Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan masyarakat bisa melakukan judicial review terhadap revisi Undang-Undang (RUU) TNI yang baru ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal ini sebagai respons atas keresahan masyarakat atas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI.
“Berikan kesempatan kepada pemerintah untuk melaksanakan Undang-Undang TNI yang baru disahkan kemarin. Kemudian biarkan dia akan diuji, apakah benar kekhawatiran itu memang sesuatu yang mendasar untuk dilakukan,” kata Supratman di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (21/3/2025).
Menurut Supratman, revisi UU TNI 2025 kini tinggal menunggu tanda tangan Presiden Prabowo Subianto agar selesai diundangkan, setelah disahkan dalam rapat paripurna DPR. Presiden dikatakan akan segera menandatangani UU TNI 2025.
Setelah diundangkan, Supratman mempersilakan masyarakat untuk melakukan judicial review terhadap UU TNI yang baru guna menguji peraturan perundang-undangan tersebut.
“Semuanya boleh (judicial review), karena kita punya struktur ketatanegaraan yang baku. DPR bersama pemerintah sebagai lembaga pembentuk undang-undang, tetapi juga ada lembaga lain yang boleh melakukan uji materi,” ucapnya.
Supratman juga kembali menegaskan RUU TNI 2025 tidak menghidupkan kembali dwifungsi militer. Revisi, katanya, hanya mencakup tiga poin utama, yaitu tugas pertahanan, usia pensiun prajurit, dan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga tertentu.
Dalam revisi ini, tidak ada perubahan signifikan dalam penempatan prajurit TNI di ranah sipil, kecuali perluasan jumlah kementerian/lembaga dari 10 menjadi 15 instansi.
“Kekhawatiran terkait dengan dwifungsi TNI kan enggak ada. Justru memberi batasan kepastian terkait dengan jabatan mana yang boleh diisi oleh militer di dalam jabatan sipil,” tegasnya.
Lebih lanjut, Supratman menekankan revisi UU TNI tidak dilakukan melalui pembahasan kilat, melainkan sudah dikaji dari periode sebelumnya. Menyoal banyaknya gelombang protes, dia menyebut ini merupakan bagian dari demokrasi.
“Kan cuma tiga pasal. Enggak ada krusial pasal ini. UU TNI ini dahulu saya yang inisiasi itu tahun 2024, tidak jadi. waktu itu karena memang pemerintah belum menyelesaikannya DIM (Daftar Inventarisasi Masalah), karena itu menjadi carry over di periode sekarang,” tandasnya terkait UU TNI.