Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Puasa Ramadan Membentuk Kesalehan Spiritual dan Sosial

Puasa Ramadan Membentuk Kesalehan Spiritual dan Sosial

Jakarta, Beritasatu.com – Ibadah puasa di bulan Ramadan tidak hanya berdimensi spiritual  semata. Lebih dari itu, puasa Ramadan juga menjadi sarana efektif untuk  membentuk ketakwaan sosial. Konsep ketakwaan yang hakiki tidak berhenti  pada hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhannya, namun juga  berwujud dalam hubungan horizontal antarsesama manusia. 

Landasan ini  ditegaskan dalam firman Allah Swt dalam QS. Al-Baqarah ayat 183:

يٰٓـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا كُتِبَ عَلَيۡکُمُ الصِّيَامُ کَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيۡنَ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُوۡنَۙ‏ ١٨٣

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa  sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu  bertakwa”. 

Takwa meliputi dua unsur yaitu unsur spiritual dan unsur sosial, oleh  sebab itu, puasa selain untuk memenuhi kewajiban sebagai umat Islam, juga  mengajarkan kita sifat-sifat mulia, yaitu kejujuran dan amanah karena ibadah  puasa merupakan interaksi antara hamba dan Tuhan semata, tidak ada  orang lain yang benar-benar tahu apakah kita berpuasa atau tidak, hanya kita dan Allah yang mengetahui. 

Puasa juga mengajarkan kesabaran karena kita  dituntut untuk menahan hal-hal yang dapat membatalkan puasa, seperti makan  minum dan lain sebagainya, selain itu kita juga dituntut untuk menjauhi hal-hal membatalkan pahala puasa, seperti marah, perkataan dan perbuatan keji dan  kotor. Rasulullah SAW bersabda: 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلا يَرْفُثْ وَلا يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ

Puasa adalah perisai, maka jangan berkata kotor, jika ada yang mengajak  berkelahi atau mencaci maki, maka katakanlah, saya lagi berpuasa. 

Dari hadis ini kita belajar, bahwa saat puasa kita tidak boleh membalas  cacian orang lain, juga menahan emosi saat ada yang mengajak berkelahi,  tujuannya agar tidak ada kata-kata kotor yang keluar dari lisan kita yang  berpotensi menghapus pahala-pahala puasa. Rasulullah bersabda:

روى البخاري (1903) (6057) عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْل فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ 

Siapa saja yang tidak meninggalkan perkataan kotor, maka Allah tidak butuh ia  meninggalkan makan dan minum (Allah tidak butuh puasanya) 

Lalu kenapa Allah melarang kita dari perkataan dan perbuatan keji dan  kotor, karena Allah ingin puasa kita sempurna, Allah ingin pahala puasa kita  utuh dan sesuai dengan kepayahan kita usahakan selama satu bulan penuh,  Allah ingin pahala puasa tidak dicampur dengan hal-hal kotor, karena Allah  hanya menerima hal-hal yang baik saja, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّهَا النَّاسُ ، إِنَّ اللَّهَ طَيِّبُ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا …… رواه مسلم

Allah zat yang baik, tidak menerima kecuali hal yang baik. 

Bisa saja seseorang berpuasa satu bulan full, namun tidak ada yang  didapatkan dari puasanya kecuali rasa haus dan lapar saja, penyebabnya  karena saat berpuasa, tidak bisa menjaga lisan dari perkataan kotor atau  menyakitkan bagi yang lain, mata dari memandang hal-hal yang dilarang,  telinga mendengar hal-hal yang tidak baik dan anggota badan lainnya dari hal-hal  yang bisa menggagalkan pahala puasa. Rasulullah SAW bersabda:

رُبَّ صَائِمِ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ

Banyak orang berpuasa, namun tidak mendapatkan apa-apa kecuali rasa lapar 

Perkataan dan perbuatan keji, kotor serta menyakiti orang lain dapat  menghilangkan pahala puasa serta amal saleh lainnya, bahkan bisa  memberangus semua amal baik yang pernah dilakukan selama hidup, dan  membuat pelakunya bangkrut di hari kiamat. Rasulullah SAW pernah bertanya pada  para sahabat:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ” أَتَدْرُونَ مَنِ الْمُفْلِسُ ” قَالُوا : الْمُفْلِسُ فِينَا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” الْمُفْلِسُ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاتِهِ وَصِيَامِهِ وَزَكَاتِهِ ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا ، وَقَذَفَ هَذَا ، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا ، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا ، وَضَرَبَ هَذَا ، فَيَقْعُدُ فَيَقْتَصُّ هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْتَضَ مَا عَلَيْهِ مِنَ الْخَطَايَا ، أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطْرِحَ عَلَيْهِ ، ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ “. رواه الترميذي ومسلم وأحمد

“Tahukah kalian, Siapakah orang yang mengalami bangkrut berat diantara  kalian?” Para sahabat menjawab pertanyaan Nabi: “Mereka adalah orang yang  tidak memiliki suatu harta apapun. Rasul menjawab, Orang yang menderita bangkrut berat dari umatku adalah orang yang dibangkitkan di hari kemudian  dengan membanggakan amal ibadahnya yang banyak, ia datang dengan  membawa pahala salatnya yang begitu besar, pahala puasa, pahala zakat,  sedekah, amal dan sebagainya. Tetapi kemudian datang pula menyertai orang  itu, orang yang dulu pernah dicaci maki, pernah dituduh berbuat jahat, orang  yang hartanya pernah dimakan olehnya, orang yang pernah ditumpahkan  darahnya. Semua mereka yang dianiaya orang tersebut, dibagikan amal-amal  kebaikannya, sehingga amal kebaikannya habis. Setelah amal kebaikannya  habis, maka diambillah dosa dan kesalahan dari orang-orang yang pernah  dianiaya, kemudian dilemparkan kepadanya kemudian dicampakkannya  orang itu ke dalam neraka” (HR. at-Tirmidzi, Muslim dan Ahmad). 

Dari hadis ini kita bisa memahami bahwa kesalehan spiritual saja tidak  cukup, kita juga butuh kesalehan sosial. Oleh sebab itu, melalui puasa, Allah  ingin mengajarkan kesalehan sosial kepada kita, melalui rasa lapar sepanjang  siang dalam jangka waktu satu bulan penuh. Lalu selain sebuah kewajiban,  pesan apa yang Allah sematkan dalam rasa lapar kita? Yaitu rasa empati, agar  kita peduli kepada tetangga-tetangga kita yang fakir dan miskin, agar kita  merasakan (meskipun hanya sebulan) rasa lapar yang mereka alami sepanjang  hidup yang penuh kekurangan, sebagian dari mereka bahkan ada yang tidak tau  apa yang akan mereka makan besok. Sehingga dengan kita merasakan lapar  yang sama dengan mereka di bulan Ramadan ini, ada rasa empati yang timbul  di hati, untuk berbagi dari harta yang kita miliki baik di Ramadan maupun di luar Ramadan. 

Jika yang demikian dapat kita terapkan di Ramadan ini dan bulan bulan setelahnya, maka puncak tujuan dari kewajiban puasa akan tercapai  yaitu تتقون لعلكم atau kalau dalam bahasa kita نتقي لعلنا agar kita semua menjadi  orang-orang yang bertakwa. Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua,  sehingga kita tergolong orang-orang yang bertakwa.

Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI) 

Merangkum Semua Peristiwa