Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the acf domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/xcloud.id/public_html/wp-includes/functions.php on line 6121
Sampah Plastik Kemasan Gelas Mendominasi, Gubernur Bali Siapkan Sanksi – Xcloud.id
Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Sampah Plastik Kemasan Gelas Mendominasi, Gubernur Bali Siapkan Sanksi

Sampah Plastik Kemasan Gelas Mendominasi, Gubernur Bali Siapkan Sanksi

Denpasar: Pemerintah Provinsi Bali mengambil langkah tegas terhadap lonjakan sampah plastik yang didominasi wadah air minum dalam kemasan (AMDK) berukuran kecil. Untuk mengurangi sampah plastik, Gubernur Bali Wayan Koster mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah. 

Melalui surat edaran tersebut Gubernur Wayan Koster secara resmi melarang produksi AMDK dengan volume kurang dari 1 liter. Tak hanya larangan, sanksi tegas juga disiapkan bagi produsen yang melanggar, mulai dari peninjauan hingga pencabutan izin usaha, serta pengumuman publik bahwa perusahaan tersebut tidak ramah lingkungan.

“Saya akan mengumpulkan semua produsen, termasuk Danone. Tidak boleh lagi memproduksi minuman kemasan yang satu liter ke bawah. Kan ada yang kayak gelas, itu enggak boleh lagi. Kalau galon boleh,” kata Wayan Koster pada Minggu, 6 April 2025. 

Gubernur Bali Koster menegaskan, kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi timbunan sampah. Tercatat pada 2024, timbunan sampah telah mencapai 1,2 juta ton di Bali. Ia juga menyiapkan langkah transparan jika ada perusahaan yang tetap membandel. 

“Kami akan umumkan kepada publik melalui media sosial, bahwa pelaku usaha itu tidak ramah lingkungan dan tidak layak dikunjungi,” ujarnya tegas.

Dengan larangan ini, Bali mengambil langkah besar dalam perang melawan sampah plastik, khususnya terhadap produsen AMDK yang terus memproduksi kemasan gelas, bungkus sedotan, dan sedotan plastik sekali pakai. 

 

Terkait dengan hal itu, laporan Brand Audit 2024 oleh Sungai Watch mengungkap bahwa salah satu penyumbang utama sampah plastik di Bali adalah air minum kemasan gelas berukuran 220 ml yang didominasi oleh salah satu perusahaan AMDK tersohor di Tanah Air. Perusahaan tersebut menyumbang sampah plastik di Bali dengan 10.334 item sampah kemasan gelas.

Secara keseluruhan, perusahaan market leader AMDK tersebut turut menyumbang hingga 39.480 item sampah plastik di Bali dan Jawa Timur. Jenis sampah yang ditemukan meliputi botol, gelas plastik, bungkus sedotan, hingga sedotan sekali pakai. Selama empat tahun terakhir, perusahaan ini konsisten menempati posisi teratas dalam daftar pencemar plastik terbesar di wilayah tersebut.

Komposisi sampah yang ditemukan dari perusahaan tersebut terdiri dari 65 persen botol dan 30 persen kemasan gelas plastik. Sisanya, adalah komponen kemasan lain seperti tutup galon dan sedotan plastik sekali pakai.

Meskipun perusahaan tersebut mengklaim bahwa seluruh kemasan merek 100 persen dapat didaur ulang, Sungai Watch menilai hal itu tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Kemasan gelas, bungkus sedotan, dan sedotan plastik yang diproduksi mereka justru menjadi jenis sampah yang paling sulit dikumpulkan dan didaur ulang karena ukurannya kecil serta nilai ekonominya rendah.

Lebih lanjut, Sungai Watch juga menyoroti strategi pemasaran perusahaan yang dinilai sebagai bentuk greenwashing. Perusahaan disebut telah menghapus produk kemasan gelas 220 ml dari situs resminya dan menggantinya dengan kemasan baru berlabel ‘Cube’ dengan volume yang sama. Namun, di pasar, produk kemasan kecil bahkan ditemukan dalam ukuran yang lebih kecil, yakni 200 ml, tetapi dengan harga yang sama.

“Publik mengharapkan tindakan bermakna, bukan perubahan menipu yang mengganti satu bentuk sampah ke bentuk lainnya,” tulis Sungai Watch dalam laporannya.

Denpasar: Pemerintah Provinsi Bali mengambil langkah tegas terhadap lonjakan sampah plastik yang didominasi wadah air minum dalam kemasan (AMDK) berukuran kecil. Untuk mengurangi sampah plastik, Gubernur Bali Wayan Koster mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah. 
 
Melalui surat edaran tersebut Gubernur Wayan Koster secara resmi melarang produksi AMDK dengan volume kurang dari 1 liter. Tak hanya larangan, sanksi tegas juga disiapkan bagi produsen yang melanggar, mulai dari peninjauan hingga pencabutan izin usaha, serta pengumuman publik bahwa perusahaan tersebut tidak ramah lingkungan.
 
“Saya akan mengumpulkan semua produsen, termasuk Danone. Tidak boleh lagi memproduksi minuman kemasan yang satu liter ke bawah. Kan ada yang kayak gelas, itu enggak boleh lagi. Kalau galon boleh,” kata Wayan Koster pada Minggu, 6 April 2025. 

Gubernur Bali Koster menegaskan, kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi timbunan sampah. Tercatat pada 2024, timbunan sampah telah mencapai 1,2 juta ton di Bali. Ia juga menyiapkan langkah transparan jika ada perusahaan yang tetap membandel. 
 
“Kami akan umumkan kepada publik melalui media sosial, bahwa pelaku usaha itu tidak ramah lingkungan dan tidak layak dikunjungi,” ujarnya tegas.
 
Dengan larangan ini, Bali mengambil langkah besar dalam perang melawan sampah plastik, khususnya terhadap produsen AMDK yang terus memproduksi kemasan gelas, bungkus sedotan, dan sedotan plastik sekali pakai. 
 
 

 
Terkait dengan hal itu, laporan Brand Audit 2024 oleh Sungai Watch mengungkap bahwa salah satu penyumbang utama sampah plastik di Bali adalah air minum kemasan gelas berukuran 220 ml yang didominasi oleh salah satu perusahaan AMDK tersohor di Tanah Air. Perusahaan tersebut menyumbang sampah plastik di Bali dengan 10.334 item sampah kemasan gelas.
 
Secara keseluruhan, perusahaan market leader AMDK tersebut turut menyumbang hingga 39.480 item sampah plastik di Bali dan Jawa Timur. Jenis sampah yang ditemukan meliputi botol, gelas plastik, bungkus sedotan, hingga sedotan sekali pakai. Selama empat tahun terakhir, perusahaan ini konsisten menempati posisi teratas dalam daftar pencemar plastik terbesar di wilayah tersebut.
 
Komposisi sampah yang ditemukan dari perusahaan tersebut terdiri dari 65 persen botol dan 30 persen kemasan gelas plastik. Sisanya, adalah komponen kemasan lain seperti tutup galon dan sedotan plastik sekali pakai.
 
Meskipun perusahaan tersebut mengklaim bahwa seluruh kemasan merek 100 persen dapat didaur ulang, Sungai Watch menilai hal itu tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Kemasan gelas, bungkus sedotan, dan sedotan plastik yang diproduksi mereka justru menjadi jenis sampah yang paling sulit dikumpulkan dan didaur ulang karena ukurannya kecil serta nilai ekonominya rendah.
 
Lebih lanjut, Sungai Watch juga menyoroti strategi pemasaran perusahaan yang dinilai sebagai bentuk greenwashing. Perusahaan disebut telah menghapus produk kemasan gelas 220 ml dari situs resminya dan menggantinya dengan kemasan baru berlabel ‘Cube’ dengan volume yang sama. Namun, di pasar, produk kemasan kecil bahkan ditemukan dalam ukuran yang lebih kecil, yakni 200 ml, tetapi dengan harga yang sama.
 
“Publik mengharapkan tindakan bermakna, bukan perubahan menipu yang mengganti satu bentuk sampah ke bentuk lainnya,” tulis Sungai Watch dalam laporannya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

(ROS)

Merangkum Semua Peristiwa