provinsi: DKI Jakarta

  • Korupsi di Negara Komunis Vietnam Tembus Rp192 T, Terbesar di ASEAN

    Korupsi di Negara Komunis Vietnam Tembus Rp192 T, Terbesar di ASEAN

    Jakarta, CNN Indonesia

    Kasus korupsi di Vietnam mencuat setelah pihak berwenang menangkap seorang pengembang properti yang ditengarai melakukan penggelapan dana sebesar US$12,4 miliar atau setara dengan Rp192 triliun.

    Dalam laporan DW, nilai kerugian di negara komunis tersebut dianggap sebagai yang terbesar di Asia Tenggara. Angka itu juga lebih tinggi dari tiga persen Gross Domestic Product (GDP) Vietnam.

    Sejak 2016, partai komunis Vietnam memulai kampanye antikorupsi. Sejak saat itu, sudah banyak pejabat tinggi yang terseret mulai dari presiden hingga deretan menteri. Namun, sektor lain seperti perbankan dan properti belum begitu terungkap.

    Hingga pada 17 November lalu, Kementerian Keamanan Publik Vietnam menduga bos pengembang properti Van Thinh Phat Holdings Group, Truong My Lan diduga menggelapkan uang sebesar 304 triliun Dong dari Saigon Commercial Bank yang juga menjabat sebagai pemegang saham mayoritas bank tersebut.

    “Berdasarkan pernyataan kementerian, My Lan yang ditangkap pada akhir tahun lalu sudah memanfaatkan lebih dari 1.000 anak perusahaan dalam dan di luar negeri untuk mengambil pinjaman hingga 40 miliar Euro dari Saigon Commercial Bank lalu mengalokasikannya ke pihak ketiga melalui perusahaan gelap yang dibentuk oleh dirinya dan keluarga,” tulis DW.

    Buntut dari kasus tersebut, Kementerian Keamanan Publik juga merekomendasikan penuntutan lebih dari 85 orang yang terdiri dari 24 pejabat pemerintah dan rekanan dari Van Thinh Phat Holdings Group dan Saigon Commercial Bank.

    Selang beberapa hari kemudian, Komisi Urusan Dalam Negeri dari pengurus pusat partai komunis Vietnam merekomendasikan investigasi terbuka terhadap 23 pejabat pemerintah yang 12 di antaranya berasal dari State Bank of Vietnam, bank sentral negara tersebut.

    Sebelumnya, kasus korupsi terbesar di Asia Tenggara terjadi pada 2016 lalu. Saat itu, kasus bernama ‘1MDB’ merugikan uang sebesar 4,1 miliar Euro atau setara dengan Rp68,7 triliun dalam kurs saat ini.

    (ikw/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • Israel Makin Brutal Gempur Gaza Selatan, Masa Bodoh Peringatan AS-PBB

    Israel Makin Brutal Gempur Gaza Selatan, Masa Bodoh Peringatan AS-PBB

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pasukan Israel makin brutal menggempur wilayah Gaza selatan, mengabaikan peringatan dari Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk melindungi warga sipil. 

    Dalam laporan Reuters pada Selasa (5/12), AS disebut masih bungkam untuk mengambil sikap melindungi warga sipil yang dianggap berada di zona aman dari target gempuran Israel. 

    “Warga dan jurnalis di lokasi mengatakan bahwa serangan udara Israel di [Gaza] selatan menargetkan wilayah berpenduduk yang tadinya diminta Israel sebagai lokasi pengungsian,” demikian laporan Reuters.

    Sekjen PBB Antonio Guterres meminta Israel untuk menahan tindakan lebih jauh, yang bisa memperburuk situasi di Gaza dan membuat warga sipil di sana kian menderita.

    “Sekjen [PBB] benar-benar marah dengan kembalinya pertempuran antara Israel dengan Hamas. Bagi warga yang diminta evakuasi, sudah tidak ada lagi tempat aman dan sangat kecil untuk bertahan,” ujar juru bicara PBB Stephane Dujarric.

    Sebelumnya, Israel sudah menggempur sisi utara Gaza sejak November. Sejak gencatan senjata berhenti pada Jumat (1/12) lalu, kini pasukan Israel bergerak ke Selatan untuk melakukan serangan.

    Terdapat pertempuran sengit di wilayah utara dan timur Khan Younis, kota terbesar di bagian selatan Gaza. Jalan utama di Khan Younis hingga ke sisi utara dikabarkan menjelma menjadi zona pertempuran.

    Tank-tank milik Israel juga sudah bergerak ke rute yang menghubungkan Gaza selatan dan utara. Pihak Israel menyatakan ada tiga tentara mereka yang tewas di Gaza pada Senin (4/12) lalu.

    Sementara itu sejak gencatan senjata berakhir dan agresi Israel berlanjut, lebih dari 700 orang di Palestina tewas sehingga total korban tewas selama agresi Israel nyaris mencapai 16 ribu orang.

    (ikw/dna)

  • Korban Tewas Agresi Israel ke Palestina Tembus 16 Ribu Jiwa

    Korban Tewas Agresi Israel ke Palestina Tembus 16 Ribu Jiwa

    Jakarta, CNN Indonesia

    Korban tewas akibat agresi Israel ke Palestina sejak 7 Oktober lalu tembus 16.159 ribu jiwa per Selasa (5/12).

    Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan sebanyak 15.899 orang tewas akibat agresi Israel di wilayah itu. Sementara itu, sebanyak 42 ribu warga Palestina lainnya terluka akibat gempuran Israel ini.

