Jakarta, CNBC Indonesia – Boikot Tesla menggila dan kian mengkhawatirkan bagi masa depan perusahaan. Aksi unjuk rasa dan penyerangan di showroom Tesla telah meluas ke berbagai belahan dunia, dari yang semula hanya di wilayah Amerika Serikat (AS).
Hal ini dipicu hubungan dekat CEO Tesla Elon Musk dengan Presiden AS Donald Trump. Musk juga mengelapai Lembaga Efisiensi Pemerintah (DOGE) dan melakukan aksi semena-mena dengan memecat banyak PNS hingga membatalkan beberapa program federal.
Boikot Tesla telah menyebabkan penjualan Tesla anjlok hingga 76% di beberapa negara. Tak cuma kehilangan pembeli baru, para pemilik Tesla juga ramai-ramai ‘membuang’ mobil mereka.
Menurut data dari platform inventaris mobil online Edmunds, tukar tambah (trade-in) mobil Tesla untuk diganti dengan merek mobil lain mencapai angka tertinggi pada Maret 2025.
Model Tesla keluaran 2017 hingga yang lebih baru mewakili 1,4% dari total trade-in pada 15 Maret 2025. Angka itu lebih tinggi dibandingkan 0,4% trade-in pada Maret 2024.
Analis Edmunds mengatakan angka itu kemungkinan akan bertambah pada paruh kedua Maret 2025 ketika semua data trade-in sebulan penuh telah dikumpulkan.
Edmunds mengatakan sepanjang Februari 2025 angka trade-in tercatat 1,2%. Artinya, angka trade-in di paruh pertama hingga 15 Maret 2025 sudah melampaui angka bulan sebelumnya.
Edmunds menekankan bahwa angka trade-in itu tidak termasuk tukar tambah untuk unit Tesla yang lebih baru. Artinya, tukar tambah memang dilakukan untuk mengganti ke unit mobil dari merek lain.
Selain itu, data Edmunds menunjukkan minat beli unit Tesla telah menurun ke angka terendah sejak Oktober 2022. Pembeli mobil yang berniat memiliki unit Tesla saat ini hanya 1,8% dari keseluruhan pembeli. Sebelumnya, angka pembeli memuncak pada November 2024 dengan porsi 3,3%.
Secara rata-rata, harga jual mobil Tesla bekas juga turun 10% karena tak laku di pasaran. Angka itu jauh lebih besar ketimbang mobil bekas dari merek lain.
(fab/fab)