Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Respons Jokowi Soal Masuk Daftar OCCRP 2024: Yang Dikorupsi Apa? Dibuktikan Saja!

Respons Jokowi Soal Masuk Daftar OCCRP 2024: Yang Dikorupsi Apa? Dibuktikan Saja!

Solo, Beritasatu.com – Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), angkat bicara terkait namanya yang masuk dalam daftar nominasi tokoh kejahatan terorganisasi dan korupsi 2024 versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). Menanggapi hal ini, Jokowi meminta agar tuduhan tersebut disertai bukti konkret.

“Ya terkorup, terkorup apa? Yang dikorupsi apa? Ya dibuktikan saja,” ujar Jokowi saat ditemui di kediamannya di Jalan Kutai Utara No1, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Jawa Tengah, Selasa (31/12/2024).

Ketika ditanya lebih lanjut soal nama Jokowi di OCCRP 2024, mantan wali kota Solo itu menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak lebih dari fitnah dan framing jahat yang sering terjadi belakangan ini.

“Sekarang kan banyak sekali fitnah, framing jahat, dan tuduhan-tuduhan tanpa bukti. Itu yang terjadi sekarang,” ucapnya.

Jokowi juga mengomentari kemungkinan adanya unsur politis dalam daftar nominasi tersebut. Ia menyarankan agar pertanyaan tersebut langsung ditujukan kepada OCCRP sebagai pihak yang menyusun daftar tersebut.

“Ditanyakan saja. Karena orang sekarang bisa memakai kendaraan apapun, NGO, partai, atau ormas, untuk menuduh dan membuat framing jahat,” tambahnya.

OCCRP merilis daftar person of the year in organized crime and corruption, yang terdiri dari individu-individu yang dianggap memiliki pengaruh signifikan dalam bidang tersebut, baik dalam konteks positif maupun negatif.

Untuk tahun 2024, Presiden Suriah yang baru digulingkan, Bashar Al-Assad, dinobatkan sebagai pemenang. Selain itu, nama-nama lain dalam daftar nominasi adalah, Joko Widodo, Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, dan pengusaha India Gautam Adani.

Nama Jokowi di OCCRP 2024 memicu perdebatan di kalangan masyarakat. Tuduhan tersebut dianggap sebagai serangan terhadap reputasi presiden Indonesia pada akhir masa jabatannya.