Di sisi lain, Presiden Donald Trump menandatangani serangkaian perintah eksekutif, yang salah satu isinya adalah penangguhan sementara undang-undang yang melarang TikTok di Amerika Serikat (AS).
Dengan perintah eksekutif tersebut, Departemen Kehakiman tidak akan memberlakukan “Undang-Undang Melindungi Warga Amerika dari Aplikasi yang Dikendalikan Musuh Asing” selama 75 hari, yang secara efektif memperpanjang jangka waktu untuk mencapai kesepakatan.
“Waktu yang tidak tepat dari undang-undang tersebut, yang mulai berlaku selama jam-jam terakhir masa jabatan Presiden Joe Biden, mengganggu kemampuan saya untuk menilai implikasi keamanan nasional dan kebijakan luar negeri dari larangan Undang-Undang tersebut sebelum berlaku,” ujar Donald Trump memberikan alasan menunda larangan TikTok, dikutip Selasa (21/1/2025).
Ia akan meninjau ‘informasi sensitif’ yang terkait dengan masalah keamanan nasional dan mengevaluasi tindakan mitigasi yang telah diambil TikTok hingga saat ini.
Induk perusahaan TikTok, ByteDance, sebelumnya telah melakukan upaya bertahun-tahun (dikenal sebagai Project Texas) untuk memindahkan data pengguna AS ke server yang di-hosting oleh Oracle.
Pengaturan tersebut dibuat setelah bernegosiasi dengan Committee on Foreign Investment in the United States (CFIUS), tetapi pembicaraan itu terhenti tahun lalu.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5101795/original/050964100_1737397194-Untitled.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)