Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Profesor Tamer Qarmout Sebut Pemindahan Paksa Warga Palestina ke Afrika sebagai ‘Menjijikkan’ – Halaman all

Profesor Tamer Qarmout Sebut Pemindahan Paksa Warga Palestina ke Afrika sebagai ‘Menjijikkan’ – Halaman all

TRIBUNNEWS.COM – Profesor madya di Institut Studi Pascasarjana Doha, Tamer Qarmout mengecam usulan pemindahan paksa warga Palestina ke Afrika sebagai “garis merah yang tidak boleh dilampaui.”

Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Qarmout menyatakan pemerintah dunia memiliki tanggung jawab untuk menghentikanusulan yang “menjijikkan” dan tidak boleh terlibat dalam skenario tersebut, terutama jika melibatkan pemindahan warga Palestina ke negara-negara Afrika yang masih berjuang melawan warisan kolonial.

“Sudan dan Somalia masih dilanda perang akibat warisan kolonial,” katanya, dikutip dari Al Jazeera.

“Mereka (pemerintah Israel) harus diekspos dan dimasukkan ke dalam daftar orang-orang yang harus dipermalukan,” ujar Qarmout.

Menurut laporan, Amerika Serikat dan Israel dilaporkan melakukan pembicaraan diam-diam dengan beberapa negara Afrika Timur, termasuk Somaliland, mengenai kemungkinan penerimaan warga Palestina yang dipindahkan.

Sebagai imbalannya, berbagai insentif – finansial, diplomatik, dan keamanan – diperkirakan akan ditawarkan kepada pemerintah tersebut.

Seorang pejabat AS yang terlibat dalam upaya ini mengonfirmasi kepada Associated Press AS telah melakukan pembicaraan dengan Somaliland mengenai bidang-bidang tertentu yang bisa mereka bantu, dengan imbalan pengakuan internasional untuk wilayah yang memisahkan diri tersebut.

Namun, pejabat Somaliland, Abdirahman Dahir Adan, Menteri Luar Negeri Somaliland, membantah bahwa pihaknya telah menerima atau membahas usulan tersebut.

“Saya belum menerima usulan seperti itu, dan tidak ada pembicaraan dengan siapa pun terkait Palestina,” katanya kepada Reuters.

Qarmout menilai usulan pemindahan paksa ini sebagai tindakan yang “keterlaluan” dan mendesak masyarakat internasional untuk menentangnya.

Ia menegaskan bahwa negara-negara seperti Sudan dan Somalia, yang masih menghadapi tantangan besar akibat warisan kolonial, seharusnya tidak dilibatkan dalam rencana ini.

AS-Israel Lirik Afrika untuk Pindahkan Warga Gaza

Amerika Serikat (AS) dan Israel telah menghubungi pejabat dari tiga negara di Afrika Timur untuk mendiskusikan kemungkinan penggunaan wilayah mereka sebagai tempat penampungan bagi warga Palestina dari Gaza.

Laporan ini muncul dari Associated Press pada Jumat (14/3/2025), yang mengutip sumber dari pejabat AS dan Israel.

Namun, Sudan menolak tawaran tersebut, sementara Somalia dan Somaliland menyatakan ketidaktahuan mengenai usulan itu.

Pejabat Sudan secara tegas menolak tawaran untuk menampung warga Gaza.

Sementara itu, Somalia dan Somaliland mengaku tidak menerima informasi terkait tawaran tersebut.

Hal ini menunjukkan ketidakpastian dan penolakan dari negara-negara yang diharapkan dapat menampung pengungsi.

Langkah AS dan Israel ini berlawanan dengan pernyataan Presiden AS Donald Trump sebelumnya.

Dalam sebuah konferensi pers di Gedung Putih pada Kamis (13/2/2025), Trump menegaskan, “Tidak ada yang akan diusir dari Gaza.”

Pernyataan ini disampaikan ketika ia bertemu dengan Perdana Menteri Irlandia, Michel Martin.

Rencana Kontroversial AS

Pada Februari 2025, Trump mengusulkan rencana yang kontroversial untuk mengambil alih Gaza, merelokasi penduduk Palestina, dan mengubah wilayah tersebut menjadi “Riviera Timur Tengah.”

Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Trump menyatakan keyakinannya bahwa Yordania dan Mesir tidak akan menolak permintaannya untuk menyambut pengungsi Gaza.

Baik Yordania maupun Mesir menolak usulan tersebut, dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Raja Yordania Abdullah sepakat bahwa Gaza harus dibangun kembali tanpa mengusir warga Palestina.

Mesir bahkan mengusulkan rencana rekonstruksi senilai $53 miliar untuk Gaza, yang berfokus pada pembangunan infrastruktur dan layanan penting, tanpa melibatkan Hamas dalam kepemimpinan masa depan.

Israel dan AS menolak rencana Mesir karena dianggap tidak menawarkan solusi yang jelas untuk mengeluarkan Hamas dari kekuasaan dan tidak mengatasi masalah keamanan serta pemerintahan jangka panjang.

Dengan situasi yang terus berkembang, langkah AS dan Israel untuk mencari tempat penampungan di Afrika menambah kompleksitas dalam upaya penyelesaian konflik Palestina-Israel.

Pasukan Israel Tangkap 8 Warga Palestina dalam Penggerebekan di Tepi Barat

Pasukan Israel menangkap delapan warga Palestina dalam serangkaian penggerebekan yang terjadi di berbagai kota di Tepi Barat, menurut laporan terbaru dari kantor berita Wafa.

Lima pemuda dari keluarga Al-Zalbani ditangkap selama penyerbuan di kota Anata, timur laut Yerusalem.

Sebelumnya pada malam itu, seorang pemuda terluka setelah ditembak di perut dengan peluru tajam dalam bentrokan dengan tentara Israel di kota yang sama.

Selain itu, pasukan Israel menangkap tiga warga Palestina dari kota Silwad, timur Ramallah, menurut sumber keamanan setempat.

Pasukan Israel juga melakukan serangan di kota Anabta dan Bal’a, timur Tulkarem, serta kota Yerikho.

Serangkaian penangkapan dan penggerebekan ini terjadi di tengah ketegangan yang meningkat di wilayah tersebut.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani) 

Merangkum Semua Peristiwa