TRIBUNNEWS.COM – Ribuan warga Israel menggelar aksi demo di depan Gedung Parlemen Yerusalem untuk memprotes kebijakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Rabu (19/3/2025).
Aksi protes ini terjadi sehari setelah Netanyahu memerintahkan untuk pasukannya untuk melanjutkan serangan besar-besaran ke jalur Gaza yang merupakan daerah kantong Palestina.
Netanyahu berdalih serangan dilancarkan untuk menggertak Hamas, usai militan Palestina ini menolak membebaskan sandera Israel.
Dengan melanjutkan serangan ke jalur Gaza, Netanyahu berharap Hamas dapat segera memulangkan 59 sandera Israel yang ditawan Hamas sejak Oktober 2023.
Namun keputusan ini justru dinilai masyarakat Israel sebagai ancaman, lantaran dapat mempengaruhi upaya Hamas dalam melakukan pengembalian tahanan.
Kerabat para sandera di Jalur Gaza mengatakan keputusan untuk melanjutkan serangan dapat “mengorbankan” orang-orang yang mereka cintai.
Dalam konteks ini, Hamas sering kali terlibat dalam perundingan mengenai pertukaran tahanan, yang biasanya melibatkan tawar-menawar terkait dengan penyanderaan atau pertukaran tahanan antara Israel dan kelompok tersebut.
Akan tetapi, serangan militer atau eskalasi konflik seringkali memperumit jalannya negosiasi semacam itu.
Eskalasi militer dapat memperburuk hubungan antara kedua pihak dan meningkatkan ketegangan.
“Pemerintah tidak bertindak demi kepentingan terbaik rakyat. Sebaliknya, mereka melayani kepentingan politik mereka sendiri untuk tetap berkuasa,” kata Merav Hemi (45), seorang warga Israel, mengutip dari Anadolu.
Sandera yang dibebaskan Yarden Bibas, yang istri dan dua putranya yang masih kecil dibunuh saat ditawan, mengatakan bahwa kembalinya Israel ke medan perang membawanya kembali ke Gaza.
“Tekanan militer membahayakan sandera, kesepakatan membawa mereka kembali,” kata Bibas.
Warga Kecam Pemecatan Bos Shin Bet
Selain memprotes serangan Gaza, aksi demo digelar untuk melampiaskan amarah publik karena Netanyahu memecat kepala badan intelijen Shin Bet Ronen Bar.
Ini lantaran Ronen Bar sangat dihargai oleh banyak pihak karena profesionalisme dan keberhasilannya dalam menjaga keamanan, sehingga pemecatannya dianggap sebagai langkah yang kontroversial.
Warga merasa bahwa pemecatan ini bisa mempengaruhi stabilitas dan efektivitas badan intelijen yang sangat penting, serta memicu kekhawatiran masyarakat karena Netanyahu kemungkinan akan menunjuk loyalisnya untuk posisi vital itu.
“Sudah saatnya kita mengakhiri kegilaan ini sebelum kita tidak punya siapapun untuk diselamatkan, sebelum kita tidak punya negara lagi,” kata pemimpin protes Shikma Bressler.
Tak hanya masyarakat sipil yang melakukan aksi protes atas tindakan kontroversi Netanyahu, pemimpin oposisi Yair Lapid juga turut melayangkan kecaman keras kepada Netanyahu.
Di laman X, Yair Lapid mengimbau masyarakat untuk bersatu, mentang kebijakan Pemerintah Netanyahu.
“Pemerintah tidak akan berhenti di garis merah. Satu-satunya solusi adalah persatuan, tetapi bukan persatuan yang diam, bukan persatuan yang menyerah, bukan pula persatuan yang semu,” ujar oposisi Yair Lapid di X.
“Yang kami maksud ialah persatuan seluruh rakyat yang bersatu dan berkata: Cukup,” imbuhnya.
(Tribunnews.com/Namira)