Produsen Etanol Desak Pembebasan Cukai Agar Harga Bensin E10 Murah

Produsen Etanol Desak Pembebasan Cukai Agar Harga Bensin E10 Murah

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Produsen Spiritus dan Etanol Indonesia (Apsendo) mendesak pemerintah untuk membebaskan etanol untuk bahan bakar dari kategori barang kena cukai (BKC). Terlebih, pemerintah akan menerapkan mandatory bensin campur etanol 10% atau E10 pada 2027. 

Ketua Umum Apsendo Izmirta Rachman mengatakan, saat ini pemerintah masih mengategorikan bioetanol yang digunakan untuk energi sebagai BKC dengan besaran cukai Rp20.000 per liter.

“Ketika program E10 diterapkan, harga bahan bakar berpotensi meningkat akibat adanya cukai tersebut,” kata Izmirta saat ditemui di Kompleks DPR RI, Rabu (12/11/2025). 

Menurut dia, ketentuan cukai ini sangat membebani dan mengganggu apabila dibebankan kepada konsumen karena akan berdampak langsung pada kenaikan harga bahan bakar. 

Apabila mandatory E10 berlaku, maka dia memperkirakan harga bensin hijau yang ada saat ini yaitu Pertamax Green 95 (E5) maupun bensin E10 nantinya akan terbebani Rp2.000 per liter akibat pengenaan cukai. 

“Pertamax Green yang baru mau diluncurkan, yang sudah jalan, yang walaupun volumenya kecil itu akan menjadi kenaikan Rp2.000 per liter,” ujarnya. 

Dia menerangkan, untuk mendapatkan pembebasan cukai, pengguna bioetanol wajib mengajukan permohonan yang disertai izin usaha industri serta dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). 

Prosedur tersebut sangat teknis dan memberatkan, terlebih jika harus diterapkan di setiap titik tempat penyampuran bahan bakar nabati (TBBN). Setiap lokasi blending nantinya harus memiliki izin tersendiri dan mengajukan permohonan pembebasan cukai ke kantor Bea Cukai. 

“Padahal bioetanol yang diproduksi industri dalam negeri sebenarnya sudah didenaturasi atau dirusak dengan bahan kimia seperti denatonium benzoat,” jelasnya. 

Adapun, proses denaturasi ini membuat bioetanol tidak mungkin lagi disuling ulang menjadi minuman beralkohol sehingga mustahil disalahgunakan.

Atas dasar itu, produsen bioetanol mengusulkan agar bioetanol yang telah didenaturasi tidak lagi dikategorikan sebagai barang kena cukai. Hal ini diharapkan dapat mempermudah implementasi program E10 tanpa terbebani oleh kerumitan administrasi di setiap titik pencampuran. 

“Usulan ini sangat sederhana. Bioetanol yang telah ditambahkan zat denaturasi bersifat beracun sehingga tidak mungkin dikonsumsi. Karena itu, pembebanan cukai atas produk yang sudah didenaturasi ini tidak relevan,” pungkasnya. 

Untuk mendukung mandatory E10, produsen juga meminta optimalisasi penyerapan bioetanol berbahan baku molase di Pulau Jawa yang ada sekarang yaitu 50.500 kiloliter dari produsen yang tersedia di Pulau Jawa. 

Izmirta juga mendorong konsistensi pelaksanaan program mandatory E10 dengan melakukan blending untuk semua non-public service obligation (PSO) untuk pemakaian Pulau Jawa terlebih dahulu. 

“Kemudian kami minta untuk dilakukan evaluasi rumusan harga indeks pasar pada komponen biaya produksi bioetanol per liter yang sudah 12 tahun sejak evaluasi terakhir belum pernah dievaluasi kembali,” terangnya. 

Lebih lanjut, dia berharap pemerintah mengutamakan pembangunan pabrik pengguna bahan baku molase di luar Pulau Jawa. Sebab, pada 2025 perkiraan molase mencapai 1,9 juta ton secara nasional. 

Adapun, industri etanol dan industri pengguna molase di Pulau Jawa menyerap sekitar 900.000 ton. Artinya, masih ada sekitar 1 juta ton molase yang belum terserap di luar Pulau Jawa. 

“Ini akan menjadi peluang untuk kita jadikan energi dengan cara membangun pabrik bioetanol fuel grade di luar Pulau Jawa supaya tetes sebagai bahan baku dapat terserap dan meningkatkan pendapatan petani,” pungkasnya. 

Daftar 5 Pabrik Bioetanol untuk Energi di Indonesia

1. PT Energi Agro Nusantara dengan kapasitas produksi 30.000 kiloliter di Pulau Jawa

2. PT Molindo Raya Industrial dengan kapasitas produksi 10.000 kiloliter di Pulau Jawa

3. PT Indo Acidatama dengan kapasitas produksi 3.000 kiloliter di Pulau Jawa

4. PT Madu Baru dengan kapasitas produksi 7.500 kiloliter di Pulau Jawa

5. PT Indonesia Etanol Industry dengan kapasitas produksi 20.000 kiloliter di luar Jawa