Poros Perlawanan Digebuk Israel, Iran: Gejolak Suriah Bukan Kejutan, Milisi Bakal Ada di Seluruh Kawasan
TRIBUNNEWS.COM – Iran rupanya tidak kaget atas gejolak di Suriah yang menumbangkan satu di antara tokoh sekutu utama mereka di kawasan Asia Timur Tengah, rezim Bashar al-Assad.
Hal itu diungkapkan Ketua Parlemen Iran, Mohammad Bagher Ghalibaf yang mengatakan gerakan perlawanan justru akan meluas dan mencakup seluruh Timur Tengah.
Dia menambahkan, Iran akan terus mendukung perlawanan sebagai strategi terpentingnya dalam menghadapi musuh utama mereka, Israel.
Bagher Ghalibaf merujuk pada pernyataan Pemimpin Iran, Ayatollah Seyyed Ali Khamenei kemarin, yang menyatakan kekuatan Iran tidak berkurang meski Assad tumbang di Suriah.
Soal jatuhnya pemerintahan mantan Presiden Suriah Bashar al-Assad, Ghalibaf mengakui kalau itu akan sedikit mengganggung rantai gerakan perlawanan.
Namun, mencontohkan Hizbullah, Ghalibaf mengatakan kalau gerakan Perlawanan akan menyesuaikan strategi dan langkah taktis mereka dengan kondisi di lapangan.
“Tentu saja, jelas bahwa jatuhnya pemerintahan Bashar al-Assad akan mengganggu aktivitas gerakan perlawanan, tetapi kelompok-kelompok perlawanan, khususnya Gerakan Perlawanan Hizbullah di Lebanon, telah menunjukkan bahwa mereka tidak hanya akan beradaptasi dengan kondisi baru, tetapi juga akan bertindak lebih bersemangat dan lebih kuat dari sebelumnya,” kata dia dilansir MNA, Jumat (13/12/2024).
Suar yang dinyalakan tentara Israel jaruh di area Har Dov di Gunung Hermon, 13 November 2023. (Jalaa MAREY / AFP)
Tak Kaget Gejolak di Suriah
Terkait perkembangan terkini di Suriah yang kini berganti rezim dan kekuasaan, Ghalibaf menegaskan kalau perkembangan tersebut tidak dapat dielakkan dan bukan sesuatu yang mengejutkan.
Iran, kata dia, telah memperingatkan pemerintah Suriah di bawah rezim Assad.
Iran juga telah menilai rencana intervensionis yang disusun terhadap negara Arab tersebut, kata Ghalibaf.
“Jika peringatan ini ditanggapi dengan serius pada waktu yang tepat dan jalur dialog dengan rakyat serta pencapaian persatuan nasional telah ditempuh, saat ini bangsa Suriah tidak akan berada di ambang kekacauan internal, konflik sektarian dan kerusakan aset nasional, dan akibatnya, (Suriah) tidak akan menyaksikan agresi berulang-ulang dari rezim Zionis (Israel) dan penghancuran infrastrukturnya,” tambah juru bicara parlemen tersebut.
Ghalibaf menekankan, Iran akan terus mendukung gerakan-gerakan perlawanan yang tersebar di kawasan dalam aksi melawan Israel.
“Kami dengan tegas menyatakan bahwa dengan keyakinan yang lebih besar, kami akan terus mendukung perlawanan sebagai strategi yang paling penting dan utama untuk menjamin keamanan negara,” kata Ghalibaf.
Dia kemudian menekankan seruan dari Khamenei kalau “Gerakan perlawanan akan meluas dan meliputi seluruh kawasan dan (ada di) semua pemerintah yang bersekutu dengan rezim Zionis (Israel).”
Serangan skala besar Israel ke wilayah Suriah di masa transisi kekuasaan pasca-tergulingnya Rezim Bashar al-Assad. (MNA/screenshot)
Netanyahu Klaim Israel Gebuk Poros Perlawanan yag Dipimpin Iran
Dalam konteks pergolakan di Suriah, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengklaim serangan Israel terhadap militan sekutu Iran telah memicu reaksi berantai yang akan mengubah wajah di kawasan Timur Tengah.
Ia menyebut gerakan Hamas di Jalur Gaza, Hizbullah di Lebanon, dan sejumlah militan di Suriah dan Irak adalah kelompok perlawanan yang didukung oleh Iran.
Menurutnya, kekacauan di Timur Tengah saat ini adalah reaksi berantai dari serangan Israel terhadap mereka.
“Peristiwa bersejarah yang kita saksikan hari ini adalah reaksi berantai,” kata Netanyahu dalam pidatonya yang ditujukan kepada rakyat Iran, Kamis (12/12/2024).
Perdana Menteri Israel mengatakan ini semua diawali ketika Hamas meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, yang disusul dengan serangan dari Hizbullah Lebanon, dan sekutu militannya yang berada di Suriah hingga Irak terhadap Israel.
Netanyahu sesumbar bahwa reaksi Israel dengan menyerang mereka telah memicu reaksi berantai di Timur Tengah.
“Reaksi berurutan terhadap pemboman Hamas, penghapusan Hizbullah, dan penargetan (mantan Sekretaris Jenderal Hassan) Nasrallah, terhadap serangan yang kami kirimkan ke poros teror yang didirikan oleh rezim Iran,” katanya.
Ia juga menyoroti runtuhnya kekuasaan Presiden Suriah Bashar al-Assad yang berhasil digulingkan oleh aliansi oposisi bersenjata, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), pada 8 Desember 2024.
Netanyahu menuduh Iran menghabiskan puluhan miliar dolar untuk mendukung Bashar al-Assad dan untuk mendukung Hamas di Jalur Gaza dan Hizbullah di Lebanon.
Menurutnya, rezim Bashar al-Assad selama ini menyediakan jalur aman bagi Iran untuk memasok senjata ke Hizbullah di Lebanon, sebagai imbalan atas dukungan Iran untuk melawan oposisi Suriah.
“Yang dilakukan Israel hanyalah mempertahankan negaranya, namun melalui hal tersebut kita membela peradaban dalam menghadapi kebrutalan,” lanjutnya.
Netanyahu mencoba meyakinkan rakyat Iran bahwa mereka berada di bawah kekuasaan rezim Ali Khamenei yang mengancam kedamaian di kawasan itu.
“Anda menderita di bawah kekuasaan rezim yang mengejek Anda dan mengancam kami. Akan tiba saatnya hal ini berubah. Akan datang suatu hari ketika Iran akan bebas,” kata Netanyahu.
“Saya yakin kita akan mencapai masa depan ini bersama-sama lebih cepat dari yang diperkirakan sebagian orang. Saya tahu dan percaya bahwa kita akan mengubah Timur Tengah menjadi mercusuar kemakmuran, kemajuan dan perdamaian,” lanjutnya.
Dengan jatuhnya rezim Bashar al-Assad, Iran kehilangan mata rantai utama dalam “poros perlawanan” yang dipimpinnya untuk melawan Israel.
(oln/mna/*)