Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Revisi Undang-undang dan Vandalisme Konstitusional

Revisi Undang-undang dan Vandalisme Konstitusional

Revisi Undang-undang dan Vandalisme Konstitusional
Pengajar pada Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Gunung Djati Bandung
REVISI
undang-undang dalam suatu negara bukan barang haram. Bahkan, dalam kondisi tertentu, revisi undang-undang wajib dilakukan.
Revisi undang-undang merupakan proses lazim dan normal dalam sistem ketatanegaraan. Namun, revisi undang-undang harus dilakukan berdasarkan pertimbangan tata negara yang bersifat fundamental.
Revisi suatu undang-undang tidak sepatutnya dilakukan semata-mata untuk mewadahi kepentingan di luar tujuan utama bernegara, agar terhindar dari “vandalisme konstitusional.”
Vandalisme konstitusional adalah praktik revisi undang-undang yang sah, tapi merusak “properti
demokrasi
” karena dilakukan demi kepentingan terbatas, bukan kepentingan negara jangka panjang.
Vandalisme konstitusional memang tampak rapi, karena dikemas dalam prosedur legislasi legal, tetapi penuh jebakan. Revisi dilakukan dengan mengganti atau menambah pasal-pasal penting demi kepentingan sementara.
Negara yang para elitenya sering melakukan vandalisme konstitusional cenderung mengalami krisis berkepanjangan.
Banyak negara yang terperosok dalam instabilitas akibat perubahan aturan yang tidak berlandaskan pada kepentingan rakyatnya.
Sekadar contoh, bisa kita sebut Zimbabwe dan Venezuela, dua negara yang tidak pernah stabil akibat para elitenya “doyan” melakukan vandalisme konstitusional.
Negara yang terus-menerus mengutak-atik peraturan hanya demi kepentingan jangka pendek hakikatnya sedang menanam bom waktu.
Kepercayaan publik akan menuju pada keruntuhan, hukum akan kehilangan daya ikatnya, dan sistem politik hanya akan menjadi arena pertempuran kepentingan pribadi atau kelompok.
Mencegah vandalisme konstitusional memerlukan langkah ekstra yang tidak hanya berfokus pada prosedur hukum, tetapi juga menyadarkan nurani dan integritas para aktor politik.
Para aktor politik agar memahami kembali dasar dan pertimbangan fundamental revisi undang-undang.
Pertimbangan fundamental yang harus diacu oleh para aktor politik adalah bahwa setiap upaya mengubah undang-undang harus didasarkan pada kepentingan nasional yang jelas, bukan sebagai sarana menggelar “karpet merah” kekuasaan atau jabatan bagi pihak atau individu tertentu.
Revisi undang-undang harus berpijak pada asas kehati-hatian konstitusional, yaitu setiap revisi undang-undang berpijak kokoh pada pertimbangan fundamental legislasi.
Secara teori, minimalnya ada enam pertimbangan fundamental ketika kita akan merevisi sebuah undang-undang.
Pertama, perubahan kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Perkembangan zaman yang super cepat membawa tantangan baru yang sering kali tidak terakomodasi dalam peraturan yang telah ada, sehingga revisi menjadi kebutuhan untuk memastikan agar undang-undang tetap responsif.
Kedua, harmonisasi peraturan. Ketika undang-undang mengalami disharmonis dengan peraturan lainnya, baik secara vertikal maupun horizontal, maka revisi diperlukan untuk menyelaraskannya.
Disharmonis secara vertikal artinya bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, yaitu konstitusi.
Adapun disharmonis secara horizontal adalah bertentangan dengan undang-undang lain yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum akibat kontradiksi norma.
Ketiga, kelemahan norma hukum. Revisi undang-undang dilakukan dalam rangka memperbaiki kelemahan norma yang muncul dalam penerapannya.
Tidak jarang ditemukan ambiguitas norma dalam undang-undang, seperti tidak ada batasan konkret sanksi atau multitafsir di dalamnya.
Dalam keadaan demikian diperlukan revisi untuk memperbaiki substansi norma hukum agar lebih pasti, adil, dan dapat diterapkan.
Keempat, peningkatan layanan masyarakat. Sebuah undang-undang direvisi dalam rangka meningkatkan efektivitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah.
Undang-undang yang terlalu birokratis, menghambat kinerja, atau tidak sesuai dengan prinsip tata kelola yang memudahkan layanan masyarakat perlu direvisi.
Kelima, memastikan perlindungan hak-hak warga negara agar lebih optimal dalam aspek tertentu yang diatur undang-undang.
Seiring waktu berjalan dan perkembangan teknologi informasi yang masif, kesadaran masyarakat terhadap hak-haknya semakin meningkat.
Untuk hal itu, revisi undang-undang diperlukan untuk memastikan perlindungan hak-hak warga negara agar lebih optimal.
Keenam, menyempurnakan mekanisme
checks and balances
dalam sistem ketatanegaraan. Keseimbangan kekuasaan antara lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif perlu diperbaiki apabila terjadi dominasi salah satu cabang kekuasaan yang berpotensi merusak sistem demokrasi dan akuntabilitas.
Masih terdapat hal lain yang dapat dijadikan pertimbangan, selain enam hal di atas, yaitu revisi undang-undang dilakukan untuk meningkatkan daya saing investasi.
Ketika ada undang-undang yang kaku atau menghambat investasi, maka harus direvisi agar negara dapat bersaing dengan negara lain.
Hal fundamental lainnya lagi yang harus diacu untuk revisi undang-undang adalah untuk mengakomodasi putusan peradilan konstitusi, yang menyatakan bahwa norma dalam suatu undang-undang bertentangan dengan konstitusi.
Dalam konteks ini, revisi adalah bentuk kepatuhan terhadap supremasi konstitusi.
Berdasarkan beberapa alasan di atas, revisi undang-undang harus memiliki relevansi dengan kebutuhan objektif tata negara, tidak untuk kepentingan jangka pendek yang bersifat pragmatis.
Terlalu mahal ketika kepentingan pihak atau individu tertentu ditopang oleh proses tata negara yang berbiaya mahal.
Kita tahu persis bahwa merevisi undang-undang bukan sekadar mengganti teks dalam lembaran negara. Revisi undang-undang melibatkan mekanisme hukum yang kompleks, melibatkan banyak aktor politik, dan menghabiskan anggaran negara yang tidak sedikit.
Jika revisi undang-undang dilakukan hanya untuk kepentingan kelompok atau individu tertentu, maka kita sedang membayar harga yang terlalu mahal untuk manfaat kecil.
Lalu, untuk melakukannya kita membungkus dengan retorika demokratis: demi kepentingan bangsa. Padahal, kita sedang “menelikung regulasi” agar bekerja untuk kepentingan yang tidak seharusnya menjadi prioritas.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Merangkum Semua Peristiwa