Pop Diplomasi, Jembatan Pertukaran Musik Indonesia dan Taiwan

6 March 2024, 22:33

Wisatawan berfoto di koridor cafe yang menyajikan musik-musik Pop di Taiwan(MI / Yakub Pryatama Wijayaatmaja)

TAIWAN, salah satu negara di Asia Timur yang secara luas wilayah tidak terlalu besar. Tetapi justru punya gairah yang tak terbendung terhadap musik dan seni.
Hal itu disadari oleh Irfan Muhammad atau beken disapa Irfan Poppish. Penulis buku Bandung Pop Darlings ini memutuskan pindah ke Taiwan untuk melanjutkan studi.
Irfan mengatakan awalnya banyak orang Taiwan yang tidak tahu jika di Indonesia juga memiliki pop culture. “Jadi memang di sini banyak orang Indonesia yang diwakilkan oleh teman-teman pekerja migran, Jadi Indonesia di benak mereka di represent oleh TKI. Jadi Mereka tidak membayangkan skena di Indonesia seperti apa,” ungkap Irfan saat ditemui Media Indonesia di Taipei, Taiwan.
Baca juga : 22 Fakta Band Coldplay yang Kamu Perlu Tahu
Berangkat dari celah tersebut, Irfan berinisiatif membuat proyek bernama Indonesia-Taiwan Pop Bureau (IDTW Popbureau). Melalui ‘pop diplomasi’, Irfan memperkenalkan band-band di Indonesia kepada pelaku skena musik di Taiwan. Begitu pun sebaliknya.
“Saya memperkenalkan, band-band lokal Tanah Air, seperti Rub of Rub atau Rekah,” ujarnya.
Usai diterima oleh pelaku skena musik di Taiwan, dirinya pun berinisiatif untuk mengembangkan IDTW Popbureau lebih luas hingga menjadi jembatan pertukaran musik Indonesia dan Taiwan. Baca juga : Penyanyi Tasha Bouslama kembali Rilis Lagu Berjudul Habibi
Meski pulau kecil, Irfan mengemukakan, Taiwan seringkali mengadakan festival musik. Bahkan, di medio Juli-Desember, kata Irfan, bisa ada tiga festival yang diadakan di tiga kota berbeda di hari yang sama. Belum lagi, Live House yang bejibun di Ibu Kota Taipei rutin mengadakan gigs di setiap pekan.
“Kenapa enggak saya antar beberapa band Indonesia ke sini, dan sebaliknya saya membawa band Taiwan ke sana (Indonesia),” ucap Irfan.
Irfan menyadari dirinya tak bisa ujug-ujug membawa band Indonesia manggung di Taiwan. Melalui IDTW Popbureau, Irfan menjalankan dahulu fungsi media sebagai ajang promosi hingga wawancara. Hal itu dilakukan dalam upaya pendengar di bisa mengenal lebih dalam musisi di Indonesia maupun Taiwan. Baca juga : Peran Anggun dalam Drama Musikal Broadway Jesus Christ Superstar
Ketika kedua belah pihak sudah saling tahu, Irfan pun percaya diri untuk mengundang dan menjembatani musisi Taiwan dan Indonesia. Bahkan, dirinya punya cita-cita untuk membuat kolaborasi antara musisi Taiwan dan Indonesia.
Irfan menilai marak band Indonesia yang ke luar negeri tetapi malah tak memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menyapa skena musik di wilayah yang dituju.
Belum lagi, seringkali band pergi tanpa reset sehingga tidak mendapatkan apa-apa ketika tour ke luar negeri. Baca juga : Hadir dengan Formasi Baru, Hiraeth Rilis EP Unintended
Maka, Irfan pun menawarkan Taiwan sebagai alternatif untuk menjadi batu loncatan.
“Karena ketika saya menjadi salah satu pelaku skena musik di Taiwan jadi tahu Taiwan bisa menjangkau pelaku skena musik di Hong Kong, Jepang, dan Korea,” tutur pria asal Bandung itu.
Bahasa Jadi Kendala
Di dalam proses memperkenalkan musik masing-masing negara, Irfan mengaku bahasa masih jadi kendala terbesar. Apalagi popularitas bahasa mandarin yang belum terlalu masif di Indonesia. Baca juga : Akan Banding, Apple Kecam Putusan Denda Uni Eropa
“Mungkin di zaman F4, pengaruhnya besar, sampai banyak orang Indonesia belajar bahasa mandarin. Tapi sayangnya hype F4 luntur dan tidak diteruskan oleh Taiwan. Sehingga belum ada lagi pop culture yang semasif F4,” ujar Irfan.
Ia mencontohkan solois asal Taiwan, Lucy, yang dinilai mampu diterima oleh pecinta musik di Indonesia. Lucy bernyanyi dengan bahasa inggris campur mandarin yang dibalut genre international taste.
Di Indonesia, kata Irfan, musik Lucy lebih mudah diterima karena banyak yang tak terlalu terpaku dengan lirik tetapi cenderung lebih mendengarkan musiknya. Baca juga : Salihara Jazz Buzz 2024 Hadirkan Nuansa Progresif dalam Musik Jazz
Beda halnya dengan band Taiwan yang pernah bekerja sama dengan Irfan, yakni The Chairs. band asal Taipei itu punya banyak pendengar di skena Chinese speaker country. Namun, ternyata, musik mereka tak terlalu bisa diterima di Indonesia.
Irfan juga menemukan fakta unik di mana musik eksperimental bisa lebih diterima di kedua negara masing-masing. Seperti band eksperimental asal Taiwan Mong Tong yang bakal mengisi line up di Joyland Festival 2024 atau grup musik Senyawa yang mendapat respons bagus saat manggung di Taiwan.
Didukung Pemerintah
Di Taiwan, pemerintahnya mendukung penuh dengan memberikan subsidi khususnya untuk event musik, film dan berkesenian. Melalui Kementerian Kebudayaan, Irfan menyebut ada subsidi untuk pelaku industri musik di Taiwan sehingga skena musik di Taiwan terus menyala. Baca juga : J-Rocks Rilis Single Tanpa Air Mata
“Biasanya yang disubsidi itu skala festival. Tapi misal ada band yang mau rekaman juga bisa apply ke pemerintah. Kebijakan ini gak ada di Indonesia,” kata Irfan.
Namun, guna bisa dibiayai oleh negara, artis tersebut harus memiliki Taiwan Values. Irfan menerangkan beberapa band sengaja memilih menggunakan bahasa Hokkien Taiwan untuk bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Salah satu hal yang menarik dari Taiwan ialah kesadaran dalam membeli tiket dan kemudahan dalam membuat acara musik. Irfan mengemukakan jika dibandingkan dengan Indonesia, khususnya Bandung, membuat acara di Taiwan jauh lebih mudah.
“Di Bandung susah perizinan, sewa instrument, belum bayar preman, ormas dan lain-lain. Sementara di sini (Taiwan) bikin acara gak perlu keluar uang. Misal, bikin acara di Taiwan, biasanya kami bagi setengah-setengah profit dengan pemilik tempat,” tuturnya. (Z-8)

Tokoh

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi