Liputan6.com, Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan di awal pekan ini. Penguatan rupiah ini dipengaruhi oleh data penjualan ritel China yang melebihi ekspektasi.
Pada Senin (18/11/2024), nilai tukar rupiah naik empat poin atau 0,35 persen menjadi 15.870 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 15.874 per dolar AS.
“Data Tiongkok ini meningkatkan optimisme di kawasan Asia mengenai pemulihan ekonomi China, yang pada gilirannya memicu sentimen risk-on,” kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede dikutip dari Antara.
Penjualan Ritel Tiongkok Oktober 2024 tumbuh sebesar 4,8 persen secara year on year (yoy) dari sebelumnya 3,2 persen yoy, dan lebih tinggi dari estimasi 3,8 persen yoy. Di sisi lain, rupiah berpeluang melemah hari ini karena sinyal yang kurang dovish dari bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed.
Presiden Fed Boston, Susan Collins, menyatakan bahwa pemotongan suku bunga kebijakan pada Desember 2024 masih menjadi bahan pertimbangan, sementara Goolsbee mengatakan bahwa suku bunga kebijakan untuk 12-18 bulan ke depan akan “jauh lebih rendah”.
Namun, ia juga menyoroti kemungkinan pemotongan suku bunga yang lebih lambat. Isu-isu tersebut meningkatkan kemungkinan The Fed kurang agresif dalam memangkas suku bunga pada tahun 2025.
Sepanjang pekan lalu, rupiah cenderung bergerak melemah akibat kekhawatiran terhadap kebijakan Presiden AS Donald Trump, serta menurunnya ekspektasi penurunan suku bunga, didorong oleh pernyataan pejabat The Fed yang masih bersikap hati-hati.
Rupiah melemah 1,17 persen week to week (wtw) sepanjang pekan itu.
Josua memproyeksikan kurs rupiah bergerak di rentang 15.825 per dolar AS sampai dengan 15.950 per dolar AS pada perdagangan hari ini.