Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan, realisasi penempatan dana Rp 200 triliun hingga akhir Oktober 2025 telah terserap Rp 188 triliun atau 94 persen. Ia menilai capaian tersebut menunjukkan dampak positif bagi perekonomian.
“Hingga 31 Oktober 2025, penempatan Rp 200 triliun di bank Himbara dan BSI telah disalurkan dalam bentuk kredit sebesar Rp 188 triliun,” ujar Purbaya dalam konferensi pers APBN Kita edisi Oktober 2025, Kamis (20/11/2025).
Ia menjelaskan, setelah penempatan dana tersebut, likuiditas domestik menguat. Hal itu tercermin dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang stabil di 11,5 persen serta pertumbuhan kredit yang solid sebesar 7,4 persen pada Oktober 2025.
Purbaya mengatakan dampak penuh penambahan likuiditas belum sepenuhnya terlihat karena pergerakan tersebut biasanya membutuhkan waktu 2–3 bulan sejak injeksi dilakukan. Sebagai informasi, dana tersebut ditempatkan pada BNI, BRI, Mandiri, BTN, dan BSI pada 12 September 2025.
“Jadi baru kita lihat impact penuhnya mungkin di Desember, Januari, teapi yang jelas sekarang DPK-nya tumbuhnya double digit, kredit juga sudah membaik, apalagi kredit investasi,” tuturnya.
Selain itu, Purbaya menyampaikan ujuan penempatan dana untuk menurunkan cost of fund (CoF) juga tercapai. Ia menunjukkan suku bunga deposito tenor 6 bulan turun signifikan dari 6 persen menjadi 5,2 persen pada September. Penurunan ini diharapkan berlanjut hingga memengaruhi suku bunga kredit.
Pada Oktober 2025, data menunjukkan suku bunga kredit tertimbang berada di 9 persen, menurun dari 9,12 persen pada Juli 2025. Hal ini dianggap menjadi indikasi keberhasilan intervensi pemerintah dalam menurunkan biaya dana untuk mendorong aktivitas investasi dan konsumsi.
Dengan dasar tersebut, Purbaya menjelaskan alasan pemerintah kembali menempatkan dana Rp 76 triliun pada 10 November 2025. Penempatan kali ini dilakukan di BRI, Mandiri, BNI, dan Bank DKI.
“Jadi kita lihat itu tadinya base money-nya tumbuh 13,3 persen, di bulan Oktober turun sedikit ke 7,8 persen. Jadi kita pikir mungkin perlu didorong lagi, kita masukkan lagi Rp 76 triliun, Rp 25 triliun di masing-masing bank BUMN dan Rp 1 triliun di Bank DKI,” tutup Purbaya.
