Banyuwangi (beritajatim.com) – Ribuan koleksi sejarah peninggalan masa kerajaan Blambangan yang kini menjadi Banyuwangi tersimpan di sebuah rumah. Letaknya di Jalan Widuri, No. 21, Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Glagah, Banyuwangi.
Kini, lokasi itu diberi nama Omahseum yang diinisiasi oleh seorang kolektor bernama Thomas Racharto. Dia merupakan seorang kolektor yang banyak mengoleksi benda-benda kuno sejak 1971.
Setelah bergelut puluhan tahun, Thomas memiliki tak kurang dari 1.200 koleksi. Jumlahnya bermacam-macam, ada peninggalan yang berusia ratusan tahun bahkan ada yang sejak Abad 13.
Ribuan artefak Balambangan kuno seperti lingga, kendi, manik-manik, kitab kuno, keris, pedang, sampai fosil-fosil tersaji di Omahseum. Salah satunya yang menarik adalah naskah kuno Lontar Sritanjung.
“Ini akan diajukan oleh Perpustakaan Daeran sebagai IKON (Ingatan Kolektif Nasional) ke Perpustakaan Nasional,” kata Thomas.
Lontar Sritanjung adalah naskah yang diyakini sebagai legenda asal usul nama Banyuwangi. Naskah ini merupakan koleksi langka dan memiliki arti penting bagi sejarah dan kepercayaan masyarakat Blambangan.
Sementara itu, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengapresiasi inisiatif adanya Omahseum itu. Menurutnya, hal tersebut menjadi sarana edukatif dan destinasi wisata baru.
“Saya sangat senang atas inisiatif Pak Thomas Racharto dan keluarga. Ini dedikasi yang penting untuk wahana edukasi dan wisata sejarah bagi siapa saja yang ingin mengenal Banyuwangi,” ungkap Ipuk.
Ipuk menyebutkan, pemerintah daerah siap untuk mengintegrasikan Omahseum dalam program-program promosi pariwisata di ujung timur Jawa ini. Apalagi, letak Omahseum yang berada di jalur wisata menuju ke Ijen dan Desa Adat Osing Kemiren.
“Masyarakat bisa menikmatinya sejumlah museum. Selain di Museum Blambangan dan Museum PIGGI (Pusat Informasi Geologi Geopark Ijen), juga bisa ke Omahseum,” pungkas Ipuk. [rin/aje]