TRIBUNNEWS.COM – Isu pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) Pertalite menjadi Pertamax mencuat di masyarakat setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap kasus mega korupsi yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.
Menteri BUMN, Erick Thohir, mengaku telah berdiskusi dengan Jaksa Agung ST Burhanudin mengenai isu ini.
Erick Thohir menegaskan bahwa ia enggan berargumentasi mengenai dugaan praktik pengoplosan BBM.
“Saya dan Pak Jaksa Agung rapat jam 11 malam mengenai isu apakah ini blending oplosan, kita enggak mau berargumentasi,” ungkap Erick dalam wawancara dengan Kompas TV, Minggu (23/3/2025).
Erick juga menjelaskan bahwa praktik blending dalam industri perminyakan sudah ada sebelumnya dan meminta semua pihak untuk tidak emosional dalam menanggapi isu ini.
“Tidak semua pom bensin milik Pertamina, banyak yang dimiliki oleh UMKM swasta,” tambahnya.
Tanggapan Istana
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, juga memberikan tanggapan terkait isu ini.
Ia menegaskan bahwa kasus pengoplosan terjadi di anak perusahaan Pertamina, yaitu Pertamina Patra Niaga.
“Pemerintah mendukung seluruh proses hukum yang dijalankan Kejagung dalam mengungkap kasus pengoplosan BBM,” jelas Hasan di Magelang, Jawa Tengah, Kamis, (27/2/2025).
Hasan menekankan pentingnya memberantas praktik korupsi di BUMN dan mendukung Pertamina untuk memperbaiki tata kelolanya agar lebih akuntabel dan transparan.
Bantahan Pertamina
Pihak Pertamina melalui Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, membantah isu pengoplosan tersebut.
Ia menegaskan bahwa produk yang dijual di SPBU sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
“Kami sudah menerima RON 92, meskipun sudah berada di RON 90 dan 92, itu sifatnya masih base fuel,” kata Ega dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR RI.
Ega menjelaskan bahwa proses penambahan aditif dilakukan untuk meningkatkan kualitas BBM, yang dikenal sebagai injection blending.
Setiap bahan bakar yang diterima selalu melalui pengujian laboratorium sebelum dan sesudah bongkar muat.
Di sisi lain, Kejagung mengeklaim bahwa tersangka kasus mega korupsi Pertamina mengakui adanya pengoplosan BBM.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa BBM yang dioplos dipasarkan dengan harga Pertamax.
“Ada RON 90 atau di bawahnya, RON 88 diblending dengan RON 92,” jelas Qohar dalam jumpa pers pada Rabu, (26/2/2025)
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Taufik Ismail/Fersianus Waku)
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).