Lantas, kenapa peremajaan sawit rakyat itu teramat sulit dituntaskan? Menurut Aziz, itu terjadi lantaran banyaknya persoalan di industri kelapa sawit, khususnya pada petani sawit.
Persoalan pertama, menurut Aziz, selama ini petani sangat sulit mengakses pupuk dan kelengkapan lainnya demi merawat kebun untuk meningkatkan produksi. Petani sawit tidak boleh mengakses pupuk bersubsidi.
Persoalan kedua, sulitnya persyaratan yang harus dipenuhi oleh petani sawit untuk bisa ikut program peremajaan sawit rakyat. Selain harus melengkapi legalitas, juga harus mendapatkan lampu hijau dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kehutanan terkait tidak tumpang tindih dengan Hak Guna Usaha (HGU) dan tidak berada di kawasan hutan.
“Syarat-syarat semacam ini merepotkan petani yang secara logika saja, telah mengelola lahannya lebih dari 25 tahun. Biasanya kan lahan yang akan diremajakan itu kebun yang berumur lebih dari 25 tahun. Kalau selama 25 tahun enggak ada persoalan, kenapa kemudian dipersoalkan,” katanya.
Lalu persoalan berikutnya, petani sawit sulit mengakses penyuluh perkebunan kelapa sawit. Sebab selama ini penyuluh yang ada hanya penyuluh sektor pertanian tanaman pangan.
“Ada juga petani ini yang tidak bisa ikut PSR lantaran kebunnya diklaim dalam kawasan hutan. Data yang kami dapatkan, lebih dari 1,5 juta hektar kebun sawit rakyat diklaim dalam kawasan hutan,” ujar Aziz.
Terkait klaim kawasan hutan ini, WSN juga meminta agar Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni tidak gegabah membuat pernyataan menyediakan 20 juta hektar hutan untuk mendukung pangan dan energi.
“Kami minta Pak Menteri jangan Asal Bapak Senang (ABS), beresi dulu pengukuhan kawasan hutan itu sesuai dengan pasal 14 dan 15 Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, jangan justru mengklaim lahan-lahan rakyat menjadi kawasan hutan,” katanya.
“Yang kami temukan seperti itu, banyak kebun-kebun rakyat yang sudah dikuasai lebih dari 25 tahun diklaim menjadi kawasan hutan. Sementara sampai sekarang tidak jelas pengukuhan kawasan hutan di negara ini seperti apa,” tambahnya.
Kalau memang Menteri Kehutanan mendukung keinginan Presiden Prabowo, Aziz meminta hak-hak masyarakat dari klaim kawasan hutan dilepaskan agar lahan-lahan itu bisa bernilai ekonomis mendukung usaha rakyat.
Di sisi lain, pihaknya berterimakasih Presiden Prabowo telah peduli dengan keberlanjutan perkebunan kelapa sawit Nasional. Namun bukan berarti harus menambah luasan perkebunan kelapa sawit.
“Kalau persoalan pada lahan yang sudah eksisting diberesi, saya yakin misi ketahanan pangan dan energi yang diusung Presiden Prabowo, akan tercapai sebelum masa jabatan lima tahun pertamanya usai, saya yakin itu,” Aziz optimis.