Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Revolusi Mental Bertransformasi Jadi Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa

Revolusi Mental Bertransformasi Jadi Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa

Jakarta: Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia memerlukan fondasi yang kokoh berupa Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa (PKJB). Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa merupakan sebuah transformasi dari Revolusi Mental.

Dalam 10 tahun terakhir, masa pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo, Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) telah mengubah cara pikir, cara kerja, dan cara hidup masyarakat demi mewujudkan SDM unggul dan bangsa berdaya saing. Di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, GNRM bertransformasi ke PKJB sebagaimana tercantum dalam visi misi Asta Cita ke 1, 4, dan 8.

Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan, dan Prestasi Olah Raga, Warsito menjelaskan PKJB sejatinya keberlanjutan dari GNRM. Transformasi ini juga bukan sekadar perubahan istilah, melainkan perluasan cakupan dan penguatan substansi. 

Fokus utamanya adalah membentuk SDM yang unggul, berdaya saing, dan berakar kuat pada nilai-nilai kebangsaan. PKJB akan menyasar enam pilar, yakni sosial dan budaya, politik dan pemerintahan, ekonomi dan bisnis, penegakan hukum, pendidikan dan keilmuan, dan lingkungan semesta. 

Program-program intervensi langsung yang selama ini diinisiasi melalui gerakan Revolusi Mental tetap dilanjutkan. Namun, dalam konsep baru, pendekatannya diperluas sebagaimana yang tertuang dalam Asta Cita yang menekankan pentingnya nilai-nilai kebangsaan dan budi pekerti yang diinternalisasi sejak dini.

Langkah awal adalah penguatan sistem pendidikan, yang menjadi kunci dalam membentuk karakter dan jati diri bangsa. Pendidikan tidak hanya ditujukan untuk mencetak individu yang cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki keunggulan karakter yang khas sebagai bangsa Indonesia.

“Hal ini menggarisbawahi pesan Bapak Menko PMK (Pratikno), yakni pentingnya keseimbangan antara fisik yang baik, sehat, termasuk penguasaan iptek dengan karakter moral. SDM yang dihasilkan harus mampu mengintegrasikan keduanya sehingga dapat berkontribusi secara maksimal bagi bangsa,” ujar Warsito, dalam keterangannya dilansir pada Senin, 30 Desember 2024.
 

Warsito mengatakan tantangan transformasi GNRM ke PKJB tak gampang. Selain menghadapi tantangan internal berupa rendahnya pemahaman generasi muda terhadap nilai-nilai Pancasila dan wawasan kebangsaan, mereka menemui tantangan global seperti digitalisasi, dan artificial intelligence, yang menghadirkan disrupsi informasi, berita bohong, intoleransi bahkan pemahaman radikal yang membanjiri dunia maya.

“Pentingnya literasi digital, terutama untuk generasi muda dan melibatkan influencer untuk syiar konten positif sehingga meminimalkan ruang negatif di dunia maya,” ungkap dia.

Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan partisipasi aktif anak muda tetapi juga menunjukkan bagaimana teknologi dapat digunakan untuk tujuan yang lebih besar, seperti inklusi sosial dan pemberdayaan masyarakat. Penguatan karakter bangsa juga tidak lepas dari nilai-nilai budaya lokal dan sejarah perjuangan bangsa. Identitas bangsa Indonesia bersandar pada nilai-nilai Pancasila, bahasa Indonesia, dan kearifan lokal.

“Generasi muda harus didorong menguasai setidaknya tiga Bahasa, bahasa global, bahasa nasional, dan bahasa daerah. Kemampuan ini, yang akan menjadi identitas generasi emas masa depan Indonesia,” kata Warsito.

Transformasi dari GNRM menuju PKJB adalah perjalanan panjang yang membutuhkan komitmen dari semua pihak. Melalui sinergi antara pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia swasta dan media, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi bangsa yang tidak hanya maju secara ekonomi, tetapi juga kokoh dalam identitas dan karakter yang sesuai ideologi Pancasila.

