Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Ramalan Ekonomi Indonesia 2025 dari Indef, Inflasi Mendekati 3%

Ramalan Ekonomi Indonesia 2025 dari Indef, Inflasi Mendekati 3%

Bisnis.com, JAKARTA — Institute For Development of Economics and Finance atau Indef memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di level 5% pada 2025 mendatang

Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti menjelaskan pihaknya telah memproyeksikan lima indikator utama perekonomian Indonesia. Selain pertumbuhan ekonomi, Indef juga memproyeksikan inflasi, kurs rupiah, tingkat pengangguran terbuka, dan tingkat kemiskinan pada tahun depan.

“Kami memproyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2025 itu sekitar 5%, inflasi kami prediksi sebesar 2,8%, kurs sekitar Rp16.100/dolar Amerika Serikat, tingkat pengangguran terbuka itu sekitar 4,75%, dan tingkat kemiskinan itu sekitar 8,8%,” ungkap Esther dalam Seminar Nasional Proyeksi Ekonomi Indonesia 2025 di Jakarta Pusat, Kamis (21/11/2024).

Berbagai proyeksi tersebut, sambungnya, dihitung berdasarkan evaluasi kinerja perekonomian selama 2024. Dia mengingatkan bahwa telah terjadi penurunan daya beli masyarakat.

Dia mencontohkan, data Badan Pusat Statistik menunjukkan sejak Kuartal IV/2023 hingga Kuartal III/2024 laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga lebih rendah daripada laju pertumbuhan ekonomi secara umum.

Tak hanya itu, data Indef menampilkan indikator daya beli di lokapasar terjadi penurunan harga antara Juli dan Agustus namun pada September mulai meningkat. Menurutnya, kondisi tersebut menggambarkan terdapatnya perlambatan daya beli pada Juli-Agustus, dan kondisi sedikit membaik pada September.

Oleh sebab itu, Esther menekankan pentingnya stimulus ke perekonomian terutama ke sektor industri untuk memperbaiki penurunan daya beli tersebut. Indef, lanjutnya, mendorong Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga untuk menstimulus sektor-sektor riil.

“Karena kita lihat data menunjukkan bahwa sejak pandemi covid ternyata tidak hanya perlemahan daya beli, tetapi juga kredit bank itu juga relatif menurun,” jelasnya.

Tak hanya dari sisi moneter, Indef juga menyoroti dari sisi fiskal. Esther menjelaskan bahwa beban fiskal semakin berat dari tahun ke tahun, terlihat dari nilai utang pemerintah yang terus meningkat.

Indef mengidentifikasi subsidi energi menjadi salah satu area yang paling besar membebani fiskal. Oleh sebab itu, Indef mendorong reformasi subsidi energi agar lebih tepat sasaran.

“Subsidi tidak tepat sasaran jadi tantangan utama pemerintah, harus didorong untuk segera mengubah mekanisme subsidi yang tadinya terbuka ya ke tertutup,” kata Esther.