    Dikutip Al Jazeera, selain di Gaza, korban tewas akibat serangan Israel di Tepi Barat Palestina dalam periode yang sama juga telah menewaskan 26 orang dan melukai 3.356 orang.

    Sebagian besar dari belasan ribu korban jiwa ini merupakan anak-anak dan perempuan.

    Lonjakan korban jiwa ini terjadi kala Israel kembali melancarkan agresinya ke Gaza usai gencatan senjata berakhir.

    Alih-alih meredam gempuran, Israel kembali melancarkan serangan membabi buta ke Jalur Gaza, terutama wilayah di selatan Gaza.

    Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant bahkan mengatakan wilayah Gaza Selatan akan bernasib sama seperti Gaza Utara, bahkan akan lebih buruk lagi.

    Israel juga telah mewanti-wanti warga Palestina agar tidak kembali ke Gaza Selatan kalau tak ingin jadi sasaran gempuran.

    Juru bicara militer Israel, Daniel Hagari, mengatakan bahwa pasukannya “memperluas operasi darat untuk memberangus benteng Hamas di seluruh Jalur Gaza.”

    “Pasukan kami bertekad melakukan hal ini di mana pun kami perlukan, di Shajaiya, Jabalia, dan di mana pun terdapat benteng (Hamas),” ucap Hagari.

    Pada Senin (4/12), militer Israel menegaskan lagi perintah untuk warga Palestina agar segera meninggalkan Gaza selatan, terutama Khan Younis, kota terbesar di wilayah itu.

    Dikutip The New York Times, militer Israel juga memerintahkan warga Palestina yang ada di Gaza selatan mengungsi ke kamp-kamp perlindungan jauh di selatan Rafah, dekat perbatasan Mesir.

    (rds/rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Kenapa Gaza Disebut Seperti Penjara Terbesar di Dunia Gegara Israel?

    Kenapa Gaza Disebut Seperti Penjara Terbesar di Dunia Gegara Israel?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Kondisi di Jalur Gaza kian memprihatinkan dengan gempuran agresi Israel yang tidak kunjung selesai.

    Kesepakatan gencatan selama beberapa hari hanya menunda penderitaan warga Gaza sesaat.

    Militer Israel kini kembali memperluas serangan daratnya di Gaza selatan yang menewaskan 700 warga menurut laporan pejabat Palestina, dikutip dari Al Jazeera.

    Penderitaan yang dialami warga Gaza sudah terjadi sejak lampau, tetapi semakin parah sejak Israel menduduki wilayah tersebut.

    Gaza disebut sebagai ‘penjara terbesar di dunia’ karena blokade-blokade yang diciptakan Israel.

    Wakil Presiden Republik Indonesia Ma’ruf Amin juga mengutarakan hal yang sama bahwa Gaza sudah seperti penjara raksasa bagi warga Palestina yang dikepung blokade Israel.

    “Mereka mengatakan Hamas itu teroris. Saya bilang bahwa mereka tidak tahu, bahwa orang Palestina sudah lama dijajah oleh Israel. Karena itu orang mengatakan Palestina itu adalah penjara terbesar di dunia itu,” kata Ma’ruf di pembukaan Mukernas MUI, Hotel Mercure Ancol Jakarta.

    Ma’ruf menganggap bila warga Palestina melakukannya perlawanan, maka sebenarnya mereka sedang melakukan pembebasan. Bukan sebaliknya juga upaya mereka diartikan sebagai pemberontakan.

    “Tapi bagaimana dia melepaskan diri dari kekejaman selama berpuluh tahun itu,” kata dia.

    Gaza mulai bergejolak ketika Israel mendeklarasikan kemerdekaannya Tahun 1948 dan puluhan ribu pengungsi Palestina melarikan diri ke sana untuk mencari perlindungan dari perang Arab-Israel, dikutip dari The Sunday Guardian.

    Perjanjian Gencatan Senjata Israel pada Februari 1949 membagi dan menetapkan pembatas antara Jalur Gaza, Mesir, dan Israel.

    Tercetusnya Perang Enam Hari pada Juni 1967 membuat Israel melakukan pendudukan jangka panjang di Gaza. Israel memaksa warga Palestina untuk meninggalkan Gaza menuju Tepi Barat, Mesir, Yordania, bahkan Amerika.

    Walaupun Hamas berhasil menguasai Gaza dengan memenangkan pemilu 2006, Israel tetap memegang kendali atas perbatasan darat, laut, dan udara di Jalur Gaza dengan membangun pagar tinggi yang terkenal kejam. Kekuasaan Hamas justru membuat Israel mengambil langkah politik di tingkat berikutnya.

    Dilansir dari Middle East Research and Project, rencana membangun kembali Gaza dalam konferensi donor di Kairo 2014 sebenarnya untuk memperketat sistem kontrol terhadap warga Palestina dan menempatkan aktor kemanusiaan dalam posisi menerapkan blokade yang diperketat Israel.

    Lebih dari 2,3 juta warga Gaza hidup di wilayah dengan panjang hanya 41 kilometer dan lebar 12km pada 2021. Besarnya populasi ini, menggambarkan kondisi Gaza seperti penjara pada umumnya yang kelebihan kapasitas. Gaza disebut sebagai kota dengan populasi penduduk terpadat di dunia.

