RSPO Dorong Industri Sawit Ikut Jadi Kontributor Energi Bersih

30 November 2022, 10:06

TEMPO.CO, Kuala Lumpur – Sejumlah pemangku kepentingan global di sektor industri kelapa sawit berkumpul dalam Pertemuan Meja Bundar Tahunan RSPO untuk Minyak Sawit Berkelanjutan (RT2022) di Kuala Lumpur Malaysia. Persamuhan tersebut menjadi agenda pertemuan fisik pertama yang digelar setelah masa pandemi Covid-19. Saat memberikan pidato pembuka, Chief Executive Officer RSPO yang baru, Joseph D’Cruz, turut meluncurkan Laporan Dampak 2022. Dalam paparannya, D’Cruz membeberkan sejumlah kemajuan anggota RSPO di berbagai indikator keberlanjutan.“Keberlanjutan adalah sebuah perjalanan, bersama dengan tim dan semua anggota, RSPO akan terus merintis jalan untuk sektor kelapa sawit,” kata D’Cruz. Joseph melanjutkan, RSPO akan mendemonstrasikan bagaimana produksi dan penggunaan minyak kelapa sawit bisa menjadi kontributor penting untuk komitmen energi bersihBaca juga: Produk Sawit Terancam Diblokir Nestle, Astra Agro Tampik Langgar HAMLaporan Dampak RSPO juga mengungkap sejumlah pencapaian RSPO setelah berdiri nyaris dua dekade terakhir. Di antaranya, diperkirakan setengah juta pekerja di perkebunan dan pabrik di seluruh dunia kini terwakili di bawah prinsip dan kriteria RSPO melalui sertifikasi. Ada peningkatan area bersertifikat global dari 125 ribu hektare di tiga negara pada 2008 menjadi 4,5 juta hektar yang sudah tersebar di 21 negara dan 301.020 hektar telah dilestarikan dan dilindungi lewat sertifikasi RSPO. Joseph lanjut memaparkan soal emisi gas rumah kaca yang telah dicegah sejak 2015 setara sekitar 400 ribu mobil yang dikendarai tiap tahunnya. Dengan segenap pencapaian yang diperoleh, Joseph meyakini minyak sawit berkelanjutan bisa jadi cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati dunia sekarang dan masa depan. Ke depannya, menurut Joseph, RSPO akan membangun kemitraan lebih kuat dengan skema nasional untuk membangun keberlanjutan sebagai norma dalam produksi lanskap dengan multisektor dari pedagang sampai pengecer dan juga lembaga keuangan.“Kami membangun model pasokan yang seimbang lingkungan keberlanjutan sosial dan ekonomi. Bahwa kami memberikan kehidupan dan penghidupan yang layak untuk semua orang yang terlibat dalam industri ini, sekaligus melindungi planet kita dan kebutuhan sumber daya generasi masa depan.”Pada malam pembukaan, RSPO juga menggelar RSPO Exellence Awards. Ini merupakan acara penghargaan bagi anggota RSPO. Penghargaan dibagi dalam tiga kategori, yaitu conservation leadership award sebagai penghargaan kepemimpinan dalam bidang konservasi, lalu penghargaan atas progam berdampak bagi para petani swadaya lewat penghargaan smallholder impact programme award, dan outstanding achievement award untuk menghargai prestasi atau pencapaian. “Penghargaan ini diberikan untuk anggota yang berhasil menjalankan prinsip dan kriteria RSPO secara kuat,” kata D’Cruz.Mengubah Rantai Nilai Kelapa Sawit TerpaduCEO dan Co-Chairs RSPO menyebut perlunya memaksimalkan potensi sektor mengubah rantai nilai kelapa sawit berkelanjutan. Mereka meyakini, RSPO sudah berperan aktif memanfaatkan dampak positif dari produksi minyak sawit berkelanjutan yang selanjutnya mengarah pada pembangunan berkelanjutan. Para anggota menyatakan RSPO harus menarik minat lebih besar dari pasar konsumen prioritas, seperti Cina, India, Malaysia, dan Indonesia untuk memilih minyak sawit berkelanjutan dan bergabung dengan inisiatif bersama. Tujuannya supaya RSPO bisa lebih memiliki dampak transformatif pada pasokan dan permintaan global terhadap minyak sawit berkelanjutan.Anggota RSPO Melanggar Prinsip dan NormaDi tengah upaya RSPO mendorong pertumbuhan dan penggunaan produk minyak sawit berkelanjutan, lewat standar-standar global yang kredibel, rupaya masih ada sejumlah anggota RSPO yang melanggar sejumlah prinsip dan norma. Salah satnya terlibat konflik panjang perkebunan kelapa sawit.Dalam laporan yang diterbitkan TUK Indonesia bersama Pusaka, Forest, People, Programme dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia pada Juni tahun lalu, setidaknya disampaikan ada sepuluh perkebunan kelapa sawit kontroversial di Indonesia dan perusahaan-perusahaan yang berinvestasi di dalamnya atau yang memperdagangkan, mengolah, atau membuat barang konsumsi dari produk mereka.Perkebunan-perkebunan yang diselidiki dinyatakan sebagai milik kelompok usaha Astra Agro Lestari, First Resources, Golden Agri Resources-Sinar Mas dan Salim (Indofood). Sejumlah pelanggaran hak asasi manusia ditemukan meliputi penolakan atau penyangkalan hak-hak masyarakat adat, perampasan tanah masyarakat tanpa persetujuan, penggusuran paksa, pelanggaran hak-hak lingkungan, penindasan, penganiayaan, kriminalisasi, bahkan korban jiwa para pembela HAM.Selain itu, turut diselidiki sejumlah perusahaan hilir. Di antaranya Cargill, Nestlé, PepsiCo, Unilever, Wilmar International, Archer Daniels Midland dan AAK. Tak luput juga bagian pemodal seperti Blackrock International, ABN-AMRO, Rabobank, Standard Chartered, Citigroup, Lloyds Banking Group, JP Morgan Chase, dan berbagai dana pensiun dan grup perbankan Asia. Temuan-temuan tersebut, menurut salah pihak TUK, masih relevan hingga saat ini lantaran belum ada banyak perubahan.Mendorong Lebih Melindungi Hak Masyarakat AdatDalam diskusi forum Menyeimbangkan Kebutuhan Manusia, Planet dan Kemakmuran dalam Standar Keberlanjutan, Direktur Kampanye Agribisnis Rainforest Action Network, Robin Averback menyayangkan ketiadaan perwakilan masyarakat lokal dan adat sebagai kelompok paling terdampak dari industri sawit. Menurut Robin, ketika bicara soal perubahan iklim dan perspektif hutan, tentunya harus memikirkan cara menjaga tegakkan hutan dan lebih penting lagi adalah melindungi hak-hak ekonomi dan hak masyarakat adat. “Mereka sudah melindungi hutan secara turun temurun. Mereka adalah pembela lingkungan paling baik di seluruh dunia,” tutur Robin. Maka, sudah semestinya pusat perhatian diberikan para pelaku industri, khususnya kepada orang-orang yang berada di garis depan dan memestikan hak mereka bisa terpenuhi. “Satu hal penting untuk ditegaskan, berapa banyak masyarakat adat dan lokal di garis depan yang terdampak ada di ruangan ini?” tutur Robin.Selain melindungi haknya, menurut Robin, masyarakat adat perlu dilibatkan untuk dimintai pandangan dan gagasannya memecahkan masalah iklim dan ikut menjadi pihak yang mendorong ke jalan menuju keberlanjutan yang semestinya.Baca juga: Warga Sidamanik Tolak Konversi Kebun Teh ke Lahan Sawit, Khawatir Jadi Biang Banjir dan LongsorIkuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini. 

Tokoh

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi