Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Ramai soal PPN 12 Persen, Apa Dampaknya ke Penerimaan Negara? – Page 3

Ramai soal PPN 12 Persen, Apa Dampaknya ke Penerimaan Negara? – Page 3

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah resmi menetapkan kenaikan PPN darı 11 persen menjadi 12 persen dikenakan khusus terhadap barang dan jasa mewah. Sebelumnya direncanakan kenaikan PPN menjadi 12 persen juga terjadi pada beberapa barang lain, tetapi pemerintah kembali menetapkan untuk barang dan jasa mewah.

Terkait ini, Senior Fellow Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta mengatakan pembatalan penerapan PPN 12 persen secara umum patut diapresiasi di tengah rendahnya daya beli masyarakat, massive layoff di industri padat karya dan deflasi. 

“Memang, negara yang memiliki target pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada umumnya justru melakukan ekspansi fiskal dengan memotong pajak, alih-alih meningkatkannya,” kata Krisna dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (5/1/2025).

Krisna menambahkan peningkatan tarif PPN, atau lebih luasnya permasalahan di penerimaan negara, telah menjadi isu lama. Sejak 2019, Kementerian Keuangan memiliki  fokus pada kondisi fiskal, baik di sisi penerimaan maupun pembiayaan. 

Menurut press release World Bank, rencana perbaikan dari sisi penerimaan ini, diantaranya adalah, rasionalisasi keringanan pajak, mendorong pajak karbon, dan meningkatkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 

“Bahkan kenaikan tarif PPN sebenarnya sudah diinisiasi pada April 2022, di mana ketika itu tarif PPN naik dari 10 persen ke 11 persen,” ujarnya.

Dampaknya pada Penerimaan Negara

Krisna menjelaskan meskipun nilai PPN selama ini ada di angka 10 persen dari nilai tambah, namun penerimaan melalui PPN dan Pajak Pertambahan nilai untuk Barang Mewah (PPnBM) selalu berada di sekitar 3,5 persen PDB nominal. 

Adapun pada 2022 dan 2023 adalah 3,51 persen dan 3,55 persen, masih dalam jangkauan 1 simpangan baku. Krisna melanjutkan, hal ini menunjukkan peningkatan PPN 11% pada 2022 belum berhasil mendorong penerimaan. 

“Memang kenaikan tarif pajak secara teori berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi. Karena itu, meskipun tarifnya naik, nilai penerimaan belum tentu ikut naik jika aktivitas ekonomi menurun,” ujarnya.