Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Rencana Penutupan Stasiun Karet Dikritik Warga, Kenapa Harus Ditutup? Megapolitan 4 Januari 2025

Rencana Penutupan Stasiun Karet Dikritik Warga, Kenapa Harus Ditutup?
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        4 Januari 2025

Rencana Penutupan Stasiun Karet Dikritik Warga, Kenapa Harus Ditutup?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Wacana penutupan
Stasiun Karet
oleh PT KAI Commuter telah memicu gejolak dan penolakan dari masyarakat, terutama mereka yang sehari-harinya bergantung pada stasiun ini.
Penutupan yang direncanakan tidak akan dilakukan dalam waktu dekat, namun penolakan dari masyarakat dirasa semakin menguat.
Namun, kenapa Stasiun Karet harus ditutup?
Salah satu alasan penutupan adalah karena Stasiun Karet dinilai tidak layak dan berpotensi membahayakan penumpangnya.
Joni Martinus, VP Corporate Secretary KAI Commuter, menyatakan bahwa berdasarkan data KCI, dalam satu jam, pengguna KRL yang masuk ke Stasiun Karet dapat mencapai hampir 2.000 orang, sedangkan waktu tunggu pemberangkatan sekitar 10 menit.
Oleh karena itu, kapasitas ruang tunggu yang ideal adalah 330 orang.
Namun, saat ini, hall Stasiun Karet hanya dapat menampung sekitar 150 orang, yang menyebabkan risiko keselamatan bagi pengguna.
“Padahal, saat ini hall Stasiun Karet hanya dapat menampung sekitar 150 orang, yang membuatnya lebih berisiko terhadap keselamatan pengguna,” ujar Joni.
Selain itu, akses keluar masuk Stasiun Karet yang berdekatan dengan perlintasan sebidang dianggap rentan terhadap kemacetan.
Kedua stasiun ini terpisah sekitar 350 meter dan dianggap mampu saling mendukung aktivitas.
Stasiun BNI City memiliki kapasitas yang lebih besar, dapat menampung hingga 2.000 penumpang setiap jamnya.
Saat ini, Stasiun BNI City hanya melayani rata-rata 2.408 orang per hari, yang berarti kurang lebih 100 penumpang per jam.
“Jika digabung ke Stasiun BNI City, maka penumpang dapat menikmati fasilitas dan layanan yang optimal, dan tentunya lebih aman,” kata Joni lagi.
Diharapkan, dengan adanya integrasi ini, perjalanan Commuter Line Basoetta menuju Bandara Soekarno-Hatta dapat dipangkas dari 56 menit menjadi 40 menit.
Deddy Herlambang, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN), menyatakan dukungannya terhadap penutupan Stasiun Karet dalam rangka mewujudkan konsep Transit Oriented Development (TOD).
“Setuju (ditutup). Kita mikirnya ke depan, jangan hari ini saja. Jarak dari ketiga stasiun itu dekat dan masuk dalam jangkauan TOD, enggak masalah,” ungkap Deddy.
Konsep TOD bertujuan untuk mengintegrasikan ruang kota agar orang, kegiatan, dan ruang publik dapat saling terhubung dengan mudah.
Deddy juga menyoroti bahwa saat ini kawasan Dukuh Atas telah dipersiapkan menjadi kawasan TOD dengan Stasiun Sudirman sebagai pusat transit.
Dengan ditutupnya Stasiun Karet, dia berpendapat bahwa masih ada Stasiun BNI City yang dapat menangani lonjakan penumpang di Stasiun Sudirman.
Meskipun demikian, Deddy mencatat bahwa tantangan utama adalah kebiasaan masyarakat yang cenderung enggan berjalan kaki.
“Masyarakat kita kan malas berjalan kaki. Jalan 200 meter saja terasa jauh. 500 meter juga dianggap jauh, sehingga mereka memilih naik ojol. Itu kan lucu,” tambahnya.
Penolakan datang dari sejumlah masyarakat, terutama karyawan yang bekerja di kawasan Sudirman, Karet, dan Kuningan.
Mereka merasa nyaman dengan keberadaan Stasiun Karet yang jaraknya lebih dekat dengan tempat kerja mereka.
Contohnya, Devi, seorang karyawan berusia 23 tahun, menolak penutupan tersebut.
Meskipun kantornya dekat dengan Stasiun Sudirman, Devi lebih memilih menggunakan Stasiun Karet.
“Sudirman itu padat banget. Aku sudah berapa kali turun di Sudirman. Itu terlalu
full
sama penumpang,” ujar Devi.
Hal serupa juga disampaikan Panji, seorang karyawan berusia 36 tahun.
Dia lebih memilih Stasiun Karet karena akses ke kantornya yang lebih mudah dibandingkan jika harus turun di Stasiun Tanah Abang.
Menurut Panji, perjalanan dari Tanah Abang ke tempat kerjanya lebih sulit dan harus melewati banyak antrean.
Stasiun Karet terletak di samping perempatan yang sibuk.
Palang pintu perlintasan kereta sering ditutup setiap beberapa menit sekali, memicu kemacetan di Jalan KH Mas Mansyur.
Ditambah dengan penyempitan jalan akibat pedagang dan ojek yang menunggu orderan, situasi ini semakin rumit.
Ruang gerak penumpang di Stasiun Karet juga terbatas, dengan hanya satu pintu keluar-masuk yang seringkali membuat antrean mengular.
Belum ada renovasi signifikan di Stasiun Karet dalam waktu lama.
Beberapa fasilitas, seperti pelintasan antar peron, masih melalui rel dan belum seaman stasiun-stasiun lain yang sudah menggunakan jalur pelintasan bawah tanah.
Keberadaan satu pintu keluar masuk membuat proses masuk dan keluar stasiun menjadi tidak efisien, terutama saat volume penumpang tinggi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.