    Setiap perbatasan Gaza dikelilingi oleh pagar yang sulit ditembus dengan sensor setiap beberapa meter. Gaza berbatasan dengan Mesir di selatan dan Laut Mediterania di Barat. Israel berusaha mengepung Gaza dari berbagai sisi dan menutupnya dari dunia luar.

    Bersambung ke halaman berikutnya…

    Gaza digambarkan sebagai penjara terbuka karena tidak seorang pun bisa keluar atau masuk Gaza. Bahkan warga Palestina juga tidak bisa mengunjungi Gaza.

    Berbagai upaya impor dan ekspor berusaha dihalangi oleh Israel yang akhirnya memaksa industri untuk tutup.

    Nelayan sulit mendapatkan tangkapan karena daerah teritorial yang sangat dibatasi. Suplai bahan bakar dan listrik membuat kesulitan untuk menjalankan transportasi.

    Persedian obat-obatan dan peralatan medis yang menjadi kebutuhan penting masyarakat juga dibatasi.

    Dikutip dari The Guardian, militer Israel pernah menerapkan perhitungan kalori bagi warga Palestina selama penerapan blokade antara 2007 dan pertengahan 2010.

    Penghitungan kalori ini diduga untuk membatasi pasokan makanan warga Palestina demi menekan Hamas. Pada puncak blokade, Israel juga menetapkan daftar makanan yang diizinkan dan dilarang di Gaza.

    [Gambas:Infografis CNN]

    “Bukti bahwa blokade Gaza direncanakan dan sasarannya bukanlah Hamas atau pemerintah, seperti yang selalu diklaim oleh pendudukan. Blokade ini menargetkan semua umat manusia, dokumen ini harus digunakan untuk mengadili pendudukan (Israel) atas kejahatan mereka terhadap kemanusiaan di Gaza,” ungkap Fawzi Barhoum, juru bicara Hamas.

    Gaza yang sengaja dimiskinkan

    Saat ini, Gaza menjadi kota dengan tingkat pengangguran tertinggi di dunia dengan lebih dari 50 persen penduduknya hidup dalam jurang kemiskinan.

    Kondisi ini disebut sebagai bagian dari upaya Israel memiskinkan orang-orang di Gaza.

    Pada 2012, Perserikatan Bangsa-Bangsa memperingatkan bahwa Jalur Gaza bisa menjadi tempat “tidak dapat dihuni” pada 2020 jika tren ekonomi yang buruk terus berlanjut, dilansir dari UN News.

    Kenyataanya setiap tahun serbuan Israel ke Gaza semakin parah yang mengakibatkan tewasnya puluhan ribu warga sipil dan puluhan ribu rumah rusak.

    Masyarakat Gaza sampai membuat terowongan untuk bisa mendapatkan bantuan kebutuhan mendesak dari Mesir. Namun, banjir bandang di Mesir pada 2015 menghancurkan terowongan tersebut.

    Pemompaan air asin yang dilakukan Mesir dari Mediterania ke dalam terowongan membuat air naik ke permukaan, mencemari air, mengancam lahan pertanian, dan menyebarkan penyakit.

    “Kami menghormati tetangga kami, kami mencintai Mesir, tapi tetangga kami membuat hidup kami lebih sulit,” ungkap Mahmoud Bakeer, berusia 61 tahun, warga Gaza, dilansir dari Reuters.

    Kini, setengah dari populasi Gaza adalah anak-anak yang hidupnya berada di bawah tekanan blokade.

    Mereka tidak pernah menjalani hari yang penuh dengan pasokan listrik. Hampir setiap hari mereka mendapat ancaman bom tanpa tahu tempat yang aman untuk berlindung. Mereka yang paling merasakan hidup di dalam penjara terbuka terbesar di dunia.

  • 5 Negara Pemasok Terbesar Senjata ke Israel

    5 Negara Pemasok Terbesar Senjata ke Israel

    Jakarta, CNN Indonesia

    Militer Israel saat ini mengklaim pasukan darat terus beroperasi di Jalur Gaza bersamaan dengan serangkaian serangan udara yang menargetkan 200 sasaran.

    Salah satu sasarannya adalah sebuah sekolah di kota timur laut Beit Hanoun. Menurut Pasukan Pertahanan Israel (IDF), sekolah ini berisi “infrastruktur teror”, termasuk terowongan berisi senjata dan bahan peledak, dikutip dari CNN.

    “IDF melanjutkan dan memperluas operasi darat terhadap benteng Hamas di seluruh Jalur Gaza,” kata juru bicara IDF, Laksamana Muda Daniel Hagari.

    Perluasan serangan ini sesuai dengan ambisi Israel sebelumnya yang akan menumpas Hamas setelah gencatan senjata berakhir.

    Selama ini, Israel dikenal mendapat sokongan senjata canggih dari beberapa maju untuk melakukan perang.

    Berikut lima negara penyuplai terbesar senjata ke Israel.

    1. Amerika Serikat

    Amerika Serikat merupakan negara yang paling frontal menunjukkan dukungannya kepada Israel. Presiden Amerika Serikat Joe Biden bahkan mendapat kecaman dan tekanan dunia internasional atas aksinya mendukung Israel.

    Pada awal November lalu, Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat menyetujui rencana Partai Republik untuk memberikan bantuan militer kepada Israel sebesar US$14,5 miliar, dilansir dari Al Jazeera.

    Rencana ini akhirnya disahkan dengan hasil suara 226 mendukung dan 196 menolak dengan memotong anggaran dana Internal Revenue Service.

