Respons Puan soal Komisi III Dilaporkan ke MKD Gara-gara RUU KUHAP

Respons Puan soal Komisi III Dilaporkan ke MKD Gara-gara RUU KUHAP

Respons Puan soal Komisi III Dilaporkan ke MKD Gara-gara RUU KUHAP
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua DPR RI Puan Maharani merespons adanya laporan Koalisi Masyarakat Sipil terhadap anggota Komisi III DPR RI ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), terkait proses pembahasan Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Puan mengatakan, Komisi III telah menjelaskan secara terbuka dalam rapat paripurna bahwa pembahasan
RUU KUHAP
melewati proses panjang dan melibatkan banyak pihak.
“Oh, tadi seperti yang disampaikan dalam rapat paripurna oleh Ketua Komisi III bahwa proses ini sudah berjalan hampir 2 tahun, sudah melibatkan banyak sekali
meaningful participation
,” kata Puan, setelah rapat paripurna pengesahan RUU KUHAP di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Puan memaparkan, Komisi III telah menerima sekitar 130 masukan dari berbagai kalangan dan melakukan kunjungan ke sejumlah daerah untuk menjaring aspirasi publik.
“Sudah dari kurang lebih 130 masukan, kemudian sudah apa, mutar-mutar di beberapa banyak wilayah Indonesia, Jogja, Sumatera, Sulawesi, dan lain-lain sebagainya,” ucap dia.
Menurut Puan, masukan untuk RUU KUHAP sudah dikumpulkan sejak 2023, sehingga proses legislasi berjalan panjang dan tidak terburu-buru.
Oleh karena itu, dia menilai penyelesaian revisi ini sangat penting mengingat KUHAP telah berlaku selama 44 tahun tanpa perubahan signifikan.
“Jadi, kalau tidak diselesaikan dalam proses yang sudah berjalan hampir 2 tahun, tentu saja kemudian tidak bisa menyelesaikan masalah-masalah yang sudah 44 tahun undang-undang ini berlaku,” tutur Puan.
Dia juga menegaskan bahwa pembaruan KUHAP dilakukan dengan melibatkan banyak pihak dan bertujuan menyesuaikan hukum acara pidana dengan perkembangan zaman.
“Dan banyak sekali hal-hal yang diperbaharui yang sudah melibatkan banyak pihak yang kemudian dalam pembaharuannya itu berpihak kepada hukum yang mengikuti zaman atau hukum-hukum atau undang-undang yang berlaku sekarang,” kata Puan.
Meski begitu, Puan menyatakan, pimpinan DPR menghormati seluruh mekanisme yang berlaku soal tindak lanjut laporan masuk ke MKD DPR RI.
“Jadi, terkait dengan laporan di MKD, kita ikuti dulu prosesnya seperti apa, nanti tentu saja laporan dari MKD akan berproses dan dilaporkan kepada pimpinan,” pungkas dia.
Untuk diketahui, sehari sebelum pengesahan RUU KUHAP, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaharuan KUHAP melaporkan anggota Komisi III DPR RI ke MKD DPR RI, Senin (17/11/2025).
Mereka menilai, Komisi III melanggar kode etik dalam proses legislasi.
Direktur LBH Jakarta Fadhil Alfathan mengatakan, pengaduan tersebut diajukan karena proses pembahasan RUU KUHAP dinilai tertutup dan tidak melibatkan publik secara substansial.
“Laporan atau pengaduan ini kami tempuh karena dalam proses panjang pembahasan KUHAP ini, setidak-tidaknya sejak bulan Mei 2025 lalu, kami tidak melihat proses ini dilandasi atau berbasis partisipasi publik yang bermakna,” ujar dia.
Fadhil juga menyinggung undangan rapat pada 8 Mei 2025 yang disebut sebagai diskusi informasi, namun kemudian diklaim sebagai rapat dengar pendapat umum (RDPU).
“Padahal dalam undangan, dalam perihal undangan dalam komunikasi tidak disebut sebagai RDPU,” tegas dia.
Wakil Ketua YLBHI Arif Maulana menambahkan, Panja RUU KUHAP mengabaikan ketentuan dalam proses legislasi.
“Para anggota Panja (RUU KUHAP) ini kami nilai melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, khususnya dalam konteks penyusunan legislasi,” ujar dia.
Koalisi menilai, para anggota Komisi III telah melanggar kode etik, asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), serta ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan.
Mereka juga menegaskan bahwa revisi KUHAP tidak mencerminkan
meaningful participation
.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.