Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

PPN barang mewah dan enigma keadilan ekonomi

PPN barang mewah dan enigma keadilan ekonomi

Presiden Prabowo Subianto (kiri) berjabat tangan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) usai menyampaikan keterangan pers terkait kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (31/12/2024). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.

PPN barang mewah dan enigma keadilan ekonomi
Dalam Negeri   
Editor: Sigit Kurniawan   
Kamis, 02 Januari 2025 – 13:46 WIB

Elshinta.com – Presiden Prabowo Subianto menggunakan analogi jet pribadi untuk menggambarkan barang mewah. Ia juga menyebut kapal pesiar, yacht, motor yacht, dan rumah yang sangat mewah dalam daftar berikutnya.

Alih-alih menyebutkan benda-benda yang selama ini menyangkut hajat hidup orang banyak atau barang/jasa yang banyak dikonsumsi kaum menengah, Presiden memberikan contoh yang sangat kontras.

Pernyataan yang disampaikan di Kantor Kementerian Keuangan Jakarta, pada Selasa, 31 Desember 2024, itu memberikan kesan bahwa ia ingin menghentikan polemik kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sempat memanas dan mewarnai halaman media, juga lini masa dalam beberapa waktu terakhir.

Ia menegaskan tentang kenaikan tarif 1 persen PPN darı 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan khusus terhadap barang dan jasa mewah.

Selain barang tersebut, besaran tarif PPN untuk barang dan jasa lainnya masih sesuai dengan tarif yang berlaku sejak tahun 2022, yaitu sebesar 11 persen.

Diskursus mengenai kenaikan PPN memang tidak bisa dilepaskan dari dampaknya yang amat luas. Sebagai kebijakan fiskal, koreksi atas PPN, sekecil apapun, akan mengubah kesetimbangan, mencakup sisi daya beli masyarakat, potensi inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu, Presiden berkeras bahwa seluruh kebijakannya, termasuk dalam perpajakan, harus dirancang untuk mengutamakan kepentingan rakyat dan menciptakan pemerataan ekonomi secara menyeluruh.

Komitmennya patut dikawal untuk memberikan paket stimulus yang diperuntukkan bagi masyarakat atas kebijakan baru tersebut.

Diskursus baru

Kenaikan PPN, meskipun terbatas pada barang mewah memang tetap membawa diskursus baru dalam kebijakan fiskal Indonesia.

Langkah ini menunjukkan arah kebijakan selektif yang dirancang untuk menjaga daya beli masyarakat umum, sekaligus memperkuat penerimaan negara dari segmen yang relatif lebih mampu secara ekonomi.

Pendekatan ini mencerminkan adanya upaya pemerintah untuk menciptakan keseimbangan antara keadilan sosial dan kebutuhan fiskal.

Barang mewah, secara definisi, merupakan barang yang konsumsinya lebih elastis terhadap pendapatan. Konsumsi barang ini sering kali tidak bersifat esensial, melainkan sekadar menunjukkan status sosial atau gaya hidup.

Upi Sopiah Ahmad dari Fakultas Ekonomi Syariah, IAIN Takengon, Aceh, Indonesia, dalam Journal of Islamic Economics and Finance Vol 1 2024 menganalisis kebijakan pajak terhadap pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

Ia menemukan bahwa kebijakan pajak yang dirancang secara baik dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan pendapatan negara yang kemudian dapat digunakan untuk investasi infrastruktur dan pelayanan publik.

Namun, penelitian ini juga menemukan bahwa kebijakan pajak yang tidak efektif atau tidak adil dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.

Pajak yang terlalu tinggi atau sistem perpajakan yang kompleks dan korupsi pajak dapat mengurangi insentif bagi investasi dan usaha, serta mengakibatkan ketimpangan pendapatan.

Studi ini menyimpulkan bahwa untuk memaksimalkan dampak positif kebijakan pajak terhadap pertumbuhan ekonomi, negara berkembang perlu menerapkan sistem perpajakan yang sederhana, transparan, dan adil.

Selain itu, penguatan administrasi pajak dan peningkatan kepatuhan pajak juga menjadi kunci untuk memastikan bahwa pendapatan pajak dapat dimanfaatkan secara efektif untuk pembangunan ekonomi.

Studi lain dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2010) tentang Analisis Dampak Kebijakan PPnBM terhadap Perekonomian menekankan perlunya pertimbangan dampak ekonomi yang lebih luas, sebelum menetapkan tarif pajak agar tidak menimbulkan efek negatif terhadap perekonomian nasional.

Keadilan ekonomi

Dalam konteks Indonesia, wacana kenaikan PPN barang mewah dapat dilihat sebagai upaya meningkatkan basis pajak, tanpa membebani mayoritas masyarakat.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi barang mewah di Indonesia didominasi oleh kelompok masyarakat menengah atas.

Pada kuartal III-2022, pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 5,39 persen secara year on year (yoy) ditopang oleh konsumsi masyarakat kelas menengah atas, khususnya untuk belanja barang tersier atau barang mewah.

Maka kemudian, kebijakan pajak ini juga diharapkan dapat memberikan insentif bagi pelaku ekonomi untuk lebih berorientasi pada efisiensi dan keberlanjutan, khususnya di sektor properti dan otomotif.

Hal ini bisa diamati di sektor otomotif, misalnya, di mana produsen mobil mewah mengembangkan varian baru dengan harga lebih terjangkau untuk memperluas pangsa pasar.

Namun, langkah ini tidak lepas dari tantangan. Efektivitasnya akan sangat bergantung pada pengawasan dan penegakan yang ketat untuk mencegah praktik penghindaran pajak.

Pemerintah, misalnya, perlu memanfaatkan teknologi big data untuk memantau transaksi dan memastikan kepatuhan.

Selain itu, komunikasi publik yang baik diperlukan untuk menghindari timbulnya persepsi negatif, terutama dari kalangan kelas atas yang merasa kebijakan ini sebagai bentuk diskriminasi.

Kebijakan ini juga menawarkan kesempatan untuk mempromosikan wacana baru tentang redistribusi kekayaan.

Penerimaan tambahan dari PPN barang mewah dapat diarahkan untuk mendanai program-program sosial, seperti pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur perdesaan.

Dengan demikian, kebijakan ini tidak hanya sekadar instrumen fiskal, tetapi juga alat untuk mencapai tujuan pembangunan yang lebih inklusif.

Pada akhirnya, kenaikan PPN barang mewah adalah cerminan kebijakan fiskal progresif yang berorientasi pada keberlanjutan.

Dengan pelaksanaan yang tepat, langkah ini dapat menjadi tonggak penting dalam menciptakan ekonomi yang lebih adil dan seimbang.

Kebijakan ini bukan hanya sebagai penghasil pendapatan negara, tetapi juga sebagai katalis perubahan menuju masyarakat yang lebih inklusif dan berdaya.

Maka, enigma atau sesuatu yang sulit dimengerti tentang keadilan ekonomi itu pun dapat terpecahkan.

Sumber : Antara