    Paket bantuan yang dikirimkan mencakup US$4 miliar dana untuk mengisi kembali pertahanan rudal Iron Dome dan David’s Sling Israel serta peralatan militer yang ditransfer dari persediaan AS.

    Sebelum perang dengan Hamas, Amerika Serikat telah lama menyokong militer Israel dengan jumlah yang fantastis.

    Israel menjadi negara yang menerima bantuan ekonomi dan militer terbesar dari Amerika pada 1974-2002 dan 2021. Selama ini, Amerika telah menggelontorkan uang lebih dari US$260 miliar dan tambahan US$10 miliar untuk sistem pertahanan rudal, dikutip dari US News.

    2. Jerman

    Persetujuan ekspor atau pengiriman senjata dari pertahanan Jerman ke Israel telah meningkat sepuluh kali lipat dibandingkan tahun lalu.

    Berlin memberikan izin prioritas untuk pengiriman ini sejak Hamas menyerang Israel Oktober lalu.

    Dilansir dari Reuters, pemerintah Jerman menyetujui ekspor peralatan pertahanan senilai 303 juta Euro atau US$323 juta ke Israel.

    Sebagai perbandingan, pada 2022 ekspor persenjataan dari Jerman hanya senilai 32 juta Euro.

    Jerman terutama memasok Israel dengan komponen-komponen untuk sistem pertahanan udara dan peralatan komunikasi.

    Dilansir dari Middle East Eye, dari tahun 2009 sampai 2020 Jerman menyumbang 24 persen impor senjata ke Israel.

    Bersambung ke halaman berikutnya…

    3. Italia

    Dengan skala yang lebih kecil dari Jerman, Italia telah memasok suku cadang untuk pesawat pelatihan dan tempur, termasuk helikopter ringan M-346 Master dan AW-119, menurut SIPRI, dikutip dari Euro News.

    Selama Tahun 2009 sampai 2020, Italia menyediakan 5,6 persen kuota impor senjata konvensional utama Israel.

    Dari 2013-2017, Italia mengirimkan senjata senilai 476 juta Euro atau US$581 juta ke Israel.

    Dilansir dari situs Trading Economics, sepanjang 2022, nominal perdagangan ekspor senjata Italia dalam bentuk senjata, amunisi, suku cadang, dan aksesoris mencapai US$18,88 miliar.

    Perusahaan Italia AgustaWestland, yang merupakan anak perusahaan dari grup usaha aviasi Leonardo, juga memasok komponen bagi helikopter serang Apache yang digunakan Israel.

    4. Inggris

    Berdasarkan data dari Kampanye Menentang Perdagangan Senjata (CAAT), Inggris telah melisensikan penjualan senjata kepada Israel sejak 2015 sebesar 400 juta Euro.

    Lembaga tersebut meminta agar pemerintahan Inggris menghentikan dukungan persenjataan ke Israel yang digunakan untuk membom warga Gaza.

    Jumlah senjata yang diekspor dari Inggris sebenarnya jauh lebih tinggi dari yang ditampilkan kepada publik karena sistem perdagangannya tidak jelas atau “lisensi terbuka”.

    Perusahan swasta Inggris memasok senjata dan perangkat militer ke Israel dalam bentuk BAE Systems, Atlas Elektronik Inggri, MPE, Kontrol Meggitt, Penny + Giles, Teknik Redmayne, PLC Senior, penjelajah darat, dan G4S.

    Inggris diduga menghabiskan jutaan poundsterling setiap tahunnya untuk mendukung persenjataan Israel.

    Pada pertengahan Oktober lalu, Perdana Menteri inggris telah mengerahkan aset militer ke Mediterania timur untuk mendukung Israel, yaitu pesawat pengintai, dua kapal pendukung Angkatan Laut Kerajaan dan sekitar 100 Marinir, dikutip dari The Guardian.

    Unit militer dan pesawat tempur Inggris yang berbasis di RAF Akrotiri, Siprus juga disiapkan saat Israel akan menjalankan operasi darat ke Gaza.

    5. Kanada

    Warga Kanada untuk Keadilan dan Perdamaian di Timur Tengah (CJPME) menyoroti perdagangan ekspor senjata dengan Israel yang mencapai lebih dari US$20 juta pada 2022.

    2022 menjadi tahun tertinggi ketiga dalam sejarah ekspor militer Kanada ke Israel.

    Masyarakat menyayangkan tindakan pemerintah Kanada yang tetap bekerja sama dengan Israel di tengah meningkatnya konflik pengeboman dan pendudukan di Jalur Gaza.

    “Kanada terus mengekspor senjata ke Israel dengan mengabaikan risiko nyata bahwa senjata tersebut akan digunakan untuk membunuh, melukai, atau menindas warga Palestina di wilayah pendudukan,” kata Michael Bueckert, Wakil Presiden CJPME, dilansir dari CJPME.

    “Kanada harus mengambil tindakan sekarang untuk memastikan bahwa ekspor Kanada tidak terlibat, secara langsung atau tidak langsung, dalam kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan,” imbuh Bueckert.

    Dilansir dari Middle East Monitor, awal November lalu, Kanada meluncurkan “tim kecil pasukan operasi khusus” ke Israel yang mencakup Satuan Tugas Gabungan 2 (JTF2), unit Pasukan Khusus militer paling elit dan rahasia di Kanada yang bertanggung jawab atas misi paling berbahaya dan sensitif yang dilakukan militer, termasuk kontra-terorisme dan penyelamatan sandera.

