, hal itu perlu diperangi melalui check and balances, dilansir dari laman ANTARA.
“Kalau kita bicara demokrasi kita, mari kita jaga, fight for democracy, fight against segala sesuatu yang merusak demokrasi, yang merusak konstitusi, yang merusak kerangka bernegara, yang merusak adanya checks and balances,” ujarnya.
Menurut ayah Menko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan itu, kini banyak ditemukan kemunduran demokrasi di negara-negara di dunia. Padahal, negara tersebut kerap mendaku diri sebagai pejuang demokrasi.
“Negara-negara besar yang konon dianggap sebagai champions of democracy, negara-negara yang lecturing us, menguliahi kita… dalam kenyataannya, negara-negara itu tidak imun dari kemunduran-kemunduran dalam demokrasi mereka,” ucapnya.
SBY dan buku tentang dirinya yang dibedah di KBRI Tokyo, Jepang. Kolase foto ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nz dan Amazon
Salah satu indikator demokrasi yang disinggung Ketua Dewan Pengawas Danantara bersama Jokowi ini adalah kebebasan berekspresi. Menurut pengalamannya, saat menjadi TNI, ia mengaku sudah menghargai kebebasan tersebut, jika digunakan secara tepat hal itu harus dihormati.
“Waktu saya masih sangat muda, we love democracy. Kalau yang disampaikan mahasiswa itu ekspresi dari freedom of speech, mengapa kita menjadi gusar?” tuturnya.
Setelah tidak menjadi presiden, SBY kini mendukung pemerintahan Prabowo Subianto dengan menjadi bagian dari solusi pada pemerintahan. Hal yang pernah disampaikan pria 75 tahun itu adalah perlunya sang presiden meningkatkan komunikasi dengan siapapun yang mengkritiknya.
“Saya sudah sampaikan kepada Presiden Prabowo beberapa saat yang lalu, pentingnya meningkatkan komunikasi yang genuine antara istana dengan mereka yang menyampaikan kritik, dan Pak Prabowo mengatakan, ‘Kami terus meningkatkan kualitas komunikasi’,” ujarnya.
Demikian pernyataan SBY tentang perlunya rakyat melawan perusak konstitusi saat menghadiri bedah buku di KBRI Tokyo, Jepang. Buku itu ditulis akademisi Jepang tentang perjalanannya saat menjadi Presiden RI pada 2004-2014.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News