Sementara dengan berkurangnya TKDN, industri elektronik Indonesia bisa memakai komponen impor lebih murah, terutama dari Amerika Serikat atau China.
Dengan demikian, biaya produksi bisa diturunkan serta bisa membuat produk yang lebih kompetitif di pasar global, bukan hanya Amerika Serikat.
Oleh sebab itu, menurut Heru, solusi alternatif selain mengurangi TKDN adalah meningkatkannya dengan fokus pada inovasi, tidak sekadar perakitan.
“Misalnya, kembangkan chip lokal atau komponen bernilai tinggi, seperti yang sukses dilakukan Vietnam. Dan, dari itu semua, pelonggaran TKDN, sebenarnya merupakan ‘langkah mundur’,” tuturnya melanjutkan.
Sementara untuk jangka panjang, pemerintah harus menerapkan cara yang lebih pintar untuk memperkuat TKDN.
Alasannya, tanpa kewajiban TKDN, Indonesia hanya akan menjadi pasar, tanpa ada investasi besar yang masuk dan pembukaan lapangan kerja.
Adapun jika memang hal ini nantinya harus diterapkan, Heru mencontohkan, pembatasan pelonggaran itu bisa dilakukan secara terbatas untuk produk elektronik Amerika Serikat, serta tidak berlaku untuk semua negara.
“Sebab terbukti, TKDN ponsel misalnya, membuka lapangan kerja, pemasukan pajak, dan investasi,” tuturnya menutup perbincangan.