Potret Kampung Dadap Tangerang, Terancam Tenggelam di Tengah Gemerlap Kawasan Elite Megapolitan 24 November 2025

Potret Kampung Dadap Tangerang, Terancam Tenggelam di Tengah Gemerlap Kawasan Elite
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        24 November 2025

Potret Kampung Dadap Tangerang, Terancam Tenggelam di Tengah Gemerlap Kawasan Elite
Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com –
Di tengah pesatnya pembangunan kawasan elit Pantai Indah Kapuk (PIK),
Kampung Dadap
di Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, justru menghadapi ancaman serius: kawasan seluas 14,5 hektare itu nyaris tenggelam akibat
banjir rob
yang terjadi setiap hari.
Kampung yang berbatasan langsung dengan PIK, Kamal (Jakarta Barat), dan Kamal Muara (Jakarta Utara) yang kini semakin ramai didatangi wisatawan.
Kampung ini diisi tiga RW, yakni RW 01, RW 02, dan RW 03. Di RW 03 saja terdapat sekitar 800 keluarga dengan total kurang lebih 1.000 bangunan rumah—sebagian besar berukuran kecil dan semi permanen.
Untuk bertahan dari banjir rob harian, hampir semua warga meninggikan bagian depan rumah menggunakan semen, agar air laut tak langsung masuk ke dalam rumah.
Pasalnya, wilayah ini berhadapan langsung dengan laut dan menajdi langgan banjir rob setiap harinya. Namun upaya itu tak membuat kawasan ini bebas dari genangan.
“Betul sekali dan setiap hari, bahkan hitungan saya sudah lebih dari tiga bulan begini. Nanti surut, pasang surut, tapi satu bulan ini lebih banyak pasangnya,” ucap Ketua RW 03 Jamal, ketika diwawancarai
Kompas.com
di lokasi, Jumat (21/11/2025).
Rob umumnya menggenang sepanjang Jembatan Cinta hingga ujung Kampung Dadap, sekitar dua kilometer, dengan ketinggian air 30–50 sentimeter.
Air yang masuk pun kian keruh, berubah warna menjadi cokelat hingga hitam akibat bercampur lumpur dan air selokan.
Kasturi (40), salah satu warga, mengatakan rob kerap datang tiba-tiba, terutama malam hari.
“Karena pas Jumat aja air datang langsung besar masuk ke rumah,” kata Kasturi.
Setiap terjadi rob, Kasturi memilih mengungsikan anaknya ke rumah keluarga karena khawatir air datang dalam volume besar tanpa peringatan. Ia mengaku lelah karena saban hari harus mengeruk lumpur sisa genangan.
“Masuk airnya ke rumah, jadi ini ditinggiin airnya enggak masuk. Abis capek tiap hari bersihin lumpur. Kalau banjir malam coba jam 03.00 WIB subuh kami ngerukin lumpur.”
Di depan rumahnya, dua bangunan besar tampak hancur dan ditinggalkan pemiliknya karena terus terendam rob.
Hanya tersisa bambu dan genteng yang sudah rapuh dari bangunan rumah itu seolah pertanda betapa kerasnya banjir rob menghantam wilayah ini setiap hari.
“Iya, banyak rumah yang rusak dan ditinggalkan penghuninya, karena banjir terus dan lama-lama rusak,” kata dia.
Siswanto (50), warga RW 03, mengatakan rob akan jauh lebih parah bila bersamaan dengan kiriman air dari Bandara Soekarno-Hatta.
“Iya, kalau air laut lagi pasang sama hujan, jadi begini kondisinya. Kalau ada kiriman air dari bandara bisa sampai sepaha orang dewasa. Kondisi makin parah kalau air laut pasang, air kiriman dari bandara dibuka, ya, udah bisa tinggi airnya dalam,” jelas Siswanto.
Rumah-rumah yang belum ditinggikan langsung terendam. Sejumlah warga sampai harus berjalan di atas tanggul setinggi empat meter agar bisa keluar rumah tanpa basah.
Siswanto sendiri sering kesulitan berangkat kerja saat rob.
“Kami bingung, ya, mau kerja kalau udah banjir kadang-kadang harus berjuang semampunya, kalau bawa kendaraan udah enggak bisa. Biasanya, kita jalan menerobos banjir dulu ke depan, nanti naik angkutan umum,” tutur Siswanto.
Menurut Siswanto, rob sebenarnya sudah terjadi sejak 1990-an, tetapi dulu air lebih cepat surut. Dalam satu dekade terakhir kondisinya memburuk.
“Mulai makin parah karena ada pembangunan pergudangan, lebih parah lagi ada
reklamasi
.”
Aktivitas reklamasi membuat air laut tak lagi mengalir ke empang dan hutan mangrove, melainkan langsung masuk ke permukiman warga yang berada di dataran rendah.
Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati, menjelaskan banjir rob di Dadap semakin parah dalam dua-tiga tahun terakhir karena perubahan arus laut akibat penimbunan.