Jakarta: Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia memerlukan fondasi yang kokoh berupa Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa (PKJB). Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa merupakan sebuah transformasi dari Revolusi Mental.
 
Dalam 10 tahun terakhir, masa pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo, Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) telah mengubah cara pikir, cara kerja, dan cara hidup masyarakat demi mewujudkan SDM unggul dan bangsa berdaya saing. Di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, GNRM bertransformasi ke PKJB sebagaimana tercantum dalam visi misi Asta Cita ke 1, 4, dan 8.
 
Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan, dan Prestasi Olah Raga, Warsito menjelaskan PKJB sejatinya keberlanjutan dari GNRM. Transformasi ini juga bukan sekadar perubahan istilah, melainkan perluasan cakupan dan penguatan substansi. 
Fokus utamanya adalah membentuk SDM yang unggul, berdaya saing, dan berakar kuat pada nilai-nilai kebangsaan. PKJB akan menyasar enam pilar, yakni sosial dan budaya, politik dan pemerintahan, ekonomi dan bisnis, penegakan hukum, pendidikan dan keilmuan, dan lingkungan semesta. 
 
Program-program intervensi langsung yang selama ini diinisiasi melalui gerakan Revolusi Mental tetap dilanjutkan. Namun, dalam konsep baru, pendekatannya diperluas sebagaimana yang tertuang dalam Asta Cita yang menekankan pentingnya nilai-nilai kebangsaan dan budi pekerti yang diinternalisasi sejak dini.
 
Langkah awal adalah penguatan sistem pendidikan, yang menjadi kunci dalam membentuk karakter dan jati diri bangsa. Pendidikan tidak hanya ditujukan untuk mencetak individu yang cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki keunggulan karakter yang khas sebagai bangsa Indonesia.
 
“Hal ini menggarisbawahi pesan Bapak Menko PMK (Pratikno), yakni pentingnya keseimbangan antara fisik yang baik, sehat, termasuk penguasaan iptek dengan karakter moral. SDM yang dihasilkan harus mampu mengintegrasikan keduanya sehingga dapat berkontribusi secara maksimal bagi bangsa,” ujar Warsito, dalam keterangannya dilansir pada Senin, 30 Desember 2024.
 

Warsito mengatakan tantangan transformasi GNRM ke PKJB tak gampang. Selain menghadapi tantangan internal berupa rendahnya pemahaman generasi muda terhadap nilai-nilai Pancasila dan wawasan kebangsaan, mereka menemui tantangan global seperti digitalisasi, dan artificial intelligence, yang menghadirkan disrupsi informasi, berita bohong, intoleransi bahkan pemahaman radikal yang membanjiri dunia maya.
 
“Pentingnya literasi digital, terutama untuk generasi muda dan melibatkan influencer untuk syiar konten positif sehingga meminimalkan ruang negatif di dunia maya,” ungkap dia.
 
Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan partisipasi aktif anak muda tetapi juga menunjukkan bagaimana teknologi dapat digunakan untuk tujuan yang lebih besar, seperti inklusi sosial dan pemberdayaan masyarakat. Penguatan karakter bangsa juga tidak lepas dari nilai-nilai budaya lokal dan sejarah perjuangan bangsa. Identitas bangsa Indonesia bersandar pada nilai-nilai Pancasila, bahasa Indonesia, dan kearifan lokal.
 
“Generasi muda harus didorong menguasai setidaknya tiga Bahasa, bahasa global, bahasa nasional, dan bahasa daerah. Kemampuan ini, yang akan menjadi identitas generasi emas masa depan Indonesia,” kata Warsito.
 
Transformasi dari GNRM menuju PKJB adalah perjalanan panjang yang membutuhkan komitmen dari semua pihak. Melalui sinergi antara pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia swasta dan media, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi bangsa yang tidak hanya maju secara ekonomi, tetapi juga kokoh dalam identitas dan karakter yang sesuai ideologi Pancasila.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

(AZF)