  • Kenapa Gaza Selatan Jadi Target Agresi Israel Pasca Gencatan Berakhir?

    Kenapa Gaza Selatan Jadi Target Agresi Israel Pasca Gencatan Berakhir?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Israel dilaporkan tak berhenti melancarkan gempuran udara ke sejumlah titik di Jalur Gaza Palestina, terutama bagian selatan wilayah itu, sejak gencatan senjata berakhir pada Jumat (1/12).

    Di awal agresi brutalnya pada 7 Oktober lalu, Israel fokus menggempur Gaza utara yang berbatasan langsung dengan wilayahnya.

    Kini, Pasukan Pertahanan Israel (Israel Defense Force/IDF) menuturkan akan fokus menggempur Gaza Selatan, tepatnya di Kota Khan Younis.

    Dikutip Al Jazeera, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant bahkan mengatakan serangan pasukannya ke Gaza Selatan tidak hanya sama seperti gempuran ke Gaza Utara, bahkan akan lebih buruk lagi.

    Militer Israel bahkan telah mewanti-wanti warga Palestina agar tidak kembali ke Gaza Selatan kalau tak ingin jadi sasaran gempuran.

    Gallant pun memastikan agresi Israel di Gaza Utara akan tetap berlanjut meski kini pasukannya akan fokus menggempur Gaza Selatan.

    Apa alasan Israel kini fokus menggempur Gaza Selatan?

    Dikutip CNN, alasan utama Israel kini menggempur Gaza Selatan adalah karena menurut analisis intelijen, para pemimpin milisi Hamas telah mengungsi ke wilayah itu sejak Gaza Utara diserang habis-habisan di awal agresi.

    Seorang pejabat AS yang mengetahui hal ini memaparkan analisis intelijen menyatakan sebagian besar petinggi Hamas, terutama komandan sayap bersenjata Brigade Al Qassam, sudah kabur dan bersembunyi di Gaza Selatan.

    Meski begitu, pejabat AS itu tak menjelaskan apakah analisis intelijen itu datang dari intelijen Washington atau Tel Aviv.

    Gempuran Israel yang mulai menargetkan wilayah Gaza Selatan ini juga berlangsung terlepas dari tekanan Amerika Serikat yang kurang setuju dengan rencana sekutunya ini.

    AS disebut sudah mewanti-wanti Israel tak bisa melancarkan agresi militer ke Gaza Selatan sama seperti ketika mereka menggempur Gaza Utara.

    Sebab, sebagian besar warga Palestina di Gaza Utara telah mengungsi dan mencari perlindungan ke Gaza Selatan sejak agresi Israel berlangsung.

    Pemerintahan Presiden Joe Biden bahkan disebut sempat berdiskusi dengan Israel soal bagaimana melindungi ribuan warga Palestina di Gaza Selatan jika Tel Aviv kekeh ingin melancarkan gempuran ke wilayah itu ketika gencatan senjata berakhir.

    Di antara banyak opsi yang secara aktif dipertimbangkan oleh pejabat AS-Israel adalah memindahkan warga sipil yang pergi ke selatan di awal agresi untuk kembali ke Gaza Utara setelah gempuran Israel di sana benar-benar berakhir.

    Padahal, sebagian besar wilayah di Gaza Utara sudah hancur akibat gempuran Israel sejak 7 Oktober lalu.

    (rds/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • Nasib Arab-Druze, Direkrut Israel Jadi Tentara Tetap ‘Dibikin’ Miskin

    Nasib Arab-Druze, Direkrut Israel Jadi Tentara Tetap ‘Dibikin’ Miskin

    Jakarta, CNN Indonesia

    Nasib miris dialami suku Druze berbahasa Arab yang memilih menjadi warga pendudukan Israel.

    Banyak di antara mereka yang direkrut Israel untuk bergabung bersama pasukan pertahanan Israel (IDF). Namun, kebanyakan dari mereka tetap dibikin hidup miskin dan termarginalisasi di wilayah pendudukan Israel.

    Anggota Parlemen Knesset Arab-Israel, Hanin Zoabie, mengatakan orang-orang Arab di wilayah itu diimingi kehidupan yang layak dan sejahtera dengan gaji tinggi jika bergabung ke IDF.

    Ia menyebut bahwa Israel berusaha mengincar orang-orang yang miskin dan tidak memiliki pekerjaan untuk menjadi tentara.

    “Sembilan puluh persen orang Arab yang bertugas di tentara Israel tidak memiliki kesetaraan dengan orang Israel. Israel tidak membutuhkan mereka untuk melindungi keamanannya, ini adalah masalah politik, yang pertama adalah perpecahan dan pemerintahan.” ungkap Zoabie, dikutip dari Al Majalla.

    Suku Druze yang menempati Israel juga tak banyak pilihan selain bergabung bersama IDF untuk keluar dari himpitan ekonomi. Orang-orang Arab termasuk suku Druze di Israel amat sulit mendapat pekerjaan yang layak selain menjadi tentara.

    Meski demikian, mereka tetap yang paling menderita tak mampu keluar dari kemiskinan dan diskriminasi sebagai minoritas di wilayah pendudukan Israel.

    Meski banyak yang bergabung bersama IDF menjadi kombatan dan bertaruh nyawa, anak-anak muda Druze termarginalisasi dan tertolak dari investasi publik. Keluarga mereka harus membayar denda besar atas rumah-rumah yang dibangun karena kebijakan yang amat ketat dan selektif terkait perencanaan pembangunan dari Israel.

