Jakarta, Beritasatu.com – Psikolog Pendidikan Anak dan Remaja Vera Itabiliana menyampaikan perubahan kurikulum pendidikan bisa membuat bingung dan stres bagi para pelajar. Hal ini berpotensi terjadi jika perubahan kurikulum yang dilakukan terlalu sering.
“Siswa bisa bingung. Kalau berubah dengan cepat juga bisa buat stres siswa. Kalau gurunya kewalahan, anak-anak juga stres,” ungkapnya dalam forum diskusi di kantor B-Universe, Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 pada Selasa (12/11/2024).
Vera menjelaskan kurikulum pendidikan bak payung besar. Dia tetap setuju adanya perubahan kurikulum yang dinamis.
Namun, menurut Vera bukan berarti siklus perubahan dilakukan secara intens dan menyeluruh. Kurikulum pendidikan tetap perlu memiliki koridor yang baku dan menetap.
“Kurikulum itu kayak payung besar. Saya setuju perubahan yang dinamis, tetapi tidak harus berubah terus menerus. Harus tetap ada koridor yang tidak berubah,” lanjutnya.
Saat ini fenomena pendidikan di Indonesia masih belum sempurna sejak level dasar. Contohnya pada metode belajar baca, tulis, dan berhitung (calistung) yang faktanya masih belum ideal.
Secara psikologis, tahapan belajar calistung pada anak yang tepat boleh diperkenalkan pada usia lima sampai enam tahun. Namun, nyatanya anak-anak usia dini di Indonesia ditekankan untuk sudah bisa calistung di level sekolah dasar (SD).
“Seperti belajar calistung. Sampai sekarang belum ada kapan idealnya diajarkan kepada anak. Dari sisi psikologi, calistung baru diperkenalkan usia 5-6 tahun. Itu masa sensitif anak baru mulai belajar. Namun, faktanya banyak orang tua yang meminta anak mereka diajarkan karena tuntutan masuk SD sudah harus bisa calistung,” beber Vera.
Vera kemudian menyarankan perlunya ada pakem kurikulum yang disesuaikan dengan tumbuh kembang anak. Perubahan kurikulum tetap harus ada kaitan dengan edisi sebelumya agar para pelajar khususnya di sekolah dasar ke bawah tidak kaget.
“Harus ada pakem (kurikulum) yang disesuaikan dengan tumbuh kembang anak. Bagaimana itu disajikan, sifatnya dinamis. Berubah bukan berarti 180 derajat beda, harus ada kaitan dengan (kurikulum) sebelumnya agar anak-anak tidak kaget. Transisi pelan-pelan,” pungkasnya.