Polemik Dana Jabar Rp 4,1 Triliun: Dedi Mulyadi Bantah Deposito, Siap Diperiksa BPK Bandung 23 Oktober 2025

Polemik Dana Jabar Rp 4,1 Triliun: Dedi Mulyadi Bantah Deposito, Siap Diperiksa BPK
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        23 Oktober 2025

Polemik Dana Jabar Rp 4,1 Triliun: Dedi Mulyadi Bantah Deposito, Siap Diperiksa BPK
Editor
BANDUNG, KOMPAS.com
– Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan tidak ada dana sebesar Rp 4,1 triliun milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat yang mengendap dalam bentuk deposito di bank.
Hal itu disampaikan Dedi setelah menerima penjelasan langsung dari Bank Indonesia (BI).
“Ini kami sudah selesai mendapat penjelasan dari Bank Indonesia. Bank Indonesia ini adalah bank sentral, jadi jangan sampai ada pertanyaan atau pernyataan yang keliru. Jadi, ada enggak duit Rp 4,1 triliun yang deposito? Tidak ada, Pak,” kata Dedi dalam keterangan videonya, Rabu (22/10/2025).
Menurut Dedi, dana yang dilaporkan per 30 September 2025 senilai Rp 3,8 triliun bukan deposito, tetapi kas daerah dalam bentuk giro.
“Yang ada adalah pelaporan keuangan per 30 September, ada dana yang tersimpan di kas daerah dalam bentuk giro sebesar Rp 3,8 triliun. Sisanya adalah deposito BLUD di luar kas daerah yang menjadi kewenangannya BLUD masing-masing,” ujarnya.
Digunakan untuk Belanja Publik, Bukan Ditahan
Dedi menegaskan dana kas daerah tersebut telah dipakai untuk mendukung berbagai kebutuhan pemerintahan.
“Uang Rp 3,8 triliun ini, hari ini sudah dipakai untuk bayar proyek, gaji pegawai, belanja perjalanan dinas, bayar listrik, air, dan pegawai outsourcing,” ungkapnya.
Ia pun membantah keras tudingan bahwa Pemprov Jabar sengaja mengendapkan dana untuk mencari keuntungan bunga.
“Tidak ada pengendapan atau penyimpanan uang pemerintah provinsi disimpan di deposito untuk diambil bunganya. Tidak ada. Awas ya, tidak ada,” tegas Dedi.
Dedi menyebut posisi kas daerah bersifat dinamis sesuai kebutuhan belanja.
“Apa yang dinyatakan bahwa uang yang ada di kas daerah hari ini Rp 2,5 triliun, kemarin Rp 2,3 triliun, sebelumnya Rp 2,4 triliun, itu yang benar,” katanya.
Polemik makin memanas setelah Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar, Herman Suryatman, menyatakan siap mundur jika terbukti memberikan informasi tidak sesuai fakta.
Hal itu disampaikan Herman di hadapan Dedi dalam perjalanan menuju Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Dalam video yang diterima Kompas.com, Dedi menegaskan kunjungan ke Kemendagri dan BI dilakukan untuk mencocokkan data dana Rp 4,1 triliun yang disebut masih mengendap di perbankan.
“Kan di paparan Pak Menkeu tanggal 17 Oktober yang bersumber dari data BI tanggal 15 Oktober. Itu kan di situ ada tuh Pemda Jabar masih memiliki uang sebesar Rp 4,1 triliun. Uang itu tersimpan di giro, tersimpan di deposito,” kata Dedi.
Dedi lalu menanyakan kondisi kas daerah per 15 Oktober 2025 kepada Herman.
“Tanggal 15 Oktober uang kita ada berapa?” tanya Dedi.
“Rp 2,6 triliun, Pak, di RKUD,” jawab Herman.
Herman memastikan seluruh dana Pemprov disimpan di Bank Jabar Banten (BJB).
“Tidak ada, Pak, semua di Bank Jabar,” ujarnya.
Dedi menegaskan akan bertindak tegas jika data BI menunjukkan angka berbeda.
“Kalau nanti di BI ternyata uangnya Rp 4,1 triliun, berarti Bapak berbohong pada saya…
Konsekuensinya, Bapak saya berhentikan,” kata Dedi.
Herman menjawab mantap: “Siap, Pak. Sebelum Bapak berhentikan, saya siap mengundurkan diri.”
Adu data terus bergulir antara Dedi Mulyadi dan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa soal dana APBD Jawa Barat Rp 4,17 triliun yang disebut mengendap dalam bentuk deposito.
Dedi membantah keras tudingan tersebut dan menantang Purbaya membuka data secara terbuka.
“Saya sudah cek, tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu untuk membuka data dan faktanya, daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito,” ujarnya (20/10/2025).
Menurut Dedi, tudingan bahwa daerah menahan belanja tidak berdasar. Pemprov Jabar justru mempercepat realisasi belanja publik.
“Di antara kabupaten, kota, dan provinsi… pasti ada yang bisa mengelola keuangan dengan baik,” ujarnya.
Purbaya membalas dengan tegas, menyebut data bersumber dari BI.
“Tanya saja ke Bank Sentral. Itu kan data dari sana… Kemungkinan besar anak buahnya juga ngibulin dia,” ujarnya.
Purbaya menegaskan tidak pernah menyebut Jabar secara khusus.
“Saya enggak pernah sebut data Jabar… Itu laporan dari perbankan yang masuk secara rutin,” katanya.
Dedi menyatakan Pemprov Jabar terbuka untuk diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Silakan Badan Pemeriksa Keuangan memeriksa. Ini bagian dari upaya membangun keterbukaan publik,” tegasnya.
Ia memastikan uang milik rakyat dipakai sepenuhnya untuk pembangunan, bukan “parkir” di bank.
Berita sebelumnya, Menkeu Purbaya merilis data 15 daerah dengan dana mengendap tertinggi. Jabar masuk daftar 5 besar daerah yang dinilai menyimpan dana di bank:
1. Provinsi DKI Jakarta Rp 14,6 triliun

2. Jawa Timur Rp 6,8 triliun

3. Kota Banjar Baru Rp 5,1 triliun

4. Provinsi Kalimantan Utara Rp 4,7 triliun

5. Provinsi Jawa Barat Rp 4,1 triliun

6. Kabupaten Bojonegoro Rp 3,6 triliun

7. Kabupaten Kutai Barat Rp 3,2 triliun

8. Provinsi Sumatera Utara Rp 3,1 triliun

9. Kabupaten Kepulauan Talaud Rp 2,6 triliun

10. Kabupaten Mimika Rp 2,4 triliun

11. Kabupaten Badung Rp 2,2 triliun

12. Kabupaten Tanah Bumbu Rp 2,11 triliun

13. Provinsi Bangka Belitung Rp 2,10 triliun

14. Provinsi Jawa Tengah Rp 1,9 triliun

15. Kabupaten Balangan Rp 1,8 triliun.
Untuk memastikan kebenaran data, Dedi mengambil tiga Langkah. Pertama memanggil seluruh pejabat Pemprov Jabar, bertemu Kemendagri, dan berkoordinasi dengan Bank Indonesia.
Ia menegaskan akan mencopot pejabat yang terbukti menyembunyikan data.
“Saya tidak akan segan-segan berhentikan pejabat itu,” tegasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.