Jakarta, CNN Indonesia —
Pembobol sejumlah situs lembaga pelat merah RI, Bjorka, membuka diri untuk pengecekan validasi data yang bocor di akun Telegram-nya.
Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com, Jumat (9/9) pagi, grup Telegram Bjorka dihuni oleh 4.880 pengguna. Anggota grup itu tak jarang mempertanyakan ihwal informasi teranyar dari kelanjutan pembobolan data.
Foto para profil grup juga menggunakan gambar yang serupa dengan profil Bjorka di situs Breached.to. Sejak pagi ini, tak banyak komentar dan percakapan di grup tersebut.
Beberapa anggota grup hanya sesekali mempertanyakan kelanjutan aksi pembobolan data yang diduga diretas oleh akun Bjorka itu.
“Hi Bjork, bagaimana dengan Kementerian Maritim dan Investasi?” bunyi chat anggota grup.
Untuk diketahui, akun Bjorka belakangan terkenal usai menjual kebocoran data yang diklaim berasal dari lembaga dan perusahaan milik negara.
Di antaranya, data pelanggan dan history browser Indihome (bagian dari Telkom Indonesia), 1,3 miliar data registrasi kartu SIM, data pelanggan Tokopedia, hingga data pemilih Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Akun Bjorka juga sempat menyindir Kementerian Komunikasi dan Informatika via BreachForums. “My Message to Indonesian Goverment: Stop being an idiot”.
Pesan Bjorka itu menanggapi pernyataan pihak Kominfo sebelumnya yang meminta hacker ini ‘jangan nyerang’ usai berusaha menjual 1,3 miliar data registrasi SIM card masyarakat Indonesia.
Ketua Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC Pratama Persadha mengatakan Bjorka memang membuka akses Telegram grup bagi siapa pun yang ingin menguji validitas data.
Menurutnya, anggota grup bisa me-request nama maupun nomor induk kependudukan (NIK). Bjorka lantas akan memberikan data spesifik secara lengkap.
Pratama mencontohkannya dengan dugaan kebocoran 105.003.428 juta data pemilih yang dijual dengan harga US$5.000 Amerika Serikat. Bentuknya, file sebesar 4GB dalam keadaan dikompres.
“Data tersebut bisa dicek validitasnya, misalnya dengan data lain hasil kebocoran data seperti 91 juta data Tokopedia yang bocor di awal 2020 atau data bocor registrasi SIM card,” kata Pratama, dikutip dari Antara, Kamis (8/9).
Data pemilih yang diduga bocor itu, lanjutnya, menampilkan provinsi, kota, kecamatan, kelurahan, tempat pemungutan suara (TPS), NIK, kartu keluarga, nama, tempat lahir, tanggal lahir, usia, jenis kelamin, dan alamat.
“Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI lebih tahu soal ini. Oleh karena itu, perlu diaudit satu per satu agar tahu di mana kebocorannya,” kata Pratama yang pernah sebagai Ketua Tim Lembaga Sandi Negara (sekarang BSSN) Pengamanan Teknologi Informasi (TI) KPU pada Pemilu 2014 tersebut.
Merespons dugaan bocor data itu, KPU sudah membantahnya.
“Setelah kami analisa, koding yang dilakukan dalam situs yang dimaksud bukan merupakan data yang dimiliki KPU,” kata Komisioner KPU Betty Epsilon Idroos, Selasa (6/9) malam.
(can/arh)
[Gambas:Video CNN]