Malang, Beritasatu.com – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berkomitmen untuk mengakselerasi digitalisasi di berbagai sektor. Salah satunya penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Tujuan dari akselerasi digitalisasi adalah untuk memperluas akses teknologi digital bagi masyarakat, mendorong ekonomi digital, serta menciptakan ekosistem yang inklusif dan kompetitif di tingkat nasional dan global.
Digitalisasi ini juga sebagai langkah terpadu untuk membantu efisiensi sistem pengelolaan satu data, serta meminimalisir kecurangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.
Pertamina Patra Niaga terus berupaya melakukan transformasi digital sebagai upaya menguatkan positioning di mata dunia. Hal ini dilakukan untuk merubah pola bisnisnya serta meningkatkan sumber daya manusia (SDM).
Transformasi digital yang diterapkan Pertamina, yakni teknologi quick response code atau QR code untuk BBM subsidi Pertalite dan Solar. Hal ini bertujuan untuk pengetatan penjualan BBM bersubsidi kendaraan roda empat agar tepat sasaran.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga mengeluarkan peraturan yang mewajibkan masyarakat yang memiliki kendaraan roda empat yang akan membeli BBM Bersubsidi Pertalite maupun Solar di SPBU, harus menunjukkan barcode QR code subsidi tepat Pertalite.
Jika masyarakat tidak bisa menunjukkan QR code My Pertamina, maka pelanggan tidak akan dilayani petugas.
Pantauan Beritasatu.com, di sejumlah SPBU Pertamina di Kota Malang, telah melakukan uji coba teknologi QR code subsidi Pertalite yang dimulai pada 25 Oktober 2024. Namun, banyak pengendara kendaraan roda empat yang belum mendaftarkan QR code My Pertamina, sehingga mereka harus gigit jari tidak mendapatkan BBM Pertalite.
Ironisnya, jika biasanya, setiap hari SPBU tersebut ramai penuh antrean, tapi setelah dilakukan uji coba QR code, SPBU kelihatan sepi. Tidak terlihat lagi mobil antre panjang di barisan Pertalite.
Warga Tulungagung Quna mengaku kecewa karena tidak dilayani petugas SPBU di Kota Malang gara-gara dirinya belum mendaftar QR code.
“Saya waktu itu akan membeli BBM Pertalite di salah satu SPBU di Kota Malang tidak dilayani petugas dengan alasan tidak bisa menunjukkan QR Code,” ungkapnya, kepada Beritasatu.com, Selasa (29/10/2024).
Menurut dia, selain kurangnya sosialisasi, syarat menunjukkan QR Code tersebut menyulitkan masyarakat. Padahal, Presiden Prabowo sendiri pun menegaskan di era pemerintahannya, ia tidak ingin ada birokrasi yang membuat resah dan mempersulit kebutuhan masyarakat.
Quna mengaku tidak hanya dirinya saja yang tidak dilayani petugas SPBU, tetapi puluhan kendaraan yang tidak bisa menunjukkan QR code juga tidak dilayani. Akhirnya kendaraan yang tidak mendapatkan Pertalite memilih membeli BBM di SPBU non-Pertamina.
“Karena saya tidak mendapatkan BBM Pertalite, maka saya dan pengendara lain akhirnya memilih membeli BBM di SPBU non-Pertamina. Cepat dan tidak ribet,” ujarnya.
Sementara, warga Kota Malang Anwar mengaku sebagai pelanggan BBM, dirinya sangat setuju dengan kebijakan Pertamina menerapkan teknologi QR Code Subsidi BBM. Selain untuk literasi kepada masyarakat, juga agar subsidi tepat sasaran.
“Saya setuju dengan kebijakan teknologi QR Code. Tujuannya baik agar tepat sasaran dan tidak disalahgunakan oleh konsumen nakal. Namun, harusnya saat sosialisasi di SPBU-SPBU petugas menjelaskan kendaraan jenis apa saja yang boleh atau tidak boleh membeli Subsidi Pertalite agar masyarakat tidak dibuat bingung,” katanya.
Sementara itu, pengusaha SPBU Kota Malang, yang hanya mau ditulis inisial namanya, SS, menyatakan mendukung program uji coba QR Code yang dilakukan Pertamina. Bahkan, di SPBU miliknya juga mulai dilakukan uji coba pembelian Pertalite.
“Kami sebagai mitra Pertamina harus mematuhi dan ikut menyosialisasikan kebijakan pemerintah yang mewajibkan masyarakat membeli BBM subsidi harus menunjukkan QR Code Subsidi Pertalite maupun Solar,” katanya.
Meskipun dirinya setuju, SS mengaku dengan adanya peraturan membeli BBM subsidi dengan syarat QR Code, berdampak pada berkurangnya pelanggan BBM di SPBU-nya. Ia menilai sejak uji coba penerapan QR Code subsidi diberlakukan mulai 25 Oktober 2024, keadaannya menjadi ribet dan tidak efektif.
“Bukannya kami tidak setuju dengan uji coba QR Code, tetapi sangat tidak efektif dari segi waktu, dan menjadi ribet, karena harus memerlukan beberapa waktu untuk melayani satu pelanggan,” ungkap SS.
Dengan adanya aturan pembelian BBM bersubsidi ini, kata SS, para pengusaha SPBU tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka dengan terpaksa mengikuti kebijakan tersebut.
“Kita sebagai pengusaha tidak punya wewenang untuk itu (mengusulkan pembatalan QR Code Subsidi Pertalite dan Solar, red). Seandainya mengusulkan pun suara kita kecil, karena sebagai mitra sangat tergantung sekali suplai BBM ke Pertamina,” jelasnya.
Menurut SS dengan diberlakukannya syarat pembelian BBM bersubsidi tersebut, Pertamina seharusnya memberi margin tambahan ke SPBU, atau setidaknya Pertamina tidak membatasi kiriman BBM ke SPBU. “Karena kita membantu mengurangi penyalahgunaan subsidi,” tandasnya.