Hal serupa juga pernah terjadi di desa Timbulsloko, Demak, Jawa Tengah, yang kini sudah tenggelam. Tenggelamnya Desa Timbulsloko disebabkan karena adanya berbagai pembangunan seperti Pelabuhan Tanjung Mas dan Reklamasi Marina di tahun 2010.
Semenjak itu, banjir rob semakin intens terjadi di wilayah Timbulsloko dan menurut analisa akademisi perubahan arus imbas reklamasi menjadi penyebab desa itu tenggelam.
“Nah, kasus serupa terjadi di Dadap dengan adanya aktivitas reklamasi, karena reklamasi sekitar tiga tahun ke belakang kan benar-benar, PIK-nya jadi dibuka untuk umum, itu sebenarnya terjadi karena ada aktivitas seperti itu,” tutur Susan.
Susan memastikan, penimbunan pantai dari reklamasi akan mengubah arus laut. Di mana biasanya ada arus tertentu yang melewati satu daerah, namun karena ada penimbunan di titik itu, maka arus menjadi berubah arah dan menyebabkan banjir ke daratan secara perlahan-lahan.
Oleh karena itu, kata dia, banjir rob di Kampung Dadap bukan cuma sekedar fenomena alam biasa, melainkan juga karena perbuatan manusia.
Peneliti 
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
, Budi Heru Santosa, menilai penurunan tanah juga menjadi faktor utama.
“Kami sudah sering mendengarkan bahwa di pesisir Pantura, Jakarta, Tangerang, dan sekitarnya terjadi penurunan muka tanah. Kesimpulan yang dilakukan para ahli, pertama adalah karena lapisan tanah di situ lapisan aluvial yang cenderung lunak, sehingga ketika terjadi pemampatan, pembebanan, pengambilan air tanah maka dia akan turun,” tutur Budi.
 Penurunan muka tanah membuat permukaan daratan lebih rendah daripada air laut, sehingga rob semakin sering dan makin tinggi ketika pasang berbarengan dengan hujan.
Fenomena kenaikan muka air laut atau sea level rise terjadi karena adanya perubahan iklim yang disebabkan mencairnya gunung es di kutub utara.
Dampak dari peristiwa tersebut memang tidak dirasakan begitu signifikan di Pesisir Pulau Jawa. Namun, dalam beberapa tahun ke depan dan ditambah penurunan muka tanah maka dampak tersebut akan dirasakan signifikan.
Tanggul yang dibangun pada 2024 pun tak banyak membantu. Tanah yang terus turun membuat tanggul ikut “turun” dan kehilangan efektivitasnya dalam beberapa tahun saja.
“Tanggul itu dibangun di atas tanah, dia punya pondasi ditanam di dalam tanah tapi ada bagian ke atas. Ketika tanah mengalami land subsidence maka tanggul akan mengikuti karena dia ditanam di atas tanah,” ujar Budi.
Budi mencontohkan, misalnya suatu tanggul dibangun untuk mengatasi air laut setinggi satu meter, ketika terjadi penurunan tanah misalnya 10 cm per tahun, maka dalam lima tahun mendatang tanggul yang dibangun turun sekitar 50 cm.
Imbasnya, tanggul itu tidak lagi efektif untuk menahan ketinggian air laut setinggi satu meter dan membuatnya mudah meluap ke daratan.
Budi menyarankan pembangunan sistem polder terintegrasi yang meliputi tanggul memutari kawasan, kolam retensi, serta pompa untuk membuang air ke luar tanggul.
Air di kolam retensi itu akan dipompa ke wilayah di luar tanggul yang sudah dibangun sehingga tidak mengandalkan gravitasi atau air mengalir secara alami.
Namun, yang perlu diperhatikan dalam membangun sistem polder adalah tidak boleh ada lubang sekecil apa pun yang membuat air merembes ke daratan.
Selain itu, bisa juga dipertimbangkan untuk menempuh perbaikan secara alami seperti penanaman mangrove.
“Kemudian, perlu dilelajari apakah masih memungkinkan ditempuh restorasi berbasis alami dengan penanaman mangrove di sepanjang pesisir yang dapat menangani laju laut dan sebagainya, nah ini dapat dipertimbangkan,” jelas dia.
Wakil Bupati Tangerang, Intan Nurul Hikmah, mengatakan pemerintah telah mengambil sejumlah langkah.
Pertama Anggaran Belanja Tambahan (ABT) tahun 2025 Kabupaten Tangerang digunakan untuk pembangunan pintu air di saluran pembuangan Perumahan Duta Bandara.
“Lalu, akan dibangun stasiun pompa banjir dan normalisasi kolam retensi Perumahan Duta Bandara tahun 2026,” ujar Intan.
 Untuk Perumahan Taman Dadap Indah yang kerap banjir, pemerintah menjadwalkan pengerukan manual drainase.
Sementara terkait tanggul laut, pemerintah masih berkoordinasi dengan Kementerian PUPR.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.