Liputan6.com, Jakarta – Peneliti Celios Bakhrul Fikri menyoroti rencana Pemerintah Indonesia yang akan melakukan impor satu juta sapi perah guna memenuhi kebutuhan susu dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Menurut Fikri, rencana impor satu juta sapi perah tersebut sangat problematik. Lantaran, sektor peternakan lokal justru sedang mengalami kesulitan. Salah satu problem utama yang dihadapi peternak susu domestik adalah penolakan produk susu mereka oleh pabrik-pabrik pengolah susu. Hal itu dialami oleh peternak sapi di Boyolali.
Para peternak melakukan aksi protes dengan membuang susu, karena tak ada pihak yang membeli. Fenomena ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam sistem distribusi susu lokal, di mana permintaan tidak sebanding dengan jumlah produksi, dan pabrik-pabrik pengolah susu justru menolak pasokan dari para peternak.
“Indonesia bakal impor 1 juta sapi perah untuk kebutuhan makan bergizi gratis. Ini sangat problematik ya, karena disisi lain kita baru melihat bahwa para peternak susu di Boyolali melakukan aksi protes membuang hasil produksi susunya. Karena masalah ditolak oleh pabrik-pabrik yang biasanya mereka suppy,” kata Fikri dalam diskusi publik, Senin (30/12/2024).
Di sisi lain, pemerintah Indonesia tengah berusaha memenuhi kebutuhan gizi anak-anak melalui program Makanan Bergizi Gratis (MBG), yang tentu membutuhkan pasokan susu dalam jumlah besar.
Susu, sebagai salah satu bahan makanan bergizi yang kaya akan kalsium dan protein, memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan anak-anak. Oleh karena itu, untuk memenuhi target makan bergizi gratis, pemerintah harus memastikan pasokan susu yang cukup.
“Di sisi lain program makanan bergizi gratis ini membutuhkan supply susu untuk bisa memenuhi gizi dari anak-anak yang akan menerima manfaat dari program MBG,” ujarnya.
Namun, alih-alih memperkuat industri susu lokal, pemerintah justru memilih untuk mengimpor satu juta sapi perah. Keputusan ini menuai kritik, karena tidak hanya akan mempengaruhi para peternak lokal yang tengah terpuruk, tetapi juga menambah ketergantungan Indonesia terhadap pasokan luar negeri.