Jakarta, CNBC Indonesia – Berbagai indikator ekonomi dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN 2025 ternyata telah memasukkan perhitungan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12% pada Januari 2025.
Pertimbangan itu didasari atas ketetapan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang mengamantlan tarif PPN mulai naik maksimal pada Januari 2025 menjadi 12% dari sebelumnya pada 2022 di level 11%, dan sebelum itu 10%.
“Asumsi tax ratio yang disetujui di Undang-Undang APBN kita itu sudah 12%. Karena memang Undang-Undang APBN yang diketok untuk tahun anggaran 2025 tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang HPP. Kan itu dasarnya,” kata Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad saat ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (4/12/2024).
Sebagaimana diketahui, dalam UU APBN 2025 target tax ratio atau rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi sebesar 10,24%, dengan target penerimaan perpajakan sendiri senilai Rp 2.490,9 triliun, terdiri dari target penerimaan pajak Rp 2.189,3 triliun dan penerimaan bea cukai Rp 301,6 triliun.
Oleh sebab itu, politiku Partai Gerindra itu mengatakan, bila PPN 12% ditunda oleh pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Penggantu Undang-Undang (Perpu) atau melakukan penurunan tarif dengan menerbitkan peraturan pemerintah (PP) tersendiri, penerimaan pajak 2025 berpotensi besar meleset dari target atau shorfall.
“Kita juga tahu ada program quick win, kemarin pemerintah juga sudah memberikan satu kebijakan terhadap buruh, guru, itu kan sumbernya semuanya dari APBN. Mau tidak mau kita harus memperkuat sumber pendapatan negara,” ucapnya.
Lagipula pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan hingga kini belum mengagendakan rapat konsultasi dengan Komisi XI untuk membahas penundaan PPN 12% dengan mempertimbangkan tekanan daya beli masyarakat maupun penolakan dari berbagai kalangan warga negara Indonesia. Padahal, DPR sudah reses mulai sekitar 6 Desember 2024 sampai 16 Januari 2025.
Sedangkan dalam Pasal 7 ayat 4 UU HPP menyebutkan perubahan tarif PPN yang akan diatur dengan Peraturan Pemerintah harus ditetapkan setelah disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
“Dan belum ada pembicaraan formal. Kita sudah reses kan minggu depan,” tegas Kamrussamad.
Sementara itu, pemerintah juga sebetulnya memberikan sinyal tak akan mengadakan pertemuan formal dengan DPR pada pekan ini. Sebab, mereka memilih untuk melakukan pengumuman soal PPN 12% pekan depan beriringan dengan rencana pengumuman pemberian berbagai kebijakan insentfi fiskal baru untuk sektor industri padat karya.
“Nanti diumumkan minggu depan,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat ditemui di kantornya, Jakarta, dikutip Selasa (3/12/2024).
Airlangga mengatakan, sebelum pengumuman, pemerintah akan melakukan berbagai simulasi. Selain itu, akan ada rapat terbatas atau ratas dengan Presiden Prabowo Subianto. Namun, Airlangga enggan berbicara lebih jauh apakah pengumuman itu langsung disampaikan Presiden Prabowo atau tidak.
“Disimulasikan dulu. Ya nanti kita laporkan sesudah rapatnya selesai,” ucap Airlangga.
(arj/haa)