Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Prabowo Minta Suntik Mati PLTU Batu Bara, Ilmuwan Dukung Tapi…

Prabowo Minta Suntik Mati PLTU Batu Bara, Ilmuwan Dukung Tapi…

Jakarta

Presiden Prabowo Subianto mengungkap akan ‘suntik mati’ Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara dalam 15 tahun. Pakar mendukung, tapi mengingatkan untuk tetap tidak terburu-buru.

Kepada detikINET, Prof Deendarlianto Guru Besar Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada (UGM) mengatakan soal target 15 tahun, dia tidak bisa menilainya mungkin atau tidak. Namun yang jelas, rencana ini harus demi kepentingan nasional.

“Demi kepentingan industrialisasi, demi kepentingan akses energi terhadap masyarakat, ya semuanya perlu dipindahkan secara detil. Kalau saya sih melihat begini, kita kan punya 52 PLTU yang menggunakan bahan bakar batu bara. Pertanyaannya, kalau itu dipensiunkan dan diganti dengan energi terbarukan, tentu perlu pertimbangan matang,” ujarnya melalui sambungan telepon, Selasa (26/11/2024).

Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah akses masyarakat terhadap energi per kapita sudah terpenuhi. Ini dikarenakan energi merupakan modal pembangunan nasional. Artinya semakin besar energi yang diterima oleh masyarakat, indeks pengembangan manusia juga akan lebih baik.

“Kemudian kualitas produktivitas industri akan lebih baik, kan begitu,” ucap lulusan S3 Universitas Tokushima, Jepang, tersebut.

Secara pribadi, Prof Deen mendukung Kebijakan Energi Nasional yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014. Terlebih, perencanaannya sudah sangat matang.

Dijabarkan bahwa pada 2025, Energi Baru Terbarukan (EBT) kita akan menyentuh 23%. Kemudian pada 2050, EBT direncanakan naik menjadi 31%. Nah, pada 2060, Indonesia sudah menuju net zero emission.

Prof Deen berpendapat, strategi yang terbaik adalah memakai PLTU sampai umurnya berakhir. Nanti, ketika ada demand (permintaan) yang berlebih, demand itu dapat menggunakan EBT. Ketika masa pakainya selesai, maka bisa digantikan lagi dengan EBT.

“Jadi kita tidak usah terburu-buru kalau saya sih, harus dihitung dulu demand-nya, supply-nya, dan economic impact-nya apa,” katanya.

“Karena saya khawatir gini, kalau seandainya kita terlalu terpaksa terburu-buru menggunakan energi baru terbarukan, kalau ujung-ujungnya import ya industri kita mau buat apa? Kita lebih dari 60% listrik kita dari batu bara. Jadi kalau mau dipensiunkan dalam 15 tahun, kalau saya sih perlu perhitungan yang matang,” tambah Prof Deen.

Untuk membangun EBT, diperlukan compact yang sangat besar. Kemudian, energy cost-nya juga tidak sedikit. Belum lagi energy density dari energi terbarukan tidak sebesar energi fosil.

“Kalau saya, yang paling penting ya sudah ketika demand kita tumbuh, ya demand yang tumbuh itu yang kita gunakan energinya. Kemudian juga sambil menyiapkan R&D yang matang di perguruan tinggi, di research center, di industri energi nasional. Kalau dipaksa terlalu buru-buru tanpa ada perhitungan yang matang, ya mungkin bisa, tapi pertanyaannya apakah energy cost-nya bisa affordable atau tidak,” tandasnya.

Sebelumnya Presiden Prabowo Subianto berbicara saat menghadiri sesi ketiga Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Rio de Janeiro, Brasil, Selasa (19/11). Dia mengatakan soal rencana mengakhiri PLTU dalam 15 tahun dan beralih ke energi hijau.

“Kami juga memiliki sumber daya panas bumi yang luar biasa, dan kami berencana untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara dan semua pembangkit listrik tenaga fosil dalam 15 tahun ke depan. Kami berencana untuk membangun lebih dari 75 gigawatt tenaga terbarukan dalam 15 tahun ke depan,” jelas Prabowo.

(ask/fay)