Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Rumah Quran Isyaroh, Cahaya bagi Santri Tuna Rungu

Rumah Quran Isyaroh, Cahaya bagi Santri Tuna Rungu

Di sebuah ruangan sederhana di Kota Bandung, tangan-tangan bergerak lincah membentuk bahasa isyarat. Bibir mereka tak bersuara, tetapi mata berbinar penuh semangat. Di hadapan mereka, lembaran Al-Qur’an terbuka, huruf-huruf hijaiyah dipahami dengan gerakan tangan yang halus. Inilah suasana di Rumah Quran Isyaroh, pesantren yang menjadi cahaya bagi para santri tuna rungu dalam mendalami agama.

Muhamad Nizar, Jabar Ekspres.

Suasana di Rumah Quran Isyaroh begitu hidup. Sejumlah santri berkumpul dalam pesantren kilat Ramadhan, mengikuti program intensif membaca Al-Qur’an dengan bahasa isyarat. Sejak pekan kedua bulan suci, mereka datang dari berbagai kota—Tasikmalaya, Bogor, Cimahi, dan Bandung—demi satu tujuan: memahami firman Allah meski dalam keheningan.

“Di sini full kegiatan pesantren kilat. Mulai dari minggu kedua Ramadhan sampai tanggal 23. Kegiatannya membaca Al-Qur’an, ada juga kegiatan outdoor dan permainan edukatif,” tutur Maya (52), pendiri dan ketua pesantren ini, kepada Jabar Ekspres beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: IMHP Gelar Kopdargab & Bukber, Pererat Silaturahmi di Bulan Suci

Perjalanan Maya membangun pesantren ini bermula dari kegelisahannya sendiri. Ia memiliki seorang anak dengan keterbatasan pendengaran dan mengalami kesulitan mendapatkan pendidikan agama Islam yang layak.

“Saya mencari guru dan les untuk anak saya, lalu saya membawa teman-teman tuli lainnya. Karena sangat penting mengaji itu untuk mendoakan orang tua dan diri sendiri,” kata Maya.

Dari sinilah ia berinisiatif mengajak komunitas tuna rungu di Bandung untuk lebih semangat beribadah. Sejak didirikan pada akhir 2017, Rumah Quran Isyaroh terus berkembang menjadi ruang inklusif bagi mereka yang ingin belajar Al-Qur’an dengan bahasa isyarat.

Di pesantren ini, belajar Al-Qur’an tidak hanya bagi santri tuna rungu, tetapi juga terbuka bagi mahasiswa dan guru ngaji. Tujuannya, agar masyarakat umum lebih memahami bahwa kaum tuli juga mampu membaca dan memahami kitab suci mereka sendiri.

“Yang belajar di sini bukan hanya tuli. Ada juga mahasiswa dan guru ngaji. Mereka perlu tahu bahwa Al-Qur’an isyarat ini ada, dan umat Islam perlu lebih peduli,” jelas Maya.

Merangkum Semua Peristiwa