TRIBUNNEWS.COM – Menteri BUMN, Erick Thohir buka suara soal isu bahan bakar minyak (BBM) Pertalite dioplos menjadi Pertamax.
Isu ini merebak di masyarakat seusai Kejaksaan Agung (Kejagung) membongkar kasus mega korupsi tata kelola minyak yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.
Erick Thohir mengaku sudah berdiskusi dengan Jaksa Agung ST Burhanudin terkait isu ini.
Namun, Erick menegaskan enggan berargumentasi terkait dugaan praktik pengoplosan BBM.
“Saya dan Pak Jaksa Agung rapat jam 11 malam mengenai isu apakah ini blending oplosan, kita enggak mau berargumentasi,” ucap Erick, dikutip dari kanal YouTube Kompas TV, Minggu (2/3/2024).
Ia hanya memastikan, jika benar terjadi praktik oplosan pasti sudah ditindak.
Erick lantas menyinggung soal tahapan blending dalam proses pembuatan BBM di industri perminyakan.
“Tapi kalau itu ada oplosan di titik tertentu, kan pihak kejaksaan sedang menggali itu,” ujar Erick.
“Apakah ini blending? Ini beda lagi karena ada yang namanya blending di industri perminyakan yang selama ini sudah terjadi. Apakah itu koruptif atau bagian penaikan performance dari bensin tersebut. Bukan RON bensin tersebut,” ujarnya.
Menurut Erick, tidak semua SPBU dimiliki oleh Pertamina. Ada pula SPBU milik pengusaha swasta.
Oleh karena itu, Erick meminta semua pihak untuk tidak secara emosional menanggapi isu praktik BBM oplosan ini.
“Tidak semua pom bensin milik Pertamina. Semua banyak, mayoritas pom bensin itu milik UMKM, swasta. Nah itu kita harus jaga juga.”
“Nah ini yang sama-sama, kalau kita membenahi sesuatu, jangan dengan emosi, tuduh-menuduh,” tandasnya.
Kata Istana
Sementara itu, Istana melalui Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi juga telah buka suara terkait isu praktik BBM oplosan tersebut.
Hasan menegaskan, kasus tersebut terjadi di anak perusahaan Pertamina bukan perusahaan induknya.
“Oh yang Pertamina Patra Niaga ya, bukan di Pertamina tapi di anak perusahaan Pertamina. Pertamina Patra Niaga,” kata Hasan di Magelang, Jawa Tengah, Kamis, (27/2/2025).
Menurut Hasan, pemerintah mendukung seluruh proses hukum yang dijalankan Kejagung dalam mengungkap kasus pengoplosan BBM.
Hal ini, kata dia, sesuai dengan keinginan Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas praktik korupsi.
“Karena ini juga merupakan bagian dari yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo, yaitu memerangi korupsi. Jadi korupsi di manapun, di lembaga manapun, di BUMN manapun, baik itu di pusat maupun di daerah, memang harus diberantas dan diperangi,” katanya.
Hasan juga mendukung Pertamina untuk segera memperbaiki diri selaku perusahaan plat merah.
“Salah satu kekuatan ekonomi bangsa Indonesia dan mungkin satu-satunya perusahaan Indonesia yang masuk ke dalam jajaran Fortune 500,” katanya.
“Jadi aksi bersih-bersih di dalam Pertamina ini harus kita dukung juga, supaya nanti yang muncul adalah Pertamina yang jauh lebih baik lagi, jauh lebih prudent lagi, jauh lebih akuntabel, dan jauh lebih transparan dan bisa dipertanggungjawabkan dalam tata kelolanya,” ucapnya.
Sebelumnya, pihak Pertamina telah membantah isu praktik oplos Pertalite menjadi Pertamax.
Pelaksana Tugas Harian (PTH) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra menegaskan produk yang diterima dan dijual di SPBU sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
“Baik yang dari luar negeri maupun dari dalam negeri itu kami sudah menerima RON 92. Yang membedakan adalah meskipun sudah berada di RON 90 dan 92 itu sifatnya masih base fuel artinya belum ada adiktif yang kita terima di Pertamina Patra Niaga ya,” kata Ega dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2025) lalu.
Ega menjelaskan, Pertamina Patra Niaga mengelola bahan bakar mulai dari terminal hingga ke SPBU.
Sementara itu, proses pengangkutan bahan bakar dari kilang ke terminal dilakukan oleh kapal milik Pertamina.
“Tidak ada proses perubahan RON, tetapi yang ada itu Pertamax kita tambahkan adiktif. Jadi di situ ada proses penambahan aditif dan proses penambahan warna. Proses inilah yang memberikan keunggulan perbedaan dalam produk,” ujar Ega.
Ega menjelaskan bahwa proses penambahan aditif ini dikenal sebagai injection blending.
Dia menambahkan bahwa setiap bahan bakar yang diterima, baik dari dalam maupun luar negeri, selalu melalui pengujian laboratorium sebelum dan sesudah bongkar muat.
“Setelah kita terima di terminal itu pun di terminal juga melakukan rutin pengujian kualitas produk di tempat-tempat Pertamina itu pun kita terus jaga sampai dengan ke SPBU,” tegasnya.
Temuan Kejagung
Sementara itu, Kejagung mengklaim bahwa tersangka kasus mega korupsi Pertamina menyatakan adanya pengoplosan BBM.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan para tersangka mengakui BBM yang telah dioplos dipasarkan dengan harga Pertamax.
“Penyidik menemukan tidak seperti itu. Ada RON 90 atau dibawahnya ya (RON) 88 (BBM jenis premium) diblending dengan RON 92. Jadi RON (dioplos) dengan RON. Jadi kan tidak seperti itu (seperti klaim Pertamina),” jelas Qohar dalam jumpa pers, Rabu (26/2/2025) malam.
“Jadi hasil penyidikan saya sudah sampaikan, RON 90 atau dibawahnya tadi fakta yang ada di transaksi RON 88 diblending dengan RON 90 dipasarkan seharga RON 92,” katanya.
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Taufik Ismail/Fersianus Waku)