JAKARTA – Kendaraan listrik buatan China melaju kencang di pasar global, ditopang lonjakan permintaan dan kebijakan pemerintah. Pada November lalu saja, ekspor mobil listrik China tercatat melonjak 87 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun, di balik laju impresif tersebut, ada gejolak yang mulai terlihat di fondasi industri tersebut. Tahun 2026 diproyeksikan menjadi titik balik krusial bagi sektor kendaraan listrik China, seperti dilansir dari Carscoops, Rabu, 31 Desember.
Perombakan besar diperkirakan tak terelakkan, dengan puluhan produsen yang selama ini terseok-seok menghadapi risiko mengecilkan skala bisnis hingga menutup operasi. Pengiriman kendaraan baru di China diperkirakan menyusut hingga 5 persen pada tahun depan, guncangan terbesar sejak 2020.
Tekanan ini dipicu berkurangnya dukungan pemerintah serta masalah klasik kelebihan kapasitas yang membayangi industri otomotif negeri tersebut. Laporan South China Morning Post (SCMP), menyebut sekitar 50 produsen EV di China yang masih merugi berpotensi dipaksa merampingkan usaha atau bahkan menghentikan operasinya pada 2026.
Pada Januari mendatang, pemerintah diperkirakan memutuskan apakah subsidi tukar tambah EV senilai 20.000 yuan diperpanjang atau tidak. Sementara itu, pembebasan pajak pembelian 10 persen akan berakhir akhir tahun ini.
Tarif lebih rendah, 5 persen akan berlaku mulai Januari dan bertahan hingga pengembalian pajak penuh pada 2028. Perang harga yang membuat EV semakin terjangkau memang memperluas basis konsumen, tetapi sekaligus menggerus margin.
Beban investasi riset dan pengembangan yang besar, ditambah ambisi merek membangun portofolio model yang gemuk, membuat hanya segelintir produsen mampu mencetak laba.
“Euforia pendanaan untuk produsen EV dan pemasok komponen utama di China sudah berakhir. Kini, menjadi permainan bertahan hidup, yang menguntungkan akan bertahan, sementara yang merugi kehabisan amunisi,” ujar salah satu investor Yin Ran.
Di tengah badai tersebut, beberapa pemain besar tetap berdiri kokoh. BYD, Seres, dan Li Auto menonjol sebagai pengecualian langka yang sudah mencatatkan profit dan diperkirakan kian agresif berekspansi ke luar negeri untuk mengejar pertumbuhan baru.
Riset AlixPartners bahkan memprediksi hanya sekitar 10 persen merek EV China yang akan menguntungkan dalam beberapa tahun ke depan. Di sisi lain, ada juga produsen mobil yang mendapat suntikan modal.
Leapmotor yang didukung Stellantis baru saja mengantongi investasi besar. Grup milik negara FAW Group mengumumkan akuisisi 5 persen saham Leapmotor senilai 3,74 miliar yuan, menjadikannya produsen mobil pertama di China yang menerima investasi langsung dari grup BUMN otomotif.
Leapmotor menargetkan pengiriman 1 juta kendaraan pada 2026. Jika tercapai, posisinya akan menjadi produsen EV terbesar ketiga di China, atau di belakang BYD dan Geely. Selama 11 bulan pertama 2025, Leapmotor telah mengirimkan 536.132 unit.
“Leapmotor menargetkan pengiriman tahunan 4 juta unit dalam 10 tahun. Kami akan memperkuat nilai lewat penyempurnaan produksi, sembari menghadirkan pengalaman berkendara terbaik bagi pelanggan,” kata pendiri sekaligus CEO Leapmotor Zhu Jiangming.
