Rentetan Kebakaran Jakarta, Alarm untuk Pencegahan dan Penanggulangan – Page 3

Rentetan Kebakaran Jakarta, Alarm untuk Pencegahan dan Penanggulangan – Page 3

Liputan6.com, Jakarta – Dalam sepekan terakhir, Jakarta dibuat menyala. Bukan karena slogan Pramono-Rano saat berkampanye, namun menyala dalam arti insiden kebakaran di beberapa titik dalam waktu yang berdekatan.

Ratusan bangunan semi permanen di Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara yang digunakan sebagai tempat tinggal hangus, dengan menyisakan ribuan penghuninya ke tenda pengungsian. Musibah tersebut terjadi pada 6 Juni 2025 saat siang hari. Hingga saat ini, polisi masih melakukan penyelidikan terkait penyebabnya.

Berikutnya pada 9 Juni, sebuah wihara di Cilincing, Jakarta Utara juga mengalami nasib yang sama. Kejadiannya pada dini hari. Seorang saksi bernama Dimas, seorang penjaga wihara menceritakan musibah itu saat ia sedang tidur.

Awalnya, Dimas mengira ada bunyi hujan di atas plafon kamarnya. Namun nahas saat diperiksa, ternyata altar dari wihara milik Yayasan Budhi Prasadha tersebutlah yang terbakar. Tidak ada korban jiwa, namun kerugian ditaksir mencapai lebih dari Rp1 miliar.

Masih di hari yang sama, si Jago Merah kembali berkobar. Kali ini di Rawa Buaya, Jakarta Barat pada pukul 12.34 WIB. Sebuah lapak bangunan menjadi korban amukan api, tidak ada korban namun tim pemadam setempat menerjunkan 80 orang personelnya untuk menangani.

Peristiwa nahas in memunculkan pertanyaan, ada apa dengan Jakarta? Mengapa insiden kebakaran terasa sangat sering terjadi di kota ini?

Menjawab hal itu, Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna melihat ada sejumlah faktor penyebabnya. Salah satunya, dipengaruhi faktor cuaca yang saat ini memasuki musim kemarau.

Segala bahan yang mudah terbakar, bisa lebih cepat terpantik. Khususnya di permukiman padat penduduk.

Menurut Yayat, permukiman padat mempunyai potensi kebakaran lebih tinggi, sebab rumah-rumah yang dibangun tidak memenuhi standar keselamatan bangunan. Material digunakan mudah terbakar, dengan penghuni yang tinggal di satu tempat cukup banyak.

“Saat mereka menambah bangunan, itu terbuat dari bahan-bahan yang ringan dan menjadi bahan yang mudah terbakar misalnya papan, tripleks dan kayu karena mereka tidak bisa membuat rumah-rumah standar permanen di tengah kota. Akhirnya semakin hilang gang-gang yang menjadi jalur pemadam kebakaran. Jadi kalau terjadi kebakaran ya kita tahu, sulit sekali bagi tim pemadaman,” kata Yayat saat dihubungi melalui telepon oleh Tim Liputan6.com, Selasa (10/6/2025).