    Sekitar 150 ribu orang Druze yang mayoritas Syiah tinggal di Israel, seperti dikutip dari AFP. Mayoritas anak-anak laki mereka harus ikut wajib militer di Israel, banyak pula yang tergabung sebagai kombatan di pasukan infantri angkatan darat.

    Komunitas Druze tersebar di 16 desa termasuk di Desa Beit Jann di wilayah utara Israel, salah satu kampung halaman pemuda Druze yang tewas saat bertugas di IDF melawan Hamas pada agresi Israel sejak 7 Oktober.

    Sejak 7 Oktober hingga 21 November sekitar enam orang Druze dari 390 anggota IDF tewas dalam pertempuran. Salah satu yang meninggal dunia adalah anggota IDF dari suku Druze, Adi Malik Harb.

    Kematian mereka kembali memicu perdebatan terkait konstitusi Negara Israel sebagai negara untuk orang-orang Yahudi dan merendahkan suku-suku bangsa lainnya termasuk Arab di wilayah itu.

    Pemakaman Malik Harb di Desa Beit Jann begitu sunyi diliputi kesedihan mendalam di antara keluarga dan kerabatnya.

    “Bukankah teman-teman dan kenalan Adi (Malik Harb) layak mendapat pekerjaan dan membangun rumah di Beit Jann tanpa intervensi, tanpa khawatir tentang aturan ketat dan denda?” ujar pemimpin Syiah komunitas Druze di Beit Jann, Syekh Mowafaq Tarif.

    Bersambung ke halaman berikutnya…

    Sejumlah aktivis menyebut orang-orang Druze hidup dengan jaringan listrik, saluran pembuangan, hingga jalan-jalan yang sangat buruk selama mengalami marginalisasi oleh Israel dalam beberapa dekade.

    Salah satu tokoh masyarakat Druze, Salah Abu Rukun, warga amat jarang diperbolehkan membangun rumah. Rumah-rumah mereka banyak yang digusur karena dinilai ilegal oleh Israel sehingga memicu protes warga.

    Ia mengatakan orang-orang Druze sebagaimana orang Arab lainnya nyaris tak memiliki kepemilikan atas tanah untuk melanjutkan eksistensi mereka.

    Undang-undang tahun 2017 untuk mencegah pembangunan yang tak diatur otoritas Israel semakin menghimpit orang-orang Arab termasuk suku Druze di Israel.

    Pengacara dari Desa Beit Jann Nisreen Abu Asale mengatakan warga tidak punya pilihan selain menempati rumah-rumah mereka tanpa izin dari otoritas Israel.

    “Kami tidak ingin meninggalkan komunitas, budaya, atau agama kami,” ujar Abu Asale sembari menyebut tak ada perkembangan berarti di desanya dalam beberapa dekade terakhir.

    “Kami hidup berdasarkan kebutuhan 20 atau 30 tahun lalu,” ia menambahkan.

    Praktik-praktik pembongkaran memang jarang dilakukan, tapi Israel kerap memaksakan denda besar kepada warga Druze atas rumah mereka sendiri.

    Pelatih basket dari Universitas Teknik Haifa Ashraf Halabi harus membayar denda 600 ribu shekels atau setara US$160 ribu atas bangunan rumah dan kolam renangnya untuk kursus renan bagi anak-anak di Beit Jann.

    “Siapa yang mau menggusur bangunan ini? Mereka (Israel) menguras dompet dan rekening bank kami,” tutur Halabi.

    “Kami harus menerima perintah mobilisasi atau pembongkaran. Ada dua hal itu dan sayangnya kami harus mematuhinya,” ia melanjutkan curhatannya.

    Kebijakan rasialis dan diskriminatif

    Pada 2018, parlemen Knesset meloloskan undang-undang Negara-Bangsa yang mendeklarasikan bahwa hanya orang-orang Yahudi yang memiliki hak mengatur diri sendiri di Negara Israel dan meminggirkan bangsa lain termasuk Arab.

    Suku Druze termasuk yang lantang menentang undang-undang itu. Wali Kota Beit Jann Radi Najam bahkan menyebut kebijakan tersebut sebagai langkah rasialis dan mengabaikan hak-hak etnis lain seperti Druze.

    Undang-undang itu pun kembali diperdebatkan karena banyak suku Druze yang nyatanya harus bergabung bersama IDF dan tewas dalam pertempuran di sana.

  • Israel Bantah Ultimatum WHO Evakuasi Gudang Medis dari Gaza 24 Jam

    Israel Bantah Ultimatum WHO Evakuasi Gudang Medis dari Gaza 24 Jam

    Jakarta, CNN Indonesia

    Israel membantah tuduhan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yang mengatakan Tel Aviv meminta organisasi tersebut mengevakuasi gudang di Gaza Selatan, Palestina.

    “Sebenarnya kami tidak. meminta Anda untuk mengevakuasi gudang dan kami juga telah menjelaskannya (dan secara tertulis) kepada perwakilan PBB terkait,” kata Kantor Koordinasi Israel di wilayah Palestina (COGAT) dalam unggahannya di X.

    Sebelumnya, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan organisasinya mendapatkan pesan dari militer Israel untuk segera memindahkan pasokan dari dua gudang medisnya di Gaza selatan.

    Gaza selatan memang tengah menjadi target utama agresi Israel sejak gencatan senjata berakhir pada pekan lalu.

    “Hari ini WHO mendapatkan pesan dari militer Israel (IDF) bahwa kami harus memindahkan pasokan dari gudang medis kami di Gaza selatan dalam 24 jam, karena serangan darat akan dilakukan,” ungkap Tedros di Twitter atau X pada Senin (4/12) waktu setempat.

    Menanggapi hal tersebut, Tedros mengimbau Israel untuk mencabut perintah tersebut dan harus memastikan keselamatan warga sipil.

    “Kami mengimbau #Israel untuk mencabut perintah tersebut, dan mengambil segala tindakan yang mungkin untuk melindungi warga sipil dan infrastruktur sipil, termasuk rumah sakit dan fasilitas kemanusiaan.”

    Israel langsung membombardir Jalur Gaza lagi setelah masa gencatan senjata berakhir tanpa ada perpanjangan lagi pada Jumat pekan lalu. Israel dan Hamas saling menyalahkan satu sama lain atas kegagalan memperpanjang masa gencatan senjata.

    Sementara itu, Kementerian Kesehatan di Gaza mengungkapkan jumlah korban tewas di wilayah tersebut terus bertambah hingga jadi 15.899 orang sejak agresi militer Israel dimulai 7 Oktober hingga Senin (4/12).

    Dari angka itu, Ashraf Al-Qudra selaku juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan 70 persen dari korban merupakan perempuan dan anak-anak. Jumlah korban luka-luka juga terus meningkat hingga 42 ribu saat ini.

    (rds/rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Belanda Digugat Gegara Pasok Onderdil F-35 ke Israel saat Gempur Gaza

    Belanda Digugat Gegara Pasok Onderdil F-35 ke Israel saat Gempur Gaza

    Jakarta, CNN Indonesia

    Sekelompok organisasi pemerhati Hak Asasi Manusia (HAM) menggugat pemerintah Belanda atas keterlibatannya dalam agresi brutal Israel ke Jalur Gaza, Palestina.

    Kelompok HAM tersebut menggugat Belanda lantaran masih memasok sejumlah sparepart jet tempur F-35 ke Israel saat negara Zionis itu melancarkan agresi brutal ke Palestina sejak 7 Oktober lalu.

    Menurut para aktivis, memasok onderdil F-35 ke Israel sama saja ikut melanggar hukum internasional di Gaza.

    Dikutip AFP, kasus ini terkait dengan beberapa suku cadang F-35 yang disimpan di gudang di Belanda dan kemudian dikirim beberapa mitra, termasuk Israel, melalui perjanjian ekspor yang ada.

    Oxfam Novib, salah satu kelompok yang mengajukan gugatan, mengatakan ekspor sparepart ini “membuat Belanda terlibat dalam pelanggaran hukum perang dan pelanggaran soal hukuman kolektif terhadap penduduk sipil di Gaza.”

    “Hampir tidak dapat dipercaya bahwa bom-bom ini dijatuhkan berkat dukungan militer Belanda. Hal ini harus dihentikan,” tambah Michiel Servaes, direktur Oxfam Novib.

    Selain Oxfam Novib, organisasi HAM lainnya yang ikut menggugat Belanda, Amnesty International, turut menganggap hal serupa.

    “Dengan memasok suku cadang senjata, Belanda berisiko terlibat dalam pelanggaran hukum kemanusiaan internasional,” ucap Direktur Amnesty International Dagmar Oudshoorn seperti dikutip AFP pada Senin (4/12).

    Agresi Israel ke Palestina sejak 7 Oktober lalu telah menewaskan lebih dari 15.800 orang, termasuk lebih dari 6 ribu anak dan 4 ribu perempuan.

    Pakar hukum internasional mengatakan bahwa pelanggaran HAM kemungkinan besar dilakukan oleh kedua pihak yang berkonflik.

    Sementara itu, pihak berwenang Belanda mengatakan bahwa tidak jelas apakah mereka mempunyai wewenang untuk campur tangan soal pengiriman suku cadang F-35 tersebut. Sebab, pengiriman suku cadang ini bagian dari operasi yang dilakukan Amerika Serikat yang memasok suku cadang ke semua mitra yang membeli F-35 dari Negeri Paman Sam.

    “Berdasarkan informasi terkini mengenai pengerahan F-35 Israel, tidak dapat dipastikan bahwa F-35 terlibat dalam pelanggaran serius hukum perang kemanusiaan,” kata pemerintah Belanda dalam sebuah surat kepada parlemen.

    Namun, salah satu pengacara HAM yang ikut menggugat Belanda, Liesbeth Zegveld, mengatakan: “Jelas bahwa pesawat-pesawat ini digunakan di atas Gaza untuk melakukan pemboman udara dan membantu pasukan darat di Gaza saat ini.”

    Keputusan dalam kasus ini diperkirakan akan keluar dalam waktu sekitar dua minggu.

    (rds/rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Druze, Suku Arab yang Banyak Direkrut Israel ke IDF untuk Pecah Belah

    Druze, Suku Arab yang Banyak Direkrut Israel ke IDF untuk Pecah Belah

    Jakarta, CNN Indonesia

    Israel disebut lebih banyak merekrut orang-orang Druze yang merupakan salah satu suku berbahasa Arab di wilayah itu.

    Anggota Parlemen Knesset Arab-Israel, Hanin Zoabie, menilai langkah Israel merekrut orang-orang Arab termasuk Druze untuk memecah belah mereka.

    Sekitar 83 persen anak muda Suku Druze diperkirakan mendaftarkan diri dalam Pasukan Pertahanan Israel (IDF).

    Suku Druze menempati pendaftar militer tertinggi di antara semua komunitas dan sektor masyarakat Israel, termasuk semua orang Yahudi, dikutip dari I24 News.

    Kenyataan ini menjadi sebuah kebanggaan bagi pemerintah Israel dan komunitas Druze.

    Suku Druze merupakan kelompok minoritas berbahasa Arab dengan populasi sebesar 150.000 jiwa atau 2 persen dari total populasi Israel.

    Dilansir dari Al Majalla, Suku Druze di Israel banyak menempati wilayah utara Galilea, Karmel, dan Dataran Tinggi Golan.

    Para pemimpin Druze menandatangani “perjanjian darah” dengan Israel pada 1956 yang mewajibkan komunitas tersebut untuk bergabung dengan IDF.

    Sudah lebih dari 50 tahun Suku Druze menjalankan perjanjian ini yang menewaskan ratusan warganya untuk melindungi Israel.

    Kewajiban wajib militer bagi masyarakat Druze menjadi perdebatan panjang di kalangan komunitas Druze di Israel.

    Perdebatan ini meningkat setelah konferensi di Amman pada 2001 yang disponsori ole Walid Jumblatt, pemimpin Druze Lebanon. Jumblatt meminta agar Suku Druze Israel tidak bergabung dengan IDF untuk berperang melawan saudara mereka Palestina.

    Jika mereka harus bertugas, Jumblatt berharap bahwa masyarakat Druze tidak menyerang Palestina yang sedang berjuang melawan pendudukan Israel.

    Namun, mayoritas masyarakat pendukung wajib militer Druze beranggapan bahwa keterlibatan dalam IDF sebagai bentuk kesetiaan Druze di Timur Tengah terhadap tanah air mereka, dilansir dari Jewish Virtual Library.

    Ketika dilihat dari keterikatan generasi secara berabad-abad, secara umum Suku Druze adalah komunitas Arab Timur Tengah. Populasi Druze saat ini bisa ditemui, terutama di Suriah, Lebanon, Yordania, Israel, dan Palestina.

    Diperkirakan lebih dari 1,5 juta suku Druze ada di dunia saat ini. Walaupun sebagian besar mereka tinggal di Timur Tengah, peristiwa konflik dan penganiayaan serta tekanan ekonomi dan politik membuat komunitas Druze tersebar di berbagai belahan dunia, dilansir dari Arab News.

    Bersambung ke halaman berikutnya…

    Suku Druze sangat erat memegang nilai-nilai komunitasnya dan tertutup dari dunia luar. Sejak tahun 1043, masyarakat Druze tidak diperbolehkan berpindah agama. Bagi orang-orang yang bukan inisiat atau “juhhal” di kalangan Druze sendiri tidak mempunyai akses terhadap teks agama mereka.

    Sangat langka terjadi pernikahan antara orang Druze dengan orang luar. Pernikahan anak muda Druze dengan pihak luar akan menjadi pertanda buruk bagi masa depan masyarakat Druze dalam jangka panjang.

    Hingga saat ini, masih banyak misteri yang tersembunyi di balik Suku Druze.

    “Mustahil untuk memahami identitas etnis Druze tanpa membahas sejarah Timur Tengah dan mengingat bahwa ini adalah negeri dengan peradaban kuno dan saling tumpang tindih,” ungkap Eyad Abu Shakra, seorang pakar antropologi, geografi, dan sejarah Druze.

    “Ini adalah tempat lahirnya tiga agama Ibrahim di dunia, penghubung dua jalur perdagangan bersejarah, Jalur Dupa, dan Jalur Sutra, dan terletak di persimpangan Asia, Afrika, dan Eropa. Oleh karena itu, mengingat penaklukan, perkawinan campur, dan perpindahan penduduk sepanjang sejarah, antropologi Timur Tengah terlalu rumit untuk memungkinkan pembicaraan tentang ras murni.” imbuhnya.

    Imajinasi penulis dan sejarawan Barat menghubungkan Druze dengan Druid di Inggris kuno, bawahan Raja Hiram dari Tirus Fenisia, pembangun kuil Sulaiman, bahkan sebagai sisa orang Israel yang melarikan diri dari murka Musa setelah penghancuran anak lembu cair.

    Sulit untuk mengungkap dan memahami keyakinan Druze dengan sistemnya yang sangat tertutup.

    “Nenek moyang kami, Muwahhidun, menutup diri terhadap agama,” tulis Dr Anis Obeid, dalam bukunya berjudul The Druze and their Faith in Tawhid.

    “Banyak anggota Druze sendiri yang tidak tahu apa agama mereka, kecuali beberapa poin pembicaraan,” imbuhnya.

    Suku Druze dikenal memuja sejumlah nabi, seperti Yitro (Shu’aib) dan Ayub (Ayyub), tempat suci, serta pertemuan keagamaan yang disebut Laylet Al-Jum’a.

    Komunitas Suku Druze hingga saat ini tetap bertahan di seluruh dunia yang membuktikan kepatuhan mereka terhadap prinsip taqiyya untuk melindungi diri. Mereka telah beradaptasi dengan lingkungannya dan berjanji setia kepada negara mana pun yang ditinggali.