Jakarta: Kebijakan Presiden RI Prabowo Subianto yang menetapkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen hanya untuk barang dan jasa mewah mendapatkan apresiasi dari pakar pajak sekaligus mantan Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi.
Ken menyebut langkah ini mencerminkan keberpihakan Prabowo kepada rakyat karena tidak memberatkan masyarakat umum. Ia menegaskan, kebijakan tersebut sudah sesuai dengan Undang-Undang PPN, di mana pajak dikenakan pada barang-barang yang tergolong mewah, bukan kebutuhan pokok.
“Barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi, dan barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status,” ujar Ken kepada wartawan, Selasa 31 Desember 2024.
Baca juga: Kado Awal Tahun dari Presiden Prabowo, PPN 12% Hanya untuk Barang dan Jasa Mewah
Lebih lanjut, Ken menjelaskan bahwa kebutuhan pokok yang dikonsumsi masyarakat luas tetap bebas PPN, sebagaimana diatur dalam UU HPP dan PP 49 tahun 2022. Menurutnya, kenaikan PPN menjadi 12 persen untuk barang mewah tidak akan mengganggu daya beli masyarakat secara keseluruhan.
“Sesuai ketentuan tata cara perhitungan PPN adalah DPP dikalikan tarif PPN. Dari hitungan tulisan tangan saya, kenaikan PPN 1% maka kenaikan harga akibat adanya PPN hanya 0,9,” paparnya.
Ken juga merujuk pada data APBN 2025 yang menunjukkan bahwa tarif 12 persen akan memberikan penerimaan PPN sebesar Rp 925 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp 525 triliun dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk subsidi, sehingga tarif riil PPN yang dikenakan hanya sekitar 6 persen.
“Artinya, secara riil tarif yang dikenakan PPN hanya sebesar 6%,” pungkasnya.
Selain itu, Ken mengingatkan bahwa pemerintah masih menjalankan berbagai program pro rakyat yang turut menjaga daya beli, seperti subsidi BBM sebesar Rp 2.100 per liter. “Jadi, uang BBM yang dikembalikan kepada masyarakat ya jumlah BBM yang dikonsumsi dikalikan dengan Rp 2.100,” jelas Ken.
Kebijakan lain yang mendukung daya beli masyarakat, menurut Ken, adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang membantu ibu rumah tangga memenuhi kebutuhan makan anak-anak mereka.
“Daya beli rakyat, emak-emak juga terjaga karena konsumsi makan untuk anak-anaknya sudah dibayar oleh pemerintah,” tambahnya.
Terakhir, ia menyoroti kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp 10 juta per bulan sebagai langkah strategis untuk melindungi daya beli kelas menengah. “Dengan adanya kenaikan PTKP menjadi Rp 10 juta per bulan maka kelas menengah daya belinya juga terjaga,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(DHI)