Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Prabowo & Misi Besar Swasembada Pangan

Prabowo & Misi Besar Swasembada Pangan

Bisnis.com, JAKARTA – Dikatakan Presiden Prabowo paling lambat 4-5 tahun Indonesia akan swasembada pangan, bahkan siap menjadi lumbung pangan dunia. Program swasembada pangan akan ditempuh dengan pengembangan program food estate terutama untuk padi, jagung, singkong dan kedelai, serta tebu yang ditargetkan minimal 4 juta ha tambahan luas panen pada 2029.

Presiden berjanji akan menyediakan dan memberi akses langsung pada pupuk, benih unggul dan pestisida, percepatan pembangunan infrastruktur pertanian, memperpendek rantai distribusi hasil pertanian, teknologi pangan terpadu, mekanisasi pertanian, inovasi digital, pengendalian hama terpadu (PHT), mendirikan lembaga pembiayaan untuk usaha tani rakyat, memodernisasi model bisnis pertanian, tata niaga agribisnis dan sebagainya.

Program-program tersebut tentu diharapkan bisa dijalankan, catatan khusus diberikan pada food estate. Rezim-rezim sebelumnya sudah menempuh kebijakan food estate dan gagal.

Penyebabnya karena ketidaksesuaian kondisi sosial budaya, program yang tidak berdasarkan evidence based policy, lahan yang tidak sesuai, minimnya peran serta warga lokal baik tahap perencanaan maupun pelaksanaan dan sebagainya.

Akibatnya bukan ketahanan pangan, justru kerusakan lingkungan, kemiskinan, kebakaran gambut, sengketa dan konflik lahan serta sosial. Penting Presiden Prabowo meninjau ulang program food estate dan sebaiknya diganti dengan ekstensifikasi berbasis kewilayahan dengan kebijakan reforma agraria yang terintegrasi (aset dan akses).

Singkatnya kesuksesan program swasembada tidak sekedar produksi, tetapi paling penting adalah produktivitas meningkat, petani lokal sejahtera, dan lingkungan tetap terjaga. Baru setelah itu, memastikan akses warga pada pangan mudah dan terjangkau serta merata.

Tantangan

Rata-rata setiap tahun 100.000-110.000 ha lahan pertanian beralih fungsi baik secara alami maupun tergusur oleh program-program pembangunan. Petani Indonesia didominasi usia tua dan Sensus Pertanian 2023 membuktikannya.

Petani yang mengelola usaha pertanian perorangan usia 55-64 tahun meningkat tajam, dari 20,01% pada tahun 2013 menjadi 23,20% pada 2023; usia 65 tahun ke atas naik dari 12,75% menjadi 16,15%; petani berusia 35-44 tahun turun drastis dari 26,34% menjadi 22,08%; sementara usia 15-24 tahun naik dari 0,88% menjadi 1,24%, dan usia 25-34 tahun turun drastis dari 11,97% menjadi 10,24%.

Fakta ini menyulitkan adaptasi teknologi yang terkonfirmasi dari hasil sensus bahwa petani yang tidak menggunakan alsintan modern atau teknologi digital mendominasi dengan porsi 53,16%.

Masalah lain adalah irigasi yang belum merata disetiap daerah, fluktuasi harga yang seringkali membuat petani merugi. Belum lagi dampak perubahan iklim yang membuat produksi produksi turun dan sebagainya.

Kabar baiknya, dalam kurun waktu sekitar 25 hari sejak pelantikan kabinet merah putih, persoalan distribusi pupuk subsidi yang sering dikeluhkan petani, di­­respons dengan pemang­kasan regulasi distribusi sehingga bisa lebih cepat sampai pada petani. Kita harapkan Perpresnya selesai lebih cepat sehingga awal 2025 petani sudah bisa mendapatkan manfaatnya.

Pangan Berkelanjutan

Untuk membangun agribisnis pangan yang berkelanjutan, beberapa kriteria penting yang perlu dipenuhi guna memastikan program swasembada adalah: Pertama, pendekatan sistem holistic yaitu mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu dengan mempertimbangkan interaksi antara aspek produksi yang berlangsung di on-farm dan di off-farm.

Kedua, keberlanjutan ekonomi. Artinya program swasembada tidak sekadar mengejar produksi tetapi dibutuhkan sistem yang mampu memberikan keuntungan ekonomi bagi petani, sehingga kesejahteraan hidup keluarga petani meningkat.

Ketiga, ramah lingkungan di mana sistem pangan harus mempertimbangkan aspek keberlanjutan lingkungan. Segala program swasembada perlu mendukung konservasi SDA dan menjaga kesehatan ekosistem. Bagaimana meminimalkan dampak negatif pada lingkungan dan memperhatikan kelestarian sumber daya.

Keempat, diterima secara sosial, bahwa program swasembada pangan perlu mempertimbangkan kepentingan sosial masyarakat lokal. Menghormati hak-hak petani, baik sebagai individu maupun sebagai bagian komunitas.

Kelima, selaras dengan nilai budaya. Setiap program harus memperhatikan norma dan nilai budaya yang berlaku dalam komunitas setempat, seperti tradisi lokal.

Keenam, insentif bagi petani terutama asuransi sehingga mereka terlindungi dari ketidakpastian pasar dan ini juga akan membuat anak-anak muda melirik sektor pangan.

Tentu itu saja tidak cukup, diperlukan percepatan infrastruktur dasar seperti irigasi, jalan dan jembatan desa, jaringan listrik dan internet desa serta bengkel perbaikan mesin-mesin pertanian di tingkat kecamatan.

Presiden juga harus memastikan para pembantunya tidak terjebak pada pragmatisme, termasuk memastikan semua program yang berjalan harus taat hukum.

Dengan memenuhi enam kriteria tersebut, diharapkan program swasembada pangan presiden dapat menjadi sistem yang berkelanjutan dari segi ekonomi, ekologi, sosial, budaya dan ilmu pengetahuan sehingga dapat terus berkembang dan memberikan manfaat jangka panjang bagi kedaulatan pangan